Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menga-takan bahwa di negara maju, asetnya bekerja keras sementara orang-orangnya bekerja dengan biasa-biasa saja, sehingga tidak ada aset yang tidak digunakan. Sebaliknya, di Indonesia, orang-orangnya bekerja keras, tetapi asetnya justru tidur. Aset yang dimaksud di sini bersifat tangible atau berwujud.
Dalam ilmu ekonomi, aset dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama, yaitu tangible (berwujud) dan intangible (tidak berwujud). Tangible (berwu-jud) adalah aset yang memiliki bentuk fisik yang bisa dilihat atau disentuh. Contoh dari aset tangible mencakup tanah, bangunan, mesin, kendaraan, dan peralatan lainnya. Aset-aset ini biasanya digunakan dalam operasi bisnis sehari-hari dan memiliki nilai yang jelas serta dapat diukur dengan pasti. Peng-gunaan aset tangible secara efektif dapat mening-katkan produktivitas dan efisiensi sebuah peru-sahaan.
Intangible (tidak berwujud), di sisi lain, adalah aset yang tidak memiliki bentuk fisik tetapi tetap memi-liki nilai penting. Contoh dari aset intangible termasuk merek dagang, hak cipta, paten, goodwill, dan hak kekayaan intelektual lainnya. Aset-aset ini seringkali memainkan peran penting dalam kesuk-sesan bisnis, terutama di sektor-sektor yang mengandalkan inovasi, kreativitas, atau reputasi. Meskipun tidak berwujud, aset ini dapat bernilai sangat tinggi dan memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Salah satu contoh menarik adalah negara Singapura. Meskipun memiliki aset tangible yang relatif kecil dalam bentuk luas wilayah dan sumber daya alam, Singapura berhasil menjadi negara maju secara ekonomi. Hal ini terjadi karena mereka fokus pada pengembangan aset intangible, seperti pendidikan, teknologi, dan inovasi. Dengan modal tersebut, Singapura mampu menciptakan nilai tambah yang besar meski dengan sumber daya tangible yang terbatas.
Contoh lain adalah pernyataan Paus dari Vatikan yang baru-baru ini mengatakan bahwa aset terbesar Indonesia bukanlah tambang atau sumber daya alam tangible lainnya, melainkan kerukunan dan keberagaman masyarakatnya, yang dapat dianggap sebagai aset intangible. Ini menunjukkan bahwa aset intangible seperti stabilitas sosial dan harmoni masyarakat juga memiliki nilai yang sangat penting dalam membangun sebuah negara.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa kemajuan ekonomi tidak hanya bergantung pada seberapa banyak aset tangible yang dimiliki sebuah negara, tetapi juga bagaimana kita memberdayakan aset intangible. Jalan terbaik untuk mencapai kesejahteraan adalah dengan memandang aset yang dimiliki, baik tangible maupun intangible, secara objektif, lalu mengelolanya dengan baik untuk kesejahteraan bersama.
Bukan sekadar bangga dengan kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga berpikir ke depan untuk mengembangkan inovasi dan pengetahuan (intangible) dalam memanfaatkan sumber daya tersebut. Oleh karena itu, riset dan pengembangan sangat penting untuk memastikan aset tangible dimanfaatkan secara maksimal.
Kesimpulannya, harus ada sinkronisasi antara aset tangible dan intangible. Keduanya saling meleng-kapi, dan arah riset serta pengembangan harus ditujukan pada penggunaan aset tangible yang ada dengan didukung oleh aset intangible, seperti pengetahuan dan teknologi. Dengan begitu, sebuah negara dapat mencapai keberhasilan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H