Dikatakan demikian, karena untuk mampu bersaing diperlukan kompetensi dasar, dan proses latihan. Kompetensi dasar adalah Sikap dasar untuk berkompetisi. Karena dari tiga hal atau ranah yang kita kembangkan dari sebuah proses pembelajaran, yakni ranah kognitif, psikomotoris dan affective, maka affective menjadi dasar untuk bisa atau mampu melakukan sesuatu.
Idealnya, setiap orang akan mampu berkompetisi ketika ketiga ranah itu kuat. Misalnya, karena banyak tahu atau menguasai materi, ia akan mampu merespon pertanyaan atau apa yang diperintahkan kepadanya untuk dilakukan. Kalau ia banyak tahu, maka ia akan mudah merespon dan bersaing.
Namun, tidak cukup hanya dengan ranah kognitif, atau pengetahuan saja, tetapi harus mampu atau melakukannya. Untuk mampu melakukan ini, dibutuhkan ketrampilan agar bisa membuat atau melakukan sesuatu.
Seseorang akan bisa atau mampu melakukan sesuatu, ia harus memiliki sejumlah pengetahuan tentang apa yang akan dikuasasinya (mastery). Namun kedua ranah tersebut sering tidak berarti apa-apa, abila tidak didukung oleh ranah affective.
Dalam sebuah proses pembelajaran, apakah dalam proses persekolahan, proses sebuah training, sesungguhnya dari proses pembelajaran tersebut tiga ranah itu , kognitif, affective dan psikomotoris yang ingin diubah.
Secara sederhana, sebuah proses pembelajaran ingin mengubah kapasitas peserta didi dari tidak tahu, menjadi tahu. Dari tidak bisa atau tidak mampu, menjadi bisa atau mampu dan ke tiga, mengubah sikap peserta didik dari tidak mau, menjadi mau.
Bila kita telusuri apa yang sudah dilakukan oleh guru atau pedidik di sekolah, mungkin mereka, guru sudah berhasil mengubah peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu, atau dari pengetahuan yang sedikit, berubah menjadi banyak pengetahuan mereka. Bisa jadi, saat ini para guru kita pun sudah berhasil mengubah kemampuan peserta didik dari tidak bisa menjadi bisa atau terampil.
Namun, jujur saja, bila kita evaluasi dan analisis, dunia pendidikan kita masih belum berhasil mengubah sikap peserta didik dari tidak mau, menjadi mau. Penyebabnya, pasti tidak tunggal.
Artinya, banyak faktor yang menyebabkannya. Realitas kontemporer, output dari lembaga pendidikan kita banyak yang tidak mau dan tidak mampu bersaing.
Oleh sebab itu, orang tua harus mau memberikan peran untuk membantu sekolah mampu menyiapkan peserta didik di sekolah mau dan mampu berkompetisi, di sekolah dan di luar sekolah lewat kegiatan-kegiatan perlombaan yang diselengarakan oleh banyak pihak. Ada banyak kompetisi yang bisa diikuti oleh anak-anak kita, mulai dari lembaga pendidikan yang kita sebut PAUD hingga Perguruan Tinggi.