Lihat ke Halaman Asli

Tadeo E. S. Lumbansiantar

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Mencari Makna Kesehatan Dalam Undang-Undang Omnibus Kesehatan

Diperbarui: 27 September 2024   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

      Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa hidup sejahtera lahir dan batin, dan pelayanan kesehatan adalah salah satu hak bagi setiap orang. Tidak sampai disitu saja, disebutkan pada Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (dapat disebut juga UU Omnibus Kesehatan, selanjutnya disebut UU Kesehatan) menyebutkan bahwa Pelayanan Kesehatan adalah segala bentuk kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan secara langsung kepada perseorangan atau masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif. Jika dilakukan analisa salah satu unsur dari pelayanan kesehatan adalah bahwa kegiatan (untuk dikategorikan sebagai pelayanan kesehatan) harus bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun, sebenarnya apa itu kesehatan?

      Pasal 1 angka 1 UU Kesehatan menjelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat seseorang, baik secara fisik, jiwa, maupun sosial dan bukan sekadar terbebas dari penyakit untuk memungkinkannya hidup produktif. Namun, sulit untuk memahami definisi ini karena dalam penjelasan UU Kesehatan, tidak dideskripsikan lebih lanjut terkait definisi kesehatan menurut Pasal 1 angka 1 UU Kesehatan. Dari definisi kesehatan tersebut, dapat ditarik unsur-unsur dari kesehatan, yakni: keadaan sehat (fisik, jiwa, dan sosial) yang tidak hanya terbebas dari penyakit, dan keadaan sehat tersebut memungkinkan seseorang untuk hidup produktif. Untuk memahami makna Kesehatan menurut UU Kesehatan, kita akan melakukan pembedahan satu-persatu arti dari unsur-unsur penyusun kesehatan.

 Keadaan Sehat Secara Fisik, Jiwa dan Sosial

            UU Kesehatan menyebutkan salah satu unsur kesehatan adalah keadaan sehat seseorang secara fisik, jiwa dan sosial. Sayangnya, Pasal yang menjelaskan definisi Kesehatan (Pasal 1 angka 1 UU Kesehatan) tidak menjabarkan lebih lanjut terkait makna sehat secara fisik, jiwa, dan sosial. Pasal 4 ayat 1 huruf a UU Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak atas hidup sehat secara fisik, jiwa, dan sosial. Melalui penjelasan pasal ini kita dapat mengetahui apa yang dianggap sebagai sehat secara fisik, jiwa, dan sosial menurut UU Kesehatan.

Disebutkan dalam penjelasan pasal tersebut bahwa hidup sehat secara fisik adalah kondisi tubuh tanpa penyakit yang ditandai organ tubuh berfungsi secara normal, tubuh mampu menyesuaikan fungsi organ tubuh dalam batas fisiologi terhadap keadaan lingkungan, dan tubuh dapat melakukan kerja fisik tanpa lelah secara berlebihan. Secara kasat mata mungkin penjelasan ini sudah sangat lengkap dan baik. Tetapi, ketika melihat lebih dalam dan mencoba berpikir kritis akan ditemukan sebuah pertanyaan.  Pertanyaan tersebut terkait dengan maksud frasa "organ tubuh berfungsi secara normal". KBBI Daring VI menjelaskan bahwa normal memiliki dua makna, yakni "menurut aturan atau menurut pola yang umum; sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah; sesuai dengan keadaan yang biasa; tanpa cacat; tidak ada kelainan" dan satu makna lagi adalah "bebas dari gangguan jiwa" (KBBI VI Daring, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,  https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Normal). Mengingat yang sedang dibicarakan adalah fisik, maka makna kedua dapat dieliminasi. Yang menjadi pertanyaan dan patut dikritisi adalah ruang linkup ke"normal"an, ke"umum"an, atau ke"biasa"an tersebut. Apakah kata normal hanya dikunci pada ruang lingkup pribadi, sehingga makna normal adalah keadaan yang umum dialami oleh seseorang dibandingkan dengan dirinya sendiri pada masa lain. Atau, apakah ruang lingkup normal dimaknai dengan ruang lingkup yang luas, dimana yang menjadi standard ke"normal"an adalah keadaan orang banyak, sehingga tolak ukur sehat adalah dengan melihat apakah seseorang sama/mirip dengan kondisi orang di luar dari dirinya sendiri? Atau, apakah pemaknaannya adalah dengan menggabungkan dua ruang lingkup tersebut bersamaan? Penulis tidak tahu.

            Hidup sehat secara jiwa adalah keadaan kesejahteraan mental dan spiritual yang memungkinkan seseorang menyadari kemampuan diri, mengatasi tekanan hidup, mampu belajar dan bekerja dengan baik, serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Penulis bukanlah seorang ahli jiwa, dan tidak berani untuk menyatakan bahwa definisi ini benar atau salah. Namun, bukankah penjabaran ini terlalu dangkal? Apabila pembaca sekalian sedang merasa badmood atau sedang tidak ingin melakukan apa pun dan berakhir dengan tidak melakukan apa pun selain menunda pekerjaan yang harusnya pembaca lakukan, apakah pembaca sekalian dapat disebut tidak hidup sehat secara jiwa? Karena kondisi tersebut tidak memenuhi unsur "mampu belajar dan bekerja secara baik". Selain itu, apakah menyadari kemampuan diri memang harus menjadi unsur dari hidup sehat secara jiwa? Apa maksud "kemampuan diri"? Jika yang dimaksud adalah bakat, atau potensi, maka orang yang kurang wawasan mengenai potensinya dan tidak mengetahui bakat dari dirinya apakah tidak dapat disebut sehat secara jiwa?

            Dan yang ketiga adalah hidup sehat secara sosial. Hidup sehat secara sosial dimaknai sebagai keadaan seseorang yang mampu menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain secara sehat dan bermanfaat. Membuat bertanya-tanya, apakah yang dimaksud dengan hubungan interpersonal yang sehat? Apakah orang yang tidak setia dalam hubungan romansa dapat disebut tidak sehat secara sosial? Apakah orang yang mudah meninggalkan temannya dapat disebut tidak sehat secara sosial? Selain persoalan mengenai standard sehat hubungan interpersonal, persoalan lain adalah adanya kata "bermanfaat" dalam definisi ini. Sampai mana kita dapat menyebutkan suatu hubungan interpersonal dilakukan secara bermanfaat atau tidak? Apakah penilaian pribadi?

            Kurang jelasnya penjabaran pasal-pasal tersebut dapat meningkatkan potensi terjadinya misintrepertasi kesehatan. Kesehatan yang dipahami dengan lebih baik dan konkrit dapat mempermudah pemenuhan hak masyarakat atas hidup yang sehat karena adanya satuan standard yang jelas dan dapat diterapkan dengan efektif dan efisien.

            Frasa "terbebas dari penyakit" adalah frasa yang sangat mudah dipahami dan jelas. Bahkan sebagai orang awam, ketika kata sehat disebutkan, salah satu definisi yang akan muncul pertama kali adalah keadaan dimana seseorang terbebas dari penyakit biologis dan psikologis.

Dimungkinkannya seseorang untuk hidup produktif

            Setelah frasa "keadaan sehat seseorang baik secara fisik, jiwa, maupun sosial dan bukan hanya terbebas dari penyakit", disebutkan juga sebuah unsur dari keadaan sehat tersebut, yaitu untuk memungkinkannya hidup produktif. Kembali lagi, tidak dijelaskan bagaimana sifat produktif yang diinginkan oleh UU Kesehatan. Juga, dengan tidak diberikannya sebuah standard ambang batas produksi dari seseorang untuk mengetahui apakah seseorang produktif atau tidak dalam penjabaran lebih lanjut, penilaian tentang apakah seseorang sehat atau tidak akan menjadi penilaian yang sangat subjektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline