Oleh Tabrani Yunis
Tulisan ini, sudah terlambat, bila mau ditulis atau digolongkan sebagai citizen reporting. Dikatakan terlambat, karena tidak ditulis dan dilaporkan langsung dari tempat peristiwa atau kejadian dan atau tempat yang sedang dikunjungi.
Idealnya sebuah citizen reporting itu ditulis ketika si penulis sedang berada di suatu tempat yang ia kunjungi, atau sedang melihat sebuah event, peristiwa dan atau kegiatan-kegiatan tertnetu, lalu melaporkan secara tertulis di tempat itu. Misalnya, kalau kita sedang berkunjung ke kota tua Montreal, Canada, lalu ada yang menarik untuk kita laporkan kepada orang lain lewat tulisan, kala itu kita sudah menulis yang namanya citizen reporting.
Bisa juga ketika sedang mengikuti sebuah acara seminar atau sedang berada di kota Helsinki, Finlandia, kala itu langsung menulis dan mengirimkan ceritanya ke media. Tapi, kalau tulisan ini tidak ditulis ketika sedang melakukan perjalanan menjelajah dua Negara, Malaysia dan Singapura yang dilalui dalam satu hari itu. Tulisan ini ditulis setelah penulisnya kembali ke tanah air, melakukan aktivitas rutin.
Nah, walaupun tidak termasuk dalam kategori citizen reporting, ya, anggap saja ini adalah catatan perjalanan. Sebut sajalah "Catatan Perjalanan menjelajah dua Negara", yakni Malaysia dan Singapura. Sebuah perjalanan yang dimaksudkan untuk kegiatan Traveling literacy buat dua buah hati, yang masih belum pernah menapakan kaki di luar negeri, namun sudah banyak tahu kedua Negara tersebut dari acara televisi yang mereka tonton.
Tulisan ini pun, bukan tentang catatan hari pertama berada di Kuala Lumpur, tetapi catatan perjalanan di hari kedua. Kami sudah memasuki hari kedua. Di hari kedua ini, merupakan perjalanan lanjutan ke objek wisata yang sudah direncanakan. Alhamdulilah, di hari pertama saja, sudah banyak tempat wisata dan tempat belanja souvenir kami singgahi. Bagi yang punya banyak uang, bisa wisata belanja. Bagi yang pas-pasan, ya cukup beli sedikit saja.
Di hari kedua ini, setelah singgah menikmati dan memetik pelajaran di proyek Sungai Nadi kehidupan (The River of Life Project) yang terletak di pusat kota Kuala Lumpur, mengunjung the Chocolate Kingdom dan melihat dari dekat the Batu Caf, kuil peninggalan Hindu yang dibangun oleh etnis India di Malaysia itu, kami melanjutkan perjalanan ke objek wisata negeri jiran yang katanya penuh tantangan dan ramai dikunjungi para wisatawan, lokal dan internasional, yakni dataran tinggi Genting, alias Genting Highland.
Genting Highland atau dataran tinggi Genting itu tidak asing dalam pikiranku. Bukan karena aku sudah pernah berkunjung ke objek wisata ini, tetapi karena ada yang membicarakan atau bercerita tentang pengalaman menarik di kawasan ini, walau sebenarnya ke Malaysia bukan yang pertama kali, namun ke dataran tinggi Genting belum pernah. Maka, perjalanan ke Genting highland itu penuh rasa penasaran.
Ingin tahu apa saja yang istimewa untuk dinikmati di tempat itu. Walau sebenarnya bisa dicari tahu di internet. Namun, bukan hanya soal ingin tahu, tetapi ingin menikmati suasana dan hal-hal apa saja yang menantang. Tentu bukan aku dan keluargaku saja yang ingin merasakan kenikmatan dan kesejukan Genting Highland.
Perjalanan kami ke objek wisata Genting Highland juga bersama 3 keluarga lain yang sama-sama dalam satu paket perjalanan tour itu, seperti Bu Eka dan keluarga, Noni beserta anak-anaknya dan juga Lulu sekeluarga. Mereka juga ingin bisa cepat tiba di Genting Highland tersebut.
Rasa penasaran tersebut sempat terganggu, karena bus wisata yang mengantarkan kami hingga ke Awana Skyway mengalami sedikit kerusakan saat dalam perjalanan mendaki ke Awana Skyway yang berada di ketinggian 2000 meter itu. Bus kami terhenti dan tidak sanggup mendaki, yang mungkin karena kepanasan. Namun sang sopir dengan sigap mendinginkan mesin selama beberapa menit di sisi kiri jalan. Setelah dingin, bus melanjutkan perjalanan hingga tiba di Awana Skyway.