Lihat ke Halaman Asli

Menuntut Dahlan Iskan Jujur

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1397122975153104955

Banyak yang curiga , Dahlan Iskan (DI) sudah dekat dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika Pemilu 2004,jauh sebelum DI diajak SBY bergabung ke Partai Demokrat

Cuma saat itu, DI amat menjaga sikap dan netralitas karena sebagai pemilik media, indepedensi sangat diperlukan.Dukungan dan kedekatan dengan SBY dilakukan secara terbatas dan terukur. Dia juga sadar bahwa, sebagai tokoh pers, DI menjadi panutan banyak pekerja media.

Hanya saja tiba-tiba dia berbelok arah ketika berada di tikungan : DI ingin menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Kenapa ?

Semua paham, ketika Dahlan menjadi kader Demokrat, seluruh media milik Dahlan Iskan, langsung atau tidak, otomatis menjadi media Partai Demokrat. Seluruh grup media Jawa Pos tidak bisa lagi dikategorikan sebagai media pembawa suara rakyat karena tidak independen. Kondisi ini cukup menyakitkan bagi insan pers yang bekerja di bawah naungan Jawa Pos Grup - khususnya mereka yang tetap memiliki sikap independen.

Banyak wartawan Jawapos sendiri tak setuju dengan pilihan Dahlan kali ini. Mereka lebih menginginkan Dahlan tetap menjadi insane pers yang netral. Ini tak lepas dari sifat wartawan sejati yaitu menjunjung profesionalitas, jujur dan terbuka kepada publik. Untuk yang hitam harus dikatakan hitam. Begitu pula yang putih harus disebut putih.

Anak Kost Partai Demokrat

Meski cukup populer, dekat dengan SBY dan masuk Partai Demokrat dan punya jaringan media yang sangat besar, DI dianggap pengganggu bagi komunitas partai Demokrat. Banyak yang tak suka dengan DI karena dengan cepat dia bisa merebut perhatian banyak pihak. Bahkan juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul mengungkapkan bahwa DI tak lebih dari anak kost bagi partai berlambang mercy biru itu.

"Pihak Dahlan Iskan harus berterima kasih kepada Partai Demokrat. Karena dia orang luar partai yang diajak ikut dalam konvensi. Jadi, jangan sekali-kali mengajari ikan berenang," tegas Ruhut. Dengan pernyataan itu, tercermin bahwa DI tak cukup disukai di partai itu.

Tak ada yang salah dengan ambisi pribadi. Itu adalah hak asasi masing-masing individu dalam bernegara. Mempersembahkan apa yang terbaik dari dirinya ke komunitas yang lebih besar, dalam hal ini, negara.

Cuma masalahnya untuk apa dipaksa, jika orang lain atau komunitas yang dimasukinya itu tak suka ? Apakah tidak lebih baik menjadi insan pers, berimbang dan independen, dibanding menyeret jaringan pers yang dimilikinya dalam pusaran kekuasaan.

Jujurlah Dahlan !Tanyai Nuranimu.

[caption id="attachment_302681" align="alignnone" width="275" caption="Dahlan Iskan/Indopos"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline