Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Wujudkan " Lautku Bebas Sampah" dari Rumah

Diperbarui: 4 Desember 2017   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentas Pribadi

Anda pasti akan marah atau tersinggung, kalau anda dituduh oleh seseorang telah  mengotori laut,  membuang sampah ke laut. Konon lagi membuang plastik ke laut. Pasti anda merasa tidak pernah membuang sampah ke laut. Alasannya, karena anda tidak tinggal di pinggir laut. Kalau tinggal di tepi laut bisa jadi setiap hari membuang sampah ke pantai atau di pinggir laut.

Apalagi anda tinggal di kota atau di pegunungan yang sangat jauh dari laut.  Jadi, sangat jelas rasanya tidak pernah membuang sampah, termasuk sampah plastik ke laut. Anda pun merasa tersinggung, malah membantah atau memarahi orang yang menuduh anda.  Perasaannya, mana mungkin Anda membuang sampah ke laut?  Ini pasti tuduhan yang tidak mendasar. Begitulah sikap banyak orang.

Ya, pasti akan banyak orang yang merasakan hal seperti ini. Sering merasa tidak bersalah sama sekali. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan perubahan gaya hidup, katanya  gaya orang zaman modern yang sudah meninggalkan cara-cara tradisional, maka kita setiap hari , terus bersentuhan dengan plastik, menggunakan barang-barang yang terbuat dari bahan plastik. Tidak percaya? Coba amati diri kita sendiri. Pasti tidak bisa membantah bahwa kita selama ini setiap hari akan menggunakan plastik. 

Di rumah kita ada banyak kantong plastik yang kita bawa pulang dari pasar untuk membungkus belanjaan kita.  Bila kita tinggal berdekatan dengan toko kelontong dan anda membeli sekilo gula pasir, maka ketika anda membeli sekilo gula pasir, ada dua plastik yang anda bawa pulang. Pertama, plastik bungkusan gula itu sendiri, lalu kedua, ditambah dengan satu kantong plastik untuk mengisi gula yang sudah diplastikan itu.

Di kalangan masyarakat kota yang setiap bulan berbelanja ke supermarket, atau mall, pasti akan lebih banyak membawa pulang kantong plastik. Semakin banyak barang yang dibeli, maka semakin banyak plastik yang dibawa pulang. Semua plastik yang kita bawa dari  pasar, baik tradisional maupun pasar modern dan  toko kecil atau kios, itu akan masuk ke keranjang (tong) sampah (garbage bin) yang ada di rumah masing-masing. Bukan hanya itu, ketika sampah di dalam keranjang sampah yang di kamar atau di dapur sudah penuh, kita akan menggunakan lagi satu plastik, untuk memuat sampah yang ada di dalam keranjang atau tong sampah tersebut agar mudah membuangnya.

Ketika kita mengonsumsi minuman-minuman ringan, air mineral, roti dan lain-lain, maka setiap kali minum air kemasan dan makan roti, kita akan menggunakan plastik. Jadi plastik semakin menjadi kebutuhan setiap orang. Ya, plastic is inevitable in modern society.Plastic is everywhere. Sangat massive dan  berbahaya bukan? Artinya demand terhadap plastik, bukan saja dari kebutuhan toko-toko besar, toko dan pasar tradisional yang menyediakan plastik untuk membawa pulang barang belanjaan, di rumah pun selalu membutuhkan plastik. Oleh sebab itu industri plastik pun menjadi semakin maju dan semakin banyak memproduksi plastik. Kita pun tidak pernah tahu, berapa banyak plastik diproduksi dan berapa banyak dalam satu menit kita menggunakannya. Pernah terbayang kah?

Ternyata, setiap tahun produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau setara 14 juta pohon. Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya, dan 50 persen dari kantong plastik tersebut dipakai hanya sekali lalu langsung dibuang. Dari angka tersebut, menurut Dirjen Pengelolan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih, hanya lima persen yang benar-benar didaur ulang. Jadi rupanya  begitu banyaknya kita menggunakan plastic dalam sehari. 

Oleh sebab itu, jangan pernah marah kalau ada orang mengatakan bahwa kita selama ini, siapa pun kita sebenarnya selama ini sudah berkontribusi besar dalam membuang sampah ke laut. Ya, jangan pikir bahwa orang di hulu sungai atau di pegunungan tidak membuang sampah ke laut. Untuk membuang sampah ke laut, tidak harus kita secara langsung membuangnya ke laut, tetapi dengan membuang sampah apapun, termasuk sampah plastic di tepi atau pinggir sungai, itu berarti kita sudah membuang sampah plasti ke laut. Sebab, ketika banjir datang melanda, semua sampah plastic yang ada di pinggir sungai akan terbawa ke laut. Dengan demikian, penumpukan sampah plastic di laut akan terus bertambah dan bertambah.

Bisa jadi, karena kita tidak peduli, tidak mau tahu atau sama sekali menganggap bahwa membuang sampah plastic ke laut tidak berpengaruh apa-apa, kita terus lengah dan membuang sampah ke laut, kini tanpa disadari jumlah sampah plastik di laut semakin tidak terbendung akibat perilaku dan rendahnya kesadaran masyarakat kita Indonesia terhadap isu sampah di laut. Akibatnya, selain memposisikan Negara kita Indonesia menjadi penyumbang sampah plastic terbesar kedua di dunia yang mencapai 187,2 juta ton setelah Cina, kerusakan ekosistem di laut tidak dapat terhindarkan.

Ketika jumlah sampah plastic di laut terus bertambah dan tidak terbendung, maka bencana kerusakan ekosistem laut akan terus mengancam hidup kita. Ancaman pertama memang akan dirasakan langsung oleh biota-biota laut yang beragam itu. Tidak dapat dihindari, ketika biota laut mengalami pencemaran, maka manusia yang mendapatkan sumber energy dari laut, juga akan tercemar. Bukan hanya menimbulkan berbagai macam dampak buruk yang sifatnya jangka pendek, tetapi bisa jangka panjang yang mematikan. Selayaknya masyarakat sadar dan kembali mendengar firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 yang artinya, ,  "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)"

Mengingat dahsyatnya dampak buruk yang akan ditimbulkan oleh banyaknya sampah plastic di laut kita saat ini, bukan hanya pemerintah Indonesia yang merasa resah, tetapi juga pemerintah dari Negara-negara lain, termasuk Denmark. Kini, pemerintah Indonesia bertekad untuk mengurangi sampah plastik laut dan mewujudkan Indonesia bebas sampah 2020. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline