Lihat ke Halaman Asli

Merindu “Ruang Kota” untuk Kita

Diperbarui: 26 September 2015   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mall, pasar, salon, café, warung kopi, bahkan lapo tuak adalah beberapa bentuk dari wadah interaksi sosial di kota Medanku tercinta. Disadari ataupun tidak, tempat-tempat inilah menjadi pelarian warga untuk sekadar berkumpul, berkomunikasi, dan memperoleh informasi. Fenomena ini dapat dengan mudah diamati di sekeliling kita. Hal yang menunjukkan betapa merindunya warga untuk merasakan kolektivitas di sebuah ruang yang memang milik mereka bersama.

Kerinduan akan ruang publik pun semakin tampak nyata kala penulis berjalan-jalan menikmati sore di wilayah akademis kampus Universitas Sumatera Utara. Terlihatlah pemandangan yang unik. Di sana banyak anak muda yang nongkrong bersantai ria. Terdapat penjual mainan, tukang kacang serta jagung. Ada pula para ibu menunggui anak-anak mereka yang sedang menunggangi odong-odong. Kesemua aktivitas ini terjadi di depan biro rektor USU. Demikianlah halaman biro rektor ini belakangan menjadi tempat alternatif bagi sebahagian warga Medan untuk menghabiskan waktu senja. Terbesit tanya untuk Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia dengan populasi 2 (dua) juta jiwa lebih namun sangat minim akan ruang publik serupa taman kota. Sementara ruang pubik yang ada semakin lama semakin berkurang luasnya karena peralihan fungsi lahan.

Merajut Moment Bersama

Sebagai salah satu dari elemen-elemen kota, ruang publik memiliki peran yang sangat penting. Perannya sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat baik formal maupun informal, individu atau kelompok. Ruang publik sangat penting untuk membangun kebersamaan masyarakat kota, karena memberi tempat bagi sesama warga untuk berinteraksi dan merajut moment-moment yang dapat diingat bersama. Adapun dalam perkembangannya ruang publik memiliki banyak variasi tipe dan karakter untuk digunakan oleh warga. Variasi tersebut antara lain adalah taman umum (public parks), lapangan dan plasa (squares and plazas), ruang peringatan (memorial space), pasar (markets), jalan (streets), tempat bermain (playground). Jalan hijau dan jalan taman (green ways and parkways). Atrium/pasar di dalam ruang (atriumlindoor market place), pasar/pusat perbelanjaan di pusat kota (market place/ downtown shopping center), dan ruang di lingkungan rumah (found/neighborhood spaces).

Andai saja pemerintah kota dapat mengelola berbagai variasi tipe dan karakter ruang publik, maka kebersamaan masyarakat kota akan terjalin harmonis. Namun sayangnya seperti yang terjadi di berbagai kota di Indonesia, Medan pun turut mengalami alih fungsi peruntukan ruang publik. Sebagai contoh, “Lapangan Merdeka” yang dahulu sepenuhnya ruang publik terbuka kini sebagian telah berganti menjadi tempat usaha. Padahal ketiadaaan ruang publik yang menjembatani pertemuan antarkelas sosial menyebabkan masyarakat tumbuh dalam dunia yang semakin sempit. Kelas atas dan kelas bawah bagai dipisahkan jurang yang sangat terjal. Kontak yang mereka jalin dengan dunia dari kelas berbeda hanya melalui layar kaca (sinetron), atau semudah membuka jendela kaca mobil saat menyaksikan pengamen anak di lampu merah. Tentu saja, pemandangan yang tertangkap akan sangat berbeda dengan yang sesungguhnya. Tidak ada interaksi langsung dan komunikasi dua arah antarkelas tersebut. Hal ini juga mengakibatkan melemahnya solidaritas sosial.

Tanpa Sekat

Kita dapat melebur bersama dengan warga lainnya yang sama-sama berada di ruang publik. Hal ini karena konsep dasar ruang publik adalah ruang tanpa sekat. Baik secara fisik maupun psikologis, tanpa sekat sedikitpun. Di sini, publik bisa berinteraksi dan bebas mengaktualisasikan diri secara demokratis dan sederajat. Perlu kita ketahui bersama, tak hanya taman kota namun ruang terbuka publik juga dapat berperan sebagai paru-paru kota yang dapat menyegarkan kawasan tersebut. Beberapa ruang terbuka publik di Kota Medan yang dapat kita kunjungi adalah Taman Ahmad Yani: Jl. Jenderal Sudirman Taman Beringin: Jl. Cik Dik Tiro Taman Gajah Mada: Jl. Gajah Mada Taman Bunga Stadion Teladan: Jl. Stadion Teladan Lapangan Merdeka Medan: Jl. Perintis Kemerdekaan Medan.

Namun sangat disayangkan perawatan pengelolaan ruang publik ini masih sangat minim. Akibatnya warga Medan masih enggan masuk ke dalam zona taman kota. Pun kesadaran untuk memiliki ruang terbuka hijau masih rendah, rasanya bagi mereka lebih baik mengunjungi plaza atau café saja. Padahal keberadaan ruang terbuka hijau sangat bermanfaat bagi kita. Berbicara mengenai ruang terbuka, setidaknya ada tiga karakter yang harus dipenuhi ruang terbuka publik yakni: bermakna (meaningful), tanpa diskriminasi (democratic) dan dapat mengakomodir kebutuhan para pengguna dalam melakukan kegiatan (responsive). Semoga kebutuhan ruang terbuka publik sejatinya dapat terjawab oleh pemerintah kota.

Menanti Ruang Untuk Kita

Sudah selayaknya pemerintah lebih memperhatikan keberadaan ruang publik saat ini. Bukan rahasia lagi bahwa pemerintah kota, investor, pengembang (developer) dan masyarakat luas masih belum banyak menyentuh perancangan ruang publik kota. Ditambah lagi perubahan-perubahan fungsi taman kota menjadi fungsi bangunan yang tidak terkendali. Serta perancangan ruang publik yang ada sering tidak melibatkan aspirasi atau keinginan masyarakat pengguna. Belum lagi desain ruang publik sering tidak memikirkan masalah pengelolaan dan perawatannya. Kini harapan yang melambung adalah terwujudnya pengelolaan ruang publik yang baik dari pemerintah kota, masyarakat dan swasta. Semoga kualitas ruang publik yang dirancang akan lebih baik dan berkesinambungan dengan memperhatikan aspek-aspek di atas. Bukan hanya untuk Medan, tapi seluruh kota di Indonesia. Kita bersama menanti ruang milik kita! Satu ruang untuk semua!

Sumber gambar:

https://fadiahnurannisa.wordpress.com/2014/10/

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline