There is nothing is impossible. Everything is possible (Tidak ada yang tidak mungkin, segalanya bisa mungkin). Begitulah hidup ini berjalan. Kadangkala kita mengira bahwa sesuatu itu tidak mungkin bisa terjadi, namun suka atau tidak suka, bisa terjadi. Pokoknya, semua hal bisa terjadi. Ada yang kita harap-harapkan terjadi pada diri kita, namun tak kunjung datang atau terjadi. Sebaliknya sesuatu yang tidak kita ingin, tidak kita sukai atau tidak menjadi harapan, malah itu pula yang didapatkan.
Terkadang tidak masuk di akal, ya tidak terpikirkan, namun itulah yang terjadi. Hal semacam ini sangat sering terjadi di dalam hidup kita. Ya, banyak orang yang mengalami hal semacam ini. Salah satunya adalah apa yang dirasakan oleh Pak Anwar, S.Pd.I, M.Pd.I, yang kini menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri Sarah Gala, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur.
Ia sangat tidak berharap harus menjadi kepala sekolah di daerah yang terisolir. Ia pun tidak pernah bayangkan kalau dia tiba-tiba ditempatkan di sekolah yang letaknya jauh dari kota dan sulit dicapai dalam waktu singkat dan mudah dilewati kenderaan itu.
Dalam sebuah pertemuan singkat ketika, di sela-sela mengikuti lomba budaya mutu SD wilayah i 3T tingkat Propinsi Aceh tahun 2017 di hotel Lading, Banda Aceh, Pak Anwar sempat bercerita panjang lebar tentang kisah ia terdampar menjadi Kepala Sekolah Dasar Negeri Sarah Gala yang masuk dalam kategori wilayah 3 T.
Sambil meneguk segelas kopi dan beberapa potong kue yang disediakan oleh panitia, ia memulai ceritanya. Ia pernah sangat kecewa, ketika mendapat tugas sebagai kepala sekolah di wilayah 3 T, yakni di SD Negeri Sarah Gala, di Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur pada tahun 2016 lalu. Ya, ia merasa seperti sengaja dizalimi, maka ia sangat kecewa. Kekecewaannya itu sebenarnya sangat beralasan, walau hanya diungkapkannya dalam pikiran sendiri.
Ya bisa dibayangkan, sebelumnya ia mengajar di sekolah-sekolah yang tergolong hebat. Ya menjadi guru di sekolah inti, termasuk sekolah percontohan. Bukan hanya itu, bila kita lihat dari prestasi yang ia raih selama menjadi guru, Pak Anwar sudah meraih banyak hadiah atau penghargaan. Ia pernah menoreh sebuah prestasi sebagai juara 1 (satu) guru berprestasi tingkat Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2015. Pak Anwar juga pernah meraih juara 3 (tiga) guru berprestasi di tingkat Provinsi Aceh tahun 2015 mewakili Aceh Timur.
Idealnya, dengan prestasi yang sudah ia ukir tersebut, dia pantas diberikan kepercayaan sebagai Kepala Sekolah di sekolah-sekolah yang berstatus unggul atau percontohan. Wajar kalau muncul sejumlah pertanyaan dalam hatinya, mengapa apresiasi yang diberikan kepadanya atas prestasi yang pcapai itu dengan menjadikan ia sebagai Kepala Sekolah di daerah terpencil. Apalagi ketika ia tahu, teman --temannya yang lain mendapat prestasi seperti yang ia raih, penghargaan yang mereka dapat adalah diangkat sebagai Kepala Sekolah di sekolah inti yang bisa meningkatkan karier dan sekaligus bisa mengikuti ajang Kepala sekolah berprestasi.
Mengapa ia dibuang ke pelosok ? Itulah sejumlah pertanyaan yang ternyata, hanya terlintas dalam hatinya. Seharusnya ia juga layak mendapat apresiasi yang sama seperti teman yang lain.
Mungkin itu pulalah apa yang dikatakan orang bijak atau pepatah lama bahwa " Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak". Begitulah arti kehidupan. Kita bisa merencanakan, tetapi Tuhan yang menentukan. Namun terlahir sebagai orang yang tidak mudah putus asa dan senang berinovasi, Anwar kelahiran tahun 1991 yang bermental juara itu, menjalankan tugasnya sebagai kepala Sekolah dengan penuh tanggung jawab dan berdedikasi tinggi.
Ya, setelah ia menyelesaikan diklat P4TK tentang Instruktur Nasional guru pembelajar di Banda Aceh, tanggal 8 Agustus 2016 ia pun diantar ke sekolah baru yang jauh dari kota itu. Maka, hari itu menjadi hari bersejarah bagi diri Pak Anwar, karena selama hidup belum pernah menempuh perjalan yang begitu ekstrim dengan menapaki kaki di Desa Sah Raja. Desa yang terletak di wilayah Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh timur itu. Di sanalah letaknya Sekolah baru, tempat penulis ditugaskan.
Lebih lanjut ia bercerita, perjalanan menuju Desa Sah Raja, Kecamatan Pante Bidari kala itu terasa berat. Ya, kondisi jalan sangat rusak, berlubang lubang . Tidak hanya berlubang, tetapi penuh dengan batuan dan tanah merah berlumpur. Semakin terasa berat karena jalan yang ditempuh harus pula dengan mendaki bukit-bukit yang sangat terjal. Kondisi ini masih pada musim kemarau, belum lagi pada mism hujan. Jika musim hujan tiba, malah jalan itu tak bisa dilewati. Ini memang perjalanan berat dan seperti merasa tersisih dibandingkan dengan nasib kawan-kawan lain.