Sahabatku, Teuku Masrizal yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kecamatan Trumon Timur, tadi sekitar pukul 09.33 mengirimkan sebuah gambar atau foto tentang peristiwa banjir yang sedang melanda Kecamatan yang berada di bawah pimpinannya itu. lewat pesan yang ia kirim lewat WA, ia bercerita bahwa sejak tanggal 8 November 2017 curah hujan di daeranya berada pada intensitas tinggi, ya karena sudah masuk musim hujan.
Tingginya curah hujan tersebut, menyebabkan banjir terjadi di Trumon Timur. Menurut Pak Teuku Masrizal, banjir yang melanda daerahnya ini adalah banjir kiriman dari limpahan sungai, Krueng Singkil. Akibatnya kampung-kampung yang berada dalam wilayah Kecamatan Trumon Timur ini dilalui oleh limpahan banjir itu menggenangi Titi Poben dan Seuneubok Pusaka dan berikutnya ke Lhok Raya, Kecamatan Trumon Tengah dan Padang Harapan di Kecamatan Trumon Induk.
Dampak banjir ini bukan saja pada keugian tanaman masyarakat, sawit, jagung dan holtikultura lainnya, namun juga membawa pengaruh besar terhadap proses belajar anak-anak sekolah. Anak-anak sekolah tidak bisa bersekolah karena jalan ke sekolah tidak bisa dilalui. Paling kurang, ada 48 kepala keluarga di Kampung Seunebok Pusaka dan 15 kepala keluarga di Titi Poben yang menerima dampak langsung akibat banjir ini. Kejadian ini sebenarnya terus terjadi setiap tahun. Ya peristiwa yang terus berulang.
Nah, sebagai seorang Camat, beliau tentau tidak boleh berdiam diri. Ya, harus melakukan koordinasi dan konsultas dengan pimpinan dan Dinas terkait di kabupaten Aceh Selatan itu, agar selalu siaga menghadapi bencana banjir yang sedang melanda. Katanya, sebelum bencana banjir ini, pemerintah Kabupaten Aceh Selatan telah berupaya untuk melakukan penguatan masyarakat melalui pembentukan KSB (Kelompok Siaga Bencana) di samping terus berupaya secara teknis untuk mengatasinya.
Syukurlah. Semoga tidak terus memburuk, karena kemungkinan peluang hujan deras masih mengancam. Banjir di Trumon, mungkin memang belum begitu buruk, tetapi di Kabupaten Singkil, bisa jadi jauh lebih buruk dan mengancam seperti pengalaman banjir tahun lalu yang begitu parah.
Menurut berita yang disiarkan olehg SERAMBINEWS.COM, hari ini tanggal 10 November 2017 - Banjir merendam jalan Singkil-Subulussalam, tepatanya di kawasan Bulu Sema, Kecamatan Suro, Aceh Singkil, Rabu (8/11/2017) dini hari. Ketinggian air di badan jalan mencapai semeter lebih. Antrean kendaraan mencapai 1 kilometer. "Akibat banjir kendaraan tidak bisa melintas. Antrean kendaraan dari lokasi jembatan sampai ke depan Polsek Suro," lapor Andri warga setempat.
Terkait wilayah mana saja yang dilannda banjir, Kompas.com, 08/11/2017 memaparkan data BPBD Aceh Singkil menyebutkan, sejumlah desa di Kabupaten Aceh Singkil yang terendam banjir adalah Desa Bulu Sema Kecamatan Suro, Desa Silatong, Lae Riman, Ujung Limus, Tanjung Mas, Cibubukan dan Serasah dan Tugan Kecamatan Simpang Kanan. Selanjutnya Desa Rimo, Desa Cingkam Kecamatan Gunung Meriah.
Cerita soal banjir di Aceh, tentu bukan hanya apa yang sedang melanda dua kabupaten, masing-masing di Trumon, Aceh Selatan dan Singkil, Aceh. Sebelumnya sejak di bulan Januari 2017 sudah terjadi beberapa kali banjir yang melanda, termasuk banjir bandang yang mematikan. Kita masih ingat bencana banjir bandang yang melanda Kabupaten Aceh Tenggara yang menewaskan dua orang dan merusak 298 rumah pada tanggal 11 April 2017 lalu.
Tampaknya, bencana banjir yang terus dan akan terus melanda wilayah Aceh dan juga wilayah-wilayah lain di Indonesia, semakin tidak mampu kita atasi. Hanya Allah yang mampu mengatsinya. Sebab bila berharap kepada manusia yang memang di satu sisi dijadikan sebagai khalifah di muka bumi dan di sisi lain sebagai predator bumi, maka sejalan dengan semakin serakahnya manusia dalam merambah hutan, melakukan penambangan dan sebagainya, maka semakin buruk daya dukung alam, semkian buruk kualitas lingkungan, kualitas hutan, dan kualitas ekologi.
Bahkan bukan tidak mungkin bencana ekologi yang sangat menghancurkan bisa datang, justru karena ulah tangan dan keserakahan manusia. Sebagaimana kita ketahui selama ini, ketika terjadi banjir bandang, kita menyaksikan air lumpur dan kayu gelondongan dibawa air bah.
Jadi jelas banjir bandang itu akibat dari tindakan perusak hutan. Sayangnya, aksi perusakan hutan tersebut hingga kini tidak ada yang mampu menghentikannya. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain bagi kita, selain berdoa kepada Allah dan belajarlah hidup bersahabat dengan banjir. Manusia predator bumi sudah tidak punya nurani, sudah tidak punya telinga, kecuali sebuah kepentingan uang dan uang. Mungkin Tuhan telah menutup mata hati mereka, sehingga yang tampak hanyalah uang, uang, uang.