Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tradisi Menanam Pohon di Pulau Koh Yao Yai, Thailand

Diperbarui: 3 November 2017   15:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanam Pohon di Koh Yao Island (Dokumentasi Pribadi)

Dalam menjalani kehidupan ini, kadangkala ada banyak hal yang  terjadi dengan tidak disangka-sangka, atau tak terduga. Kadangkala  ada banyak hal yang kita rencanakan, tetapi tidak bisa diwujudkan. Begitu irama kehidupan seseorang. Aku sendiri, sering mengalami hal seperti ini. Misalnya pada tahun 2016 yang lalu, aku berencana untuk mengikuti acara ke Cina, tetapi karena beberapa alasan, acara tersebut tidak jadi dilaksanakan di Cina, tetapi kemudian dilaksanakan di Jakarta. Sementara, ada tempat yang tidak pernah direncanakan untuk dikunjungi, eh tanpa ada rencana, karena sebuah kegiatan, aku bisa ke sana.

Kala itu, bulan November 2009, baru 11 bulan usia anak pertamaku Ananda Nayla. Aku mendapat kesempatan untuk pergi lagi ke Phuket, Thailand. Ya, kala itu aku ikut kegiatan "Final evaluation of of Tsunami initiative program meeting", karena organisasiku Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh bekerja sama dengan International Youth Foundation (IYF) yang kantor pusatnya di Baltimore, Amerika. 

Di akhir program tersebut, organisasi-organisasi yang bekerja sama dengan IYF untuk program bantuan bagi para remaja di tiga Negara, masing-masing, Thailand, Srilanka dan Indonesia, dalam hal ini Aceh, mengadakan evaluasi akhir di Phuket, Thailand. Kala itulah, aku kembali lagi berkunjung ke Phanga, Thailand yang mengingatkan aku dengan Phanga, yang ada di Aceh jaya, Aceh, Indonesia seperti yang sudah aku tulis dalam tulisanku, Antara Dua Phanga, Aceh dan Thailand beberapa waktu lalu di Kompasiana.

Perjalanan kunjungan lapangan ke Phanga, Phuket, Thailand saat itu memang sangat menarik, karena banyak hal dan pelajaran menarik yang dapat dipetik. Paling tidak, aku bisa belajar bagaimana proses pendampingan terhadap para remaja yang dilaksanakan di Phanga tersebut oleh sebuah organisasi di Phuket saat itu. Selain itu, menikmati sajian kuliner Phanga dengan seafoodnya itu membuat kami menikmati sajian mereka dengan sangat lahap. Ya, memang sangat menarik.

Kendatipun apa yang kami nikmati di Phanga saat itu sangat menarik, namun ada perjalanan yang bagiku tidak disangka-sangka, ya aku tidak tahu kalau saat itu akan ada perjalanan membelah laut. Ya, perjalanan yang harus ditempuh dengan mengarungi laut dekat Andaman.  Sehingga, hari itu di hari ketiga pertemuan kami di sebuah hotel di Phuket tersebut, pada pagi itu, sekitar pukul 08.00 waktu Thailand, kami harus sudah berada di pelabuhan penyeberangan di pantai Phuket. 

Di sinilah, aku melihat kapal-kapal penangkap ikan yang besar-besar milik para nelayan atau mungkin pengusaha ikan di Phuket itu. Tidak ayal lagi, pada saat melihat kapal-kapal ikan itu, pikiranku malah tiba-tiba teringat akan cerita kapal Thailand yang mencari dan bahkan ada yang mengatakan mencuri ikan di perairan Indonesia, di lautan Hindia itu. Aku pun mengambil foto dan selfie di dekat kapal itu. Hingga kini foto itu masih ada dalam dokumenku.

Pagi itu, bagiku terasa agak takut, karena harus mengarungi laut. Apalagi aku sendiri sekian lama merasa tidak suka ke laut, apalagi untuk mengarungi laut. Ya, aku masih trauma dengan laut, karena pengaruh gempa dan bencana tsunami di Aceh yang aku alami. Namun, saat itu ada keinginan dan kemauan yang kuat untuk melawasn trauma itu. 

Akhirnya, aku harus menghibur hatiku dan aku harus melakukannya. Maka, tidak lama kemudian, kami satu rombongan yang jumlahnya hanya sekitar 10 orang,  mulai naik ke sebuah speed boat yang sudah siap menunggu. Aku merasa nyeri-nyeri sedap. Ya, karena speed boat itu tidak besar. Apalagi, ingatanku masih belum lepas dari trauma.

Boat mulai bergerak dan terus melaju dengan kecepatan tinggi. Kata nahkoda, perjalanan ke Kah Yao island akan memakan waktu 45 menit. Hmm, lama juga  kataku dalam hati. Dalam kecepatan boat yang tinggi itu, kami menyaksikan pulau-pulau kecil yang berbentuk batu-batu runcing di tengah laut. 

Ada pula atoll atau pulau karang dan pulau kecil dengan pantainya berpasir putih, terlihat begitu indah. Dengan perasaan yang penuh cemas, takut tenggelam di tengah laut, yang apa lagi tidak memakai pelampung di badan, akhirnya kami tiba di Kah Yao Island, setelah speed boat menepi dan kami merangkak naik ke pantai lewat pelabuhan yang terbuat / tempat bersandar speed boat yang terbuat dari bamboo dan kayu itu. Kami menginjakkan kaki di pulau yang tidak pernah ada dalam pengetahuanku. Ya, itulah Kah Yoi island.

Dokumentasi Pribadi

Kah Yao island  seperti yang aku baca dalam brosur wisata Phuket, Thailand itu menjelaskan bahwa"Koh Yao Noi dan Koh Yao Yai adalah sepasang pulau besar di tengah Teluk Phang Nga, yang berjarak sama dengan Phuket dan daratan Krabi. Sementara laju pembangunan mempercepat percepatan Koh Yao Noi, pulau-pulau ini tetap menjadi tempat perlindungan yang tenang yang terasa jauh dari keramaian Phuket. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline