Oleh Tabrani Yunis
Warga kota Banda Aceh dan juga pemerintah kota Banda Aceh merasa gelisah selama satu hari ini, karena sejak pagi langit di atas kota Banda Aceh kelihatan mendung, seakan hujan akan segera turun. Sementara matahari, tampaknya enggan bersinar seperti hari-hari sebelumnya.
Matahari tampak begitu muram dalam kumpalan awan hitam kelabu itu. Ya, kota Banda Aceh sepanjang hari ini menjadi gelap karena mendapat kiriman asap dari Riau atau mungkin pula dari Kalimantan yang katanya mengalami kebakaran hutan dan lahan, bila tidak boleh disebut sebagai upaya sadar membakar hutan dan lahan, yang berakibat fatal.
Kepungan asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tersebut, tidak hanya terhadi di kota Banda Aeh, tetapi juga di hampir seluruh wilayah Aceh, sebagaimana daerah lainnya di Sumatera.
Tebalnya kabut asap yang menyelimuti langit kota Banda Aceh khususnya dan Aceh pada umumnya telah menimbulkan kegalauan dari pihak masyarakat dan pemerintah kota Banda Aceh. Buktinya, hari ini di beberap persimpangan jalan, di lampu lalu lintas, banyak terlihat relawan PMI yang membagi-bagikan masker kepada para pengguna jalan, khususnya yang mengendarai sepeda motor.
Wali kota banda Aceh bahkan hari ini membagi-bagikan 3000 masker kepada warga agar tidak terpapar asap atau jerabu yang terbang hingga sangat rendah di tengah kota Banda Aceh hari ini.
Banyak warga yang enggan keluar rumah, karena takut mengangggu kesehatan. Karena aplikasi visual udara mencatat bahwa polusi udara berada di angka 167 US air quality Index dengan status tidak sehat. Jadi, kepungan asap tersebut kini meresahkan banyak orang.
Nah, sebenarnya kepungan asap seperti ini, bukanlah kasus asap yang pertama sekali terjadi di Aceh dan di daerah sumber api. Persoalan kebakaran hutan dan lahan seperti ini sudah terjadi berulang kali, sejak beberapa tahun lalu. Bahkan sudah menjadi tradisi, karena terjadi setiap tahun. Aneh bukan?
Ya, kasus kebakaran dan pembakaran lahan seperti tahun ini sudah menjadi bencana yang bukan hanya merepotkan masyarakat yang tinggal di wilayah Sumatera dan kalimantan, tetapi berdampak buruk terhadap kondisi udara di negara tetangga se[erti Malaysia dan Singapura.
Kasus asap kiriman Indonesia ke negara tetangga ini, membuat masyarakat Malaysia sering berkelakar. Penulis teringat kala tahun lalu mengadakan tour dua negara, Malaysia dan Singapura, bercana saat memberikan penjelasan tentang perubahan iklim dan cuaca di Malaysia.
Seorang gudie yang memberikan penejelasan kepada kami, berkelar bahwa di Malaysi saat ini juga memiliki 4 musim, dimana salah satu musim yang bertambha dalah musi asap yang dikirim dari kebarakan hutan di negeri kita. Jadi, ini sebenarnya memalukan kita.