Akhir-akhir ini sejumlah daerah dan kota di Indonesia mulai fokus merumuskan dan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Bupati (Perbub) dan Peraturan Walikota (Perwali) tentang pengurangan penggunaan kantong plastik.
Sebagian besar peraturan tersebut bermunculan di tahun 2018, apakah ini merupakan efek dari terbitnya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, tanggal 21 September 2018? Akan tetapi Kabupaten Purwakarta dan Kota Banjarmasin telah berjalan lebih awal sejak tahun 2016.
Kemunculan peraturan tersebut di atas perlu didalami apakah hanya sekedar nice to have atau memang benar-benar must to have. Untuk mengetahuinya tentu perlu dilakukan legal review, atau cukup dengan melihat implementasinya. Apakah peraturan itu benar-benar bisa berfungsi sesuai subyeknya "pembatasan sampah plastik".
Tulisan saya sebelumnya di Koran Radar Sumbawa tanggal 12 Januari tahun lalu dengan judul "Menyusuri Arah Kebijakan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga" menyebutkan payung hukum dalam pengelolaan sampah.
Setidaknya ada tiga aturan yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan sampah dipaparkan dalam tulisan tersebut yaitu UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PermenLH 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan Perpres 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Dengan terbitnya Perpres 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut, maka kita telah memiliki empat aturan berskala nasional sebagai acuan dalam pengelolaan sampah ke depan.
Seiring berjalan waktu dan mendesaknya keadaan untuk segera menyelesaikan masalah sampah terutama sampah yang sudah sampai ke laut serta sebagai kelanjutan dan implementasi dari keempat aturan disebutkan di atas beberapa daerah dan kota telah menerbitkan peraturan tentang pengelolaan sampah atau lebih spesifik terkait pembatasan timbulan sampah plastik.
Sebagaimana disebutkan di awal bahwa kemunculan perda, pergub, perbub/perwali ini mulai gencar di tahun 2018. Semogan penomena kemunculan peraturan ini menjadi pertanda bahwa daerah dan kota di Indonesia benar-benar sudah fokus dalam menyelesaikan masalah sampah khususnya pembatasan timbulan sampah plastik.
Sehingga penerbitan peraturan tersebut bisa dipandang sebagai sesuatu syarat must to havedan memang harus dipenuhi untuk memecahkan permasalahan timbulan sampah plastik mengingat dampak dan bahayanya sangat merusak lingkungan sekitar jika tidak dikendalikan segera dan bukan sekedar untuk memenuhi ketentuan peraturan di atasnya atau nice to have.
Agar peraturan pembatasan sampah plastik benar-benar berfungsi dan must to have sebagai solusi dalam pengurangan sampah plastik maka substansinya harus mengikat, memiliki persyaratan, ketentuan-ketentuan serta kewajiban, sanksi dankonsekuensi yang jelas, tindak hanya mengandung anjuran dan himbauan saja.
Peraturan yang hanya berisi anjuran dan tidak adanya sanksi serta konsekuensi maka sangat susah diharapkan untuk memberikan solusi. Peraturan semacam ini bersifat sebagai pelengkap, pajangan dan pemanis saja. Jadi pas kalau disebut nice to have.