"Jeng, ayok kita kocok arisannya!"
Begitulah ajakan ibu-ibu, yang saya dengar saat liburan di Indonesia. Para ibu satu lingkungan kemudian berkumpul di depan rumah. Setelah semua berkumpul, salah satu dari mereka mengocok botol kecil berisi nama-nama, untuk menentukan siapa yang beruntung.
Selain riuh rendah ketika gulungan kertas keluar (artinya, momen keputusan atas siapa yang berhak membawa pulang uang arisan), rumpi adalah kegiatan yang tidak mungkin dilupakan.
Justru kalau boleh dikatakan, acara pokok dari arisan adalah rumpi. Bisa membawa pulang uang arisan itu anggap saja bagai mendapat durian runtuh.
Pada tulisan ini saya ingin bercerita, bahwa ChatGPT itu sebenarnya tidak berbeda jauh dengan rumpi lho.
Sebelum membahas lebih jauh, saya ingin bercerita sedikit tentang ChatGPT.
ChatGPT merupakan salah satu implementasi terbaru dalam teknologi pemrosesan bahasa alami (natural language processing/NLP) yang dikembangkan oleh OpenAI. Model ini menggunakan kecerdasan buatan untuk memahami dan menghasilkan teks dengan cara yang menyerupai interaksi manusia.
Basis dari ChatGPT sebenarnya sudah ditemukan oleh peneliti Google pada tahun 2017. Namanya arsitektur model transformer. Itulah sebabnya ada nama GPT (Generative Pre-trained Transformer) disana.
Mekanisme model transformer adalah pemrosesan acak dan berlapis antara data yang berwujud kata-kata. Bagian relevan dari teks akan dicari dari berbagai kata secara acak dan paralel.
Ini berbeda dengan metode chat AI yang digunakan tahun sebelum 2017. Misalnya saat era booming AI ke-3 tahun 2000-an, umumnya menggunakan mekanisme hubungan antar kalimat berulang yang teratur (bahasa kerennya, recurring model).