Lihat ke Halaman Asli

david

Kesederhanaan

H e g e m o n i

Diperbarui: 16 September 2024   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

      Kembali mengingat John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya "Megatrends 2000", mereka sudah memprediksi bahwa Gaya Hidup Global dan Nasionalisme Kultural akan menjadi salah satu tren besar selama tahun 2000-an. Prediksi ini kini terbukti nyata. Produk-produk dengan berbagai brand dan merk internasional menjamah Indonesia dan negara-negara lain. Kehidupan global telah dimulai dan terus berlanjut hingga sekarang, di mana perilaku, gaya hidup, bahkan tren konsumsi hampir seragam di seluruh dunia. 

      Kita dapat melihat bagaimana informasi dan inovasi teknologi bergerak begitu cepat, mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Informasi mengalir deras ke dalam pikiran individu dari berbagai media, khususnya melalui internet, televisi, dan media sosial. Seiring dengan itu, produk-produk global seperti pakaian, makanan cepat saji, gadget, hingga media hiburan menjadi standar yang diikuti banyak orang di seluruh dunia. Ini adalah contoh nyata bagaimana hegemoni global berlangsung, di mana kekuatan besar seperti perusahaan multinasional dan budaya populer mendominasi kehidupan kita.

      Hegemoni, dalam pengertian klasiknya, adalah dominasi suatu kelompok atau negara atas kelompok atau negara lain, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara budaya, ekonomi, dan ideologis. Di era globalisasi ini, hegemoni lebih sering terjadi dalam bentuk kekuatan budaya dan ekonomi yang mendikte bagaimana orang-orang seharusnya berpikir, berperilaku, dan hidup. 

     Dengan kekuatan media dan teknologi, hegemoni ini menjadi semakin halus, tetapi tetap kuat mencengkeram.Di balik arus globalisasi yang semakin kuat, terdapat tantangan besar terhadap identitas nasional dan budaya lokal. Di Indonesia misalnya, pengaruh budaya luar seperti dari Amerika Serikat, Korea, atau Jepang begitu terasa. Gaya hidup ala Barat, K-pop, dan produk-produk teknologi dari Asia mendominasi kehidupan sehari-hari. Anak-anak muda lebih akrab dengan bahasa Inggris, tren fesyen luar negeri, serta gaya hidup modern yang sering kali berseberangan dengan tradisi lokal.

      Namun, di sisi lain, nasionalisme kultural muncul sebagai respons terhadap globalisasi ini. Banyak kalangan yang mulai sadar pentingnya menjaga budaya lokal agar tidak hilang ditelan arus globalisasi. Ada gerakan untuk mengangkat kembali nilai-nilai budaya lokal, memperkuat identitas nasional, dan membendung dominasi budaya asing. Produk-produk lokal, kesenian tradisional, hingga bahasa daerah mulai diangkat kembali dan dipromosikan secara luas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di kancah internasional.

      Kondisi ini menunjukkan bahwa hegemoni global tidak selalu diterima begitu saja. Ada perlawanan dalam bentuk revitalisasi budaya lokal yang kuat. Nasionalisme kultural ini bukan berarti menolak modernitas, tetapi lebih pada upaya untuk menemukan keseimbangan antara gaya hidup global dengan mempertahankan akar budaya lokal.      

      Sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, Indonesia berada di persimpangan jalan antara mengikuti arus globalisasi dan menjaga identitas kulturalnya.Oleh karena itu, dalam konteks globalisasi, hegemoni bukanlah sesuatu yang absolut. Meskipun kekuatan besar dari luar negeri memengaruhi kehidupan sehari-hari, setiap individu dan kelompok memiliki kemampuan untuk memilih, menyesuaikan, bahkan menolak elemen-elemen yang tidak sesuai dengan identitas dan nilai-nilai mereka. Hegemoni budaya mungkin tampak kuat, tetapi nasionalisme kultural memberikan peluang untuk mempertahankan jati diri di tengah arus global yang terus berubah. Mungkin pertanyaan yang relevan yaitu "dimanakah posisi saya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline