Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Batu Cave, Bukti Keberagaman Malaysia

Diperbarui: 5 Desember 2018   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

 Ada sebuah pepatah lama yang seringkali kita dengar di tengah-tengah masyarakat kita, walau sekarang pepatah itu mungkin sudah memudar di telinga kita, sejalan dengan perubahan zaman. 

Pepatah itu berbunyi, " Jauh berjalan, banyak dilihat. Lama hidup, banyak dirasa". Artinya, semakin jauh kita berjalan dan menjalani kehidupan, semakin banyak yang dapat kita lihat atau saksikan. Semakin lama kita hidup, maka semakin banyak hal yang kita rasakan dan kita alami. Pejalanan dan kehidupan yang jauh dan lama itu, akan lebih bermakna apabila bisa memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Termasuk perjalanan yang sedang aku dan anak-anak berserta istriku lakukan saat ini.

 Apa yang sedang aku lakukan lewat tulisan ini adalah membuat perjalanan atu tour ke dua Negara bersama dua anakku, Ananda Nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis serta isteriku Mursyidah Ibrahim, bisa menambah banyak apa yang dilihat, bisa menambah banyak yang bisa dinikmati. 

Lalu, agar the traveling literacy ini lebih bermakna dan bermanfaat, semua yang dilihat, didengar, dinikmati selama dalam perjalanan yang hanya empat hari ini, aku abadikan dalam tulisan, sebagai pengganti oleh-oleh yang biasanya dalam bentuk barang atau benda. 

Oleh-oleh yang diberikan kepada teman, sahabat, saudara dan kerabat yang kerap bertanya atau meminta oleh-oleh atau souvenir dari sebuah daerah atau sebuah Negara.

Untuk membeli banyak souvenir atau oleh-oleh di luar negeri, tentu bukan hal yang cukup berat bagi banyak orang, termasuk aku dan keluarga, karena terbatasnya kemampuan finansial dan perbedaan kurs mata uang kita, yakni Rupiah yang nilainya jauh lebih rendah dibandingkan negera-negera lain, seperti di Malaysia dan Singapore. 

Selain keterbatasan dan perbedaan nilai tukar mata uang, ada persoalan lain yang selalu kita hindari agar jumlah barang yang kita belanjakan tidak membuat bagasi kita overload.  

Kalau overload, risikonya adalah akan menambah besar biaya bagasi yang kita bawa. Masalahnya, bagasi kita di pesawat itu mahal. Oleh sebab itu, Aku jadikan tulisan ini sebagai oleh-oleh atau souvenir yang bisa dibagi kepada banyak orang, tanpa harus mengeluarkan dana yang besar. Selain itu, tulisan ini menjadi catatan bagi kedua anakku yang masih kecil. 

Paling tindak, nanti ketika mereka besar, mereka tidak mengetahui semua objek wisata yang pernah dikunjungi, lewat tulisan ini bisa menjadi pengingat buat mereka. Begitulah caraku membuat pernajalan ke sebuah daerah atau Negara.

 Ini adalah perjalanan traveling literacyhari kedua yang diawali dengan mengunjungi The River of life, dekat lapangan Merdeka, Kuala Lumpur dan dilanjutkan dengan mengunjungi Chocolate Kingdom, pusat souvenir coklat yang terkenal di Kuala Lumpur.  

Dua tempat yang memberikan pembelajaran yang berbeda. Pesona dan pembelajaran The River of Life, yang memberikan banyak pelajaran tersebut, sudah aku tulis dan posting di Kompasiana dua hari lalu. Sementara the Chocolate Kingdom, menjadi bagi dari tulisan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline