Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Menebar Virus Literasi di Negeri Para Tasawuf

Diperbarui: 1 Desember 2018   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. Tabrani Yunis

Membangun gerakan literasi di Aceh masih tetap perlu dilakukan oleh semua elemen. Di rumah, para orang tua harusnya memainkan peran ekstra menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca di dalam keluarga. Di sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal, kegiatan membaca merupakan kebutuhan nyata untuk bisa membangun kapasitas peserta didik yang mencakup tiga domain, yakni meningkatkan pengetahuan (cognitive), sikap atau perilaku (affective) dan ketrampilan ( physicomotoric), agar menjadi peserta didik yang cerdas, literasi adalah mutlak dilakukan. 

Di masyarakat, yang berada di luar sekolah, juga merupakan actor pendidikan yang harus secara sinergi membangun gerakan literasi, agar di level masyarakat, kemampuan dalam menyelesaikan masalah hidup bisa terselesaikan dengan baik dan benar. Apalagi pemerintah yang mempunyai amanat dari rakyat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Pemerintah memaang harus aktif dan pro aktif dalam membangun gerakan literasi anak negeri. 

Oleh sebab itu, mengingat bahwa persoalan minat baca masyarakat Indoneisa yang rendah, daya membaca juga lemah, sementara Negara bertanggung jawab dalam mencerdaskan rakyat, gerakan literasi memang harus dilakukan dengan sangat aktif dan produktif. Jadi, semua harus mau mengambil peran dan bekerja sama secara berkelanjutan untuk membangun gerakan literasi ini. 

Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh sebagai sebuah organisasi Non Pemerintah ( Ornop) atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Non Govermental Organization (NGO), sejak awal berdiri di tahun 1993 sudah secara aktif melakukan kegiatan-kegiatan literasi di kalangan perempuan dan anak.

Membangun kemampuan literasi di kalangan perempuan dan anak, menjadi  literacy mainstreaming dalam upaya memberdayakan dan memperkuat perempuan dan anak. Tiga  contoh nyata yang bisa dilihat saat ini, pertama melakukan pelatihan atau training kepada para perempuan dan anak yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan mengubah perilaku buruk menjadi lebih baik. 

Kedua, menerbitkan majalah perempuan yang kemudian diberi nama " Majalah POTRET". Sebuah media yang pada mulanya adalah media atau majalah Perempuan Aceh. Namun bermetamorfosis, berubah menjadi media perempuan yang kritis dan cerdas. 

Majalah yang diterbitkan dalam rangka membangun gerakan literasi di kalangan perempuan akar rumput (grassroots)di Aceh. Kemudian terus meluas dan meluas jangkauannya hingga menjangkau kepentingan anak- anak sekolah pada level sekolah menengah ke atas di Aceh dan Indonesia.

Ketiga, menyikapi persoalan melemahnya minat membaca dan berkarya di kalangan anak-anak usia dini, yakni usia anak-anak yang berada di PAUD dan level sekolah dasar, serta tidak tersedianya media kreatif dan edukatif di Aceh, maka majalah Anak Cerdas terbit untuk menyikapi hal tersebut. 

Maka, pada bulan Mai 2013, majalah Anak Cerdas diterbitkan dalam rangka membangun gerakan gemar berkarya sejak usia dini di Aceh dan Indonesia. Kini majalah Anak Cerdas sudah terbit hampir enam tahun mengembara di rumah dan di sekolah serta di pustaka-pustaka yang memberikan pelayanan membaca kepada anak-anak, dari kota hingga pelosok desa.

Idealnya, kegiatan-kegiatan seperti yang dilakukan oleh CCDE beserta majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas tersebut mampu melakukan gerakan tersebut sendiri, namun itu tidak mungkin. Membangun gerakan literasi, seperti disebutkan di atas, tidak akan mampu dikerjakan oleh satu organisasi atau satu instansi pemerintah saja, tetapi pekerjaan besar ini harus melibatkan banyak orang atau pihak atau stakeholders

Maka, diperlukan sinergi, saling merangkul, memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk bisa secara bersama-sama bergerak membangun gerakan literasi anak negeri ini. Kita ketahui bahwa di tengah masyarakat kita, sangat banyak inisiator pendidikan  yang harusnya dirangkul untuk membantu pemerintah membangun gerakan literasi anak negeri ini. Namun sayang, mereka dibiarkan bekerja sendiri-sendiri menjalankan visi dan misi literasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline