Oleh Tabrani Yunis Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan lembaga dan tempat kita belajar segala bidang ilmu pengetahuan. Sekolah merupakan tempat kita belajar melatih berbagai ketrampilan dan sekolah juga menjadi tempat kita belajar membentuk dan memperbaiki akhlak, budi pekerti serta membangun kemauan untuk melakukan perubahan yang lebih baik, sebagaimana termaktub dalam tujuan pendidikan nasional.
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohan, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa bertanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dari pengertian di atas, sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan formal, idealnya melahirkan peserta didik atau manusia-manusia cerdas yang dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya, manusia Indonesia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bukan hanya itu, dengan kecerdasan dan iman yang kuat, sekolah idealnya juga diharapkan mampu melahirkan peserta didik yang berpengetahuan tinggi, memiliki ketrampilan hidup yang kreatif, inovatif dan produktif sehingga mampu membangun kehidupan yang mandiri serta memiliki rasa dan kemauan untuk memikul tanggung jawab social dan berbangsa.
Nah, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dijadikan bengkel atau tempat menempa ilmu, ketrampilan dan budi pekerti atau akhlak yang mulia, sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan formal menyimpan berbagai sumber pengetahuan, ketrampilan dan teladan, memiliki banyak sumber daya manusia yang menjadi pendidik, pengajar dan pemandu kehidupan anak di sekolah yang kita kenal sebagai guru.
Seorang guru, ketika ia melakukan kegiatan pengabdiannya sebagai guru dan pendidik yang sekaligus juga teladan bagi anak didik, sesungguhnya mereka adalah juga para kontributor pendidikan. Dikatakan kontributor pendidikan, karena mereka sudah menyumbangkan atau mendermakan pengetahuan, ketrampilan dan juga teladan yang baik kepada peserta didik agar peserta didik menjadi cerdas dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Jadi, sekolah juga menjadi tempat berkumpulnya para kontributor pendidikan yang memfokuskan diri untuk menyiapak peserta didik menjadi manusia yang dewasa yang bertanggung jawab dan mandiri.
Sejalan dengan semakin majunya dan berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi, mendorong media komunikasi semakin tumbuh dan berkembang pesat. Kemajuan ini membuat industry komunikasi semakin berkembang. Bermunculannya media komunikasi social, media online yang menyebarkan segala bentuk berita, lembaga-lembaga pendidikan dan dunia pendidikan secara umum ikut menjadi objek yang diberitakan, baik yang positif maupun yang negative.
Maka, mengingat derasnya arus informasi yang tak terbendung tersebut, kalangan sekolah atau lembaga pendidikan perlu menyiapkan tenaga kontributor pendidikan. Diharapkan bisa menyiapkan tenaga kontributor yag handal di dunia media yang membuat distribusi informasi mengenai pendidikan di sebuah tempat atau daerah bisa semakin cepat dan bahkan membanjiri segala ruang dan waktu, agar guru dapat mengimbangi pemberitaan atau informasi yang kerap kurang jelas dan tendensius terhadap dunia pendidikan atau lembaga pendidikan.
Oleh sebab itu, guru dituntut menjadi kontributor pendidikan untuk media. Ini perlu karena banyaknya informasi mengenai sekolah atau lembaga pendidikan, baik dalam bentuk persoalan, maupun potensi sekolah yang harus juga disebarluaskan kepada public. Sehingga di era global yang serba digital ini diharapkan guru juga bisa menjadi kontributor pendidikan yang menyebarluaskan informasi-informasi mengenai pendidikan, sekolah dan segala aktivitas di lembaga pendidikan tersebut. Paling tidak, dengan kehadiran para kontributor pendidikan dari kalangan guru, bisa mengimbangi derasnya arus informasi yang tidak mendukung proses pendidikan yang sedang dijalankan.
Banyak hal positif dan inspiratif yang bisa diangkat atau dipublikasikan di berbagai media yang ada, baik media cetak maupun media online atau daring. Hal-hal positif tersebut tidak terpublikasikan karena minimnya guru atau praktisi pendidikan di setiap lembaga pendidikan seperti halnya di Aceh di berbagai tingkat atau jenjang pendidikan yang mau menulis tentang hal-hal tersebut.
Di samping itu, banyak guru atau praktisi pendidikan yang tidak memiliki akses terhadap media yang dapat menulis atau publikasi cerita-cerita mengenai pendidikan di Aceh. Kalaupun ada berita atau tulisan mengenai sekolah, atau lembaga pendidikan selama ini tidak banyak ditulis oleh para guru atau pelaku pendidikan tersebut. Sehingga pemberitaan mengenai pendidikan menjadi tidak berimbang.
Idealnya para guru dan pelaku pendidikan yang berada di sekolah atau lembaga pendidikan tersebut mau menulis atau menceritakan hal-hal tesebut dalam berbagai bentuk tulisan, baik dalam bentuk berita, reportase, cerpen, feature, opini dan bahkan bentuk sastra lain seperti puisi atau pantun. Menyadari hal ini, Dinas Pendidikan Aceh
yang mengusung misi pembangunan Aceh saat ini dengan konsep Aceh Carong (Aceh yang Cerdas) sadar kondisi itu. Apalagi visi Aceh Carong yang menjadi visi pembangunan Aceh yang diprogramkan oleh Irwandi Yusuf (Gubernur non aktif). Untuk mewujudkan impian tersebut, Dinas Pendidikan Aceh yang membidangi pendidikan di Aceh melihat penting menyiapkan kontributor pendidikan yang akan menulis atau mengulas soal pendidikan di Aceh. Sehingga para guru bisa menjadi kontributor yang menulis tentang perkembangan pendidikan di daerah masing-masing di berbagai media, baik cetak maupun media online. Dengan demikian, para guru yang memiliki kemampuan dan kemauan menulis bisa berpartisipasi aktif mempublikasikan berita pendidikan dari lapangan atau langsung dari sekolah mereka.