Lihat ke Halaman Asli

Tabrani Yunis

TERVERIFIKASI

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Anyaman Pandan Segera Punah?

Diperbarui: 5 Agustus 2015   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Tas dari anyaman daun pandan pada Pameran Sentra Kreatif Rakyat (SKR) di Youth Center Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (22/11/2014). (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)

Hari ini, tanggal 4 Agustus 2015, di depan kantor Koperasi Provinsi Aceh yang terletak di Jalan T.P. Nyak Makam, Lampineung Banda Aceh banyak dipasang papan bunga. Papan bunga yang berjejer cukup panjang di trotoar dan sisi kiri jalan itu tampak sangat panjang, bahkan sampai ke belokan depan SD Negeri 24 pun jejeran papan bunga terlihat panjang. Bukan hanya di dua tempat itu, tetapi juga ada di bagian dalam perkarangan kantor koperasi tersebut. Panjang dan banyaknya papan bunga, ucapan selamat hari Koperasi yang ke-68 itu, karena banyaknya orang yang menyampaikan ucapan selamat. Hitung-hitung sebagai momentum memasang iklan murah saja, selama acara berlangsung. Di luar terlihat sangat meriah.

Ketika melihat banyaknya ucapan Selamat hari Koperasi yang ke-68 itu, tiba-tiba hati bertanya, mengapa hari Koperasi Indonesia itu diperingati pada tanggal 4 Agustus? Bukankah hari koperasi itu diperingati di setiap tanggal 12 Juli setiap tahunnya. Ya, setahu kita hari koperasi tersebut diperingati di setiap tanggal 12 Juli. Mungkin saja, panitia menggeser perayaannya pada tanggal 4 Agustus. Namun bila ini dilakukan seperti ini akan membuat orang mengira bahwa tanggal 4 Agustus adalah hari Koperasi.

Nah, apa yang menarik untuk diulas dari kegiatan peringatan hari Koperasi tersebut adalah pada pameran produk yang dilakukan oleh sejumlah "koperasi" dari masing-masing kabupaten/kota. Tidak terlalu banyak stan yang mereka buat. Hanya ada sekitar belasan stan. Dari belasan stan tersebut, beberapa koperasi menampilkan produk-produk yang sangat monoton dan bahkan ada beberapa produk yang bukan produk lokal, misalnya menjual pakaian jadi atau bibit tanaman. Jadi, kalau mau melihat tingkat kreativitas, inovasi, dan produktivitas tingkat produksi barang, tampak dengan jelas gambarannya pada sejumlah stan yang ada. 

Ada dua stan yang menjadi perhatian beberapa pengunjung, yakni stan Aceh Tamiang dan Pidie Jaya, yang memamerkan sejumlah anyaman pandan yang menarik. Ada beberapa bentuk produk yang mereka buat, namun masih sangat terbatas pada produk yang ukurannya besar-besar. Misalnya tikar pandan untuk tikar duduk, tikar dalam bentuk sajadah, dompet, sepatu, kotak tisu dan tempat serbet serta beberapa jenis tas saja. Jadi memang mereka menampilkan produk-produk yang sangat terbatas. Terbatasnya produk tersebut bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya tingkat kreativitas di bidang produksi memang kesannya masih rendah. Di samping itu, perhatian pemrintah baik soal regulasi maupun pendanaan yang bisa membina para pengrajin juga sangat rendah dan terkesan tidak peduli. Kalaupun mereka diperhatikan hanya untuk kepentingan-kepentingan show off.

Kerajinan anyaman tikar pandan tidak lama lagi akan segera punah. Punahnya kerajinan ini disebabkan paling kurang oleh 4 hal. Pertama, semakin hilang motivasi atau keinginan masyarakat untuk menganyam pandan. Orang-orang muda tidak mau menggeluti dunia anyam-menganyam ini. Jadi bisa saja akan kehilangan keterampilan menganyam di masyarakat karena semakin jarang kita menemukan orang-orang yang menganyam tikar pandan. kalaupun ada, hanya tinggal orang-orang tua yang tingkat produktivitas dan kreativitasnya sudah sangat terbatas. Padahal, dilihat dari sudut bahan baku, di Aceh sangat banyak pandan yang tumbuh di sepanjang pantai dari pantai timur, hingga ke pantai barat.

Kedua, hasil yang didapat tidak sebanding dengan harga jual. Ini juga membuat masyarakat yang ingin cepat mendapat keuntungan menjadi kehilangan motivasi. Ketiga, terkait dengan perhatian pemerintah yang kurang peduli kepada mereka, baik secara regulasi maupun anggaran pembinaan. Keempat, terkait pasar yang semakin sulit. Sulitnya pasar karena masyarakat kita selama ini sudah sangat cenderung menggunakan produk-produk industri besar, yakni plastik. Semuanya sudah serba plastik, walau sesungguhnya plastik tersebut tidak sehat, karena banyak yang didaur ulang dan sebagainya.

Tentu saja masih banyak faktor lain yang membuat rendahnya minat masyarakat terhadap kerajinan pandan yang potensinya besar ini. Selayaknya pemerintah tidak membiarkan keterampilan dan local wisdom dalam hal penggunaan dan kepemilikan keterampilan di bidang kerajinan ini hilang. Pemerintah seharusnya mau melestarikan keterampilan ini dan mendorong masyarakat meningkatkan produksi dan menjadikan kerajinan ini sebagai salah satu aset daerah yang bernilai ekonomis. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk melatih masyarakat bisa berproduksi dengan lancar serta dibantu meningkatkan kreativitas sehingga kerajinan anyaman pandan tidak punah. Semoga saja pemerintah tidak menutup mata pada sektor ini. Ya semoga saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline