Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Ketika Negara-negara Maju Memilih Kembali ke Teks Cetak dan Tulis Tangan

Diperbarui: 14 September 2023   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang siswa mempraktikkan menulis dengan tangan di Sekolah Dasar Djurgardsskolan, di Stockholm, Swedia, Kamis (31/8/2023). Foto: AP/DAVID KEYTON via KOMPAS.id

Oleh Tabrani Yunis

Tadi pagi, menjelang siang, usai saya menyelesaikan beberapa pekerjaan di POTRET Gallery yang berada di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh, saya pamit pada karyawan untuk pergi mengganti oli mesin mobil. Saya langsung ke mobil Ford Ranger  Diuble cabin, buatan tahun 2002/2022 itu melaju ke sebuah toko yang khusus melayani para pengguna mobil untuk ganti oli. Jaraknya hanya sekitar 600 meter dari POTRET Gallery.

Seperti biasanya dan sudah menjadi kebiasaan setiap kali menunggu sesuatu, seperti halnya menunggu petugas mengeluarkan oli dari mesin dan menggantikannya dengan oli baru, tangan dan pikiran akan selalu tertuju pada Handphone. Karena sudah menjadi tabiat manusia sekarang tidak pernah lepas dari gadgets. Terserah untuk apa saja, untuk menonton video, main game dan mencari bacaan.

Saya sendiri yang kala itu, membuka HP untuk menyelesaikan tulisan mengenai Paradigma Peningkatan Kualitas Guru di Indonesia, yang saya tulis untuk dikirim ke harian Serambi Indonesia yang terbit di Banda Aceh.  Lalu, ketika sedang mengetik tulisan itu di HP, saya mendapat sebuah notifikasi dari Kompas.id. Mata saya melirik ke notifikasi tersebut dan membaca isi notifikasi itu.  Saya membaca sebuah judul yang terasa mengejutkan. Ya, bagaimana tidak mengejutkan ya, karena saya membaca judul berita yang terasa aneh. 

Saya masih ingat judulnya, " Negara Maju Biasakan lagi Teks Cetak dan Tulis Tangan Bagi Siswa".   Sebuah judul yang aneh dan menggelitik. Ya, bayangkan saja, di era ini yang kita sebut era serba digital, tiba-tiba sebuah negara maju yang masyarakatnya sudah memiliki tingkat literasi yang tinggi dan sudah lama dan manja dengan gadgets, lalu memilih kembali  ke teks cetak dan tulis tangan.  Apakah ini tidak disebut sebagai langkah set back?

Larasati Ariadne Anwar di Kompas.id edisi 12 September 2023 menulis seperti berikut ini. Di tengah laju perubahan digital, sejumlah negara maju di Eropa justru memutuskan melambat. Mereka kembali memperkuat pembelajaran berbasis rujukan ke buku cetak serta membiasakan para murid menulis tangan. 

Justru metode yang oleh sebagian masyarakat global dianggap jadul inilah yang mampu membekali manusia modern kemampuan literasi yang kuat. Mereka lebih dahulu sadar bahwa selama ini telah ikut asyik dibuai oleh konsep pengenalan digitalisasi, sehingga saat ini perlu melakukan pelambatan agar tidak terjadi kemerosotan kemampuan literasi generasi Z saat ini.

Nah, membaca langkah Swedia dan beberapa negara Eropa termasuk German, langkah ini tentu jauh berbeda dengan kita di Indonesia yang berstatus sebagai bangsa yang belum semaju mereka. Kita masih sedang berusaha untuk memenuhi kebutuhan digitalisasi dalam sistem pembelajaran kita.  

Kita yang masih sedang merangkak dan belum sampai ke puncak, dengan terus mengelu-elukan teknologi digital, beberapa negara di Eropa sudah duluan sadar bahwa penggunaan gawai atau gadgets dalam pembelajaran di sekolah memiliki banyak dampak buruk.  

Dok Pribadi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline