Oleh Tabrani Yunis
Di ujung Ramadan ini, bunga - bunga nan tengah kuncup perlahan - lahan membuka kudungnya, menebarkan senyum terkulum, dengan aroma mulut orang-orang yang tengah berpuasa, harum semerbak menuju syurgawi. Di ujung Ramadan, sebuah penantian menanti pohon-pohon dan dahan bersujud pertanda lailatul qadar baru saja menyapa. Lailatul qadar dalam lafal doa-doa salat malam, salat tarawih dan penutup malam di rakaat ganjil witir, memohon ampun kepada Allah, sang pemberi maaf.
Di ujung Ramadan, ribuan dan bahkan jutaan doa diselipkan pada setiap rakat salat malam. Memohon ampunan dan bimbingan pada tujuan akhir, mudah-mudahan menjadi insan yang taqwa kepada Allah. Ya, menjadi insan yang memahami makna kehidupan dunia dan akhirat. Hidup sejahtera di dunia dan di dunia sana, bukan di pula di dunia maya.
Di ujung Ramadan ini, galau dan risau pada keputusan sang pencipta langit dan bumi serta segala isinya. Galau tak ada lagi harapan bermesraan. Siapa tahu tak ada lagi kesempatan dan waktu bertemu kala hilal Ramadan masa depan tiba, tak ada lagi permintaan agar berlabuh bersama Ramadan di ujung waktu. Tapi, bila Allah menghendaki, ini bukan Ramadan terakhir. Hari esok mesti bisa kembali
Di ujung Ramadan ini, rindu menggebu, berharap ada waktu untuk bertemu, berdoa memohon ampunan dosa-dosa, memohon rahmat dan karunia Ilahi. Ingin bisa bermesra-mesra denganmu Ramadan lagi, segera nanti kala Ramadan datang lagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H