Kalau pembaca ingin membeli rumah baru, atau pindah rumah/kontrakan, apa yang paling pertama anda perhatikan? Apakah lokasi rumah, misalnya strategis atau tidak letaknya untuk akses kemana-mana? Atau mungkin, apakah ada pasar atau pusat hiburan di dekatnya? Bahkan bagi yang sudah memiliki putra-putri, mungkin akan mengutamakan rumah yang lokasinya dekat dengan sekolah?
Saya kira ada berbagai macam jawaban dengan 1001 macam alasan. Namun, saya beranggapan bahwa ada juga yang memilih berdasarkan arsitektur, terlebih tata letak dan jumlah ruangan yang dimiliki rumah.
Tata letak ruangan memegang peranan yang penting bagi sebuah rumah. Karena, selain komposisi dan jumlah individu dalam satu keluarga, kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing individu dalam keluarga pun tergantung pada tata letak ruangan. Sehingga tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa madori---Bahasa Jepang untuk tata letak ruang (rumah)---bukan hanya mencerminkan hubungan atau relasi, namun sekaligus juga cara hidup dari suatu keluarga.
Hal ini menjadikan persoalan madori, selalu melekat pada arsitektur rumah untuk tempat tinggal. Persoalan madori juga yang membedakan arsitektur rumah dengan arsitektur untuk perkantoran, atau arsitektur untuk bangunan ruang publik.
Madori bukanlah sesuatu yang krusial pada arsitektur selain rumah. Sehingga arsitek lebih leluasa, dan memiliki kebebasan untuk mendesain arsitektur perkantoran atau ruang publik, dibandingkan dengan arsitektur untuk perumahan.
Di Jepang, madori berubah sesuai dengan era yang berlaku saat itu. Sehingga bisa dikatakan bahwa madori merupakan cerminan zaman. Mari kita simak bagaimana perkembangan madori.
Sebelum era Meiji, madori belum begitu menjadi perhatian masyarakat. Karena, tempat tinggal masyarakat biasa umumnya berupa rumah panjang, yang tersekat antara satu penghuni dengan penghuni lain yang disebut dengan naga-ya. Madori untuk satu keluarga hanya satu petak saja, tidak ada yang lain, dan di sebelah kiri maupun kanan ditempati oleh keluarga lain.
Madori dengan beragam kamar dan fungsi hanya bisa dinikmati oleh masyarakat kelas atas, misalnya kaum bangsawan dan para elit samurai. Sehingga rumah pada era itu, menggambarkan juga status yang dimiliki oleh penghuni.
Memasuki era Meiji, pembaharuan berbagai bidang dilakukan secara besar-besaran, yang kita kenal dengan nama Restorasi Meiji. Termasuk juga dalam hal arsitektur bangunan. Batasan untuk membangun rumah menjadi longgar, sehingga orang bebas untuk merancang madori yang diinginkan. Tentunya juga sesuai dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki.
Rumah pada era ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu rumah yang masih memiliki ciri Jepang dan barat. Rumah ciri Jepang misalnya mempunyai tsuzuki-ma, yaitu madori pada satu rumah yang memiliki ruangan bersambung namun hanya tersekat oleh pemisah (disebut dengan fusuma), yang bisa dibuka tutup. Rumah yang bercorak barat umumnya dipengaruhi oleh corak rumah di Amerika.
Kemudian pada era Taisho, rumah Jepang memiliki madori dengan lorong panjang di tengah yang dinamakan naka-rouka, mulai dari pintu masuk rumah (genkan) sampai belakang, yang membagi rumah menjadi dua bagian utama.