Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Kado yang Memerdekakan Guru

Diperbarui: 26 November 2017   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews.com

Menjelang tanggal 25 November 2017 ini banyak orang menyampaikan ucapan " Selamat  Hari Guru Nasional", sebagai wujud apresiasi terhadap guru di tanah airBukan hanya sekadar menyampaikan ucapan selamat, ada pula orang tua yang secara sadar mengingatkan anak-anak mereka yang masih bersekolah agar membawakan hadiah kepada guru sebagai ungkapan terima kasih. 

Bahkan, anak sendiri yang mengingatkan kepada orang tua agar ia diberikan sedikit uang guna membeli sedikit hadiah kepada guru yang bertepatan dengan hari guru yang dirayakan secara serentak di tanah aor pada tanggal 25 November yang juga bertepatan dengan hari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Banyaknya ucapan selamat yang disampaikan lewat media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp dan lain-lain itu, juga munculnya kesadaran orang tua dan anak untuk memberikan sedikit hadiah sebagai ungkapan terima kasih kepada bapak dan ibu guru terebut adalah sebuah sikap positif dan terpuji.

Oleh Tabrani Yunis

Biasanya, orang-orang yang mau dan sadar memberikan ucapan selamat, memberikan sedikit buah tangan atau kado sebagai kenang-kenangan berupa barang-batang kecil seperti bros, tas, baju dan sebagainya itu adalah orang-orang yang pintar atau pandai bersyukur. Ya bersyukur karena  orang tua dan anak tahu bahwa para guru sudah sangat banyak membantu anak-anak mereka tumbuh dan berkembang dengan penguasaan ilmu, ketrampilan dan pembentukan karakter atau budi pekerti yang baik di sekolah.

Diakui atau tidak, para guru sudah banyak yang berhasil membuat anak-anak mereka menjadi banyak tahu, banyak bisa dan banyak yang mau melakukan sesuatu dengan baik dan benar. Banyak orang tua yang sadar bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan atau diberikan para guru kepada anak-anak mereka di sekolah itu, banyak yang tidak sanggup dilakukan oleh orang tua, walaupun sebenarnya tugas mendidik dan mengajar serta membentuk perilaku baik pada anak tersebut berada di tangan pertama, yaitu orang tua, ayah dan ibu. 

Dengan adanya bantuan guru, anak-anak kita sudah banyak tahu, sudah banyak bisa melakukan sesuatu dan bahkan yang paling sulit itu adalah menumbuhkan kemauan anak-anak untuk melakukan sesuatu yang kita anggap baik. Makanya hingga saat ini, kendati sudah banyak teknologi canggih yang hadir dalam kehidupan kita, peran guru masih belum bisa tergantikan.

Bila kita bandingkan apa yang kita berikan di Hari Guru Nasional berupa hadiah kecil atau kado tersebut, tidak sebanding dengan jasa guru dalam mengajar dan mendidik anak-anak kita setiap hari di sekolah. Hebatnya lagi, umumnya guru yang juga merayakan Hari Guru Nasional tersebut, sebenarnya tidak pernah berharap agar anak-anak dan orang tua memberikan hadiah. 

Bahkan banyak guru yang mungkin enggan menerima hadiah tersebut karena takut disebut melakukan pungutan liar atau gratifikasi. Ketakutan itu wajar, karena selama ini sudah ada petugas yang mengawasi segala bentuk pungutan yang terjadi di sekolah. Padahal, untuk tataran memberikan hadiah kepada guru di hari guru tersebut harusnya dibangun kesadaran kepada anak agar sejak  kecil sudah mau menghargai jasa guru.

Nah, bertepatan dengan Hari Guru Nasional (HGN) ini, selayaknya guru juga bisa diberikan sebuah kado istimewa. Kado berupa keistimewaan bagi guru berupa sebuah kemerdekaan. 

Ya, selayaknya guru memperoleh kemerdekaan dirinya. kemerdekaan dalam melakukan pengembangan diri (self development), dalam pengembangan pembelajaran di kelas,  dalam menjalankan tugas dan rutinitas sehari-hari, termasuk kemerdekaan untuk memimpin organiasi guru, yakni PGRI dari tingkat pusat hingga ke tingkat kecamatan. Memberikan kemerdekaan menjadi pemimpin organisasi guru adalah salah satu wujud kemerdekaan dalam befikir dan bertindak.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam realitas sejarah PGRI menunjukkan bahwa para guru sebagai anggota PGRI selama ini telah dikondisikan sebagai anggota yang budiman. Guru  cukup bangga sebagai anggota tanpa bisa mengembangkan jiwa kepemimpinan lewat PGRI. Kalau pun mendapat posisi, bukan pada posisi strategis. 

Bahkan sebagai anggota PGRI, guru dikondisikan dengan berbagai label yang mematikan sikap kritis, mematikan nyali untuk menyampaikan kebenaran terhadap hal-hal yang dijalankan melewati batas mandat. Sehingga, realitas saat ini, para guru anggota PGRI menjadi anggota yang tidak memiliki daya kritis, takut bersuara dan sebagainya, karena akan terancam jabatan dan segalanya, lalu membiarkan saja apa yang terjadi dalam perjalanan organisasi ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline