Lihat ke Halaman Asli

TABITA DEVI

Universitas Negeri Malang

Pandemi Usai: Belajar Daring atau Luring?

Diperbarui: 26 Desember 2022   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pandemi COVID-19 yang terjadi di triwulan pertama tahun 2021 sangat berdampak terhadap proses pembelajaran di sekolah-sekolah, khususnya sekolah saya. Tenggat waktu yang diberikan pertama kali untuk melaksanakan pembelajaran di rumah adalah selama dua minggu. Akan tetapi, tidak ada yang mengira bahwa waktu untuk belajar akan diperpanjang, hingga saya masuk dan berganti status menjadi mahasiswa.

Selama dua minggu pembelajaran daring pertama, kegiatan belajar mengajar dilakukan via Whatsapp. Dikarenakan kurikulum yang diterapkan di sekolah saya adalah K13 dengan sistem SKS. Dalam pembelajaran sehari-hari, siswa diberikan materi pengantar, kemudian diberikan UKBM (Unit Kegiatan Belajar Mandiri). Di dalam UKBM tersebut telah termuat Buku Teks Pembelajaran (BTP), KI dan KD, tugas dan pengalaman belajar, serta alat evaluasi diri. Sehingga, beberapa guru hanya memfokuskan pada penyelesaian UKBM saja.

Setelah beberapa waktu berlalu dan pembelajaran tatap muka masih belum boleh dilaksanakan, sekolah memberikan fasilitas kepada siswa untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Fasilitas yang diberikan yaitu aplikasi "Microsoft Teams". Dengan aplikasi tersebut, guru dapat mengirimkan materi dan tes secara online. Selain itu, anggota kelas dapat melaksanakan panggilan video. Penggunaan fasilitas ini hanya berlangsung kurang lebih enam bulan saja, sebelum beralih ke fasilitas gratis yang diberikan oleh Google.

Untuk saya sendiri, pembelajaran secara online tidak lagi menjadi hal yang asing dan sulit. Sejak berada pada kelas 11 SMA, saya sudah berlangganan bimbingan belajar online, yaitu Ruang Guru. Sistem pembelajaran yang diterapkan hampir sama, siswa mengakses video pembelajaran, mengerjakan soal evaluasi. Bahkan dengan pembelajaran jarak jauh yang diterapkan, saya merasa lebih bisa mengeksplor diri serta dapat belajar dari sumber yang beragam. Persiapan masuk perguruan tinggi pun saya rasa lebih fokus dan maksimal, karena saya cenderung belajar secara mandiri.

Kekurangan yang saya rasakan dalam pembelajaran jarak jauh ini adalah kehidupan sosial siswa banyak berubah. Komunikasi yang dilakukan via alat, membatasi interaksi siswa. Pada saat pembelajaran tatap muka, mungkin siswa bisa mengutarakan pendapat, memberikan saran dengan nyaman karena sudah berinteraksi langsung baik dengan guru atau siswa lain. Akan tetapi karena jarak yang tercipta menciptakan kebiasaan baru. Atau bahkan banyak siswa yang kurang fokus, karena guru tidak mengawasi siswa secara langsung, tenggat waktu yang diberikan untuk mengumpulkan tugas lebih lama.

Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung dan menyeluruh (Siregar & Hartini, 2010). Hal tersebut sangat berkaitan dengan pembelajaran tatap muka. Proses belajar memerlukan adanya interaksi. Kebiasaan terbentuk akibat penyesuaian dengan lingkungan dan hasil interaksi dengan lingkungan. Lingkungan akan membawa dampak terhadap proses belajar seseorang.

Dari 10 teori dan model pembelajaran yang telah dipelajari, belajar tidak hanya dengan menekankan pengetahuan atau kognitif saja. Aspek afektif dan psikomotorik juga perlu dikembangkan. Pada pembelajaran jarak jauh, pengembangan ketiga aspek tersebut akan mengalami hambatannya masing-masing. Akan tetapi, menurut saya pengembangan aspek kognitif dapat berjalan baik ketika pembelajaran jarak jauh diterapkan. Siswa dapat mencari berbagai sumber belajar, bahkan mengintegrasikan teknologi yang ada untuk menunjang belajarnya. Guru juga dapat memaksimalkan penggunaan media pembelajaran, hal ini akan berdampak pada peningkatan pada keterampilan siswa dan guru.

Akan tetapi, pada sisi lain, lingkungan membawa pengaruh terhadap minat dan motivasi belajar siswa. Siswa yang sudah terbentuk kebiasaan belajar di kelas, seperti termotivasi dengan teman yang minat belajarnya tinggi, suka berdiskusi, suka belajar berkelompok mungkin akan kesulitan. Ada siswa yang suka bertemu dengan teman di kelas, sehingga ketika belajar jarak jauh mengalami penurunan minat belajar.

Baik pembelajaran tatap muka atau daring memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Setelah diterapkan kurang lebih dua tahun, menurut saya pembelajaran hybrid saat ini dapat menjadi alternatif. Akan tetapi, dalam pembelajaran tersebut perlu adanya kajian ulang. Apabila dalam pertemuan tatap muka guru atau dosen dapat mengawasi proses pembelajaran di kelas secara langsung, dalam pembelajaran secara daring seharusnya juga dilakukan demikian. Guru dan dosen seharusnya dapat memantau proses pembelajaran dalam kelas dan memastikan pembelajaran tetap berjalan dengan semestinya.

Pembelajaran secara langsung tetap perlu dilakukan untuk menunjang keterampilan komunikasi, kerjasama, praktikum, dan lain sebagainya yang tidak dapat atau terbatas ketika dilakukan secara daring. Sehingga, dimasa perkembangan teknologi informasi ini kebingungan mengenai penerapan sistem belajar daring atau luring tidak terjadi. Dunia akan terus berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan, sehingga mau tidak mau perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan juga harus disesuaikan dan diikuti dengan kapasitas peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline