Hubungan antara kemauan dan kemampuan sangatlah terikat terutama dalam hal dunia pendidikan.
Terdapat seorang siswa yang ingin sekali mahir dalam menguasai bahasa Arab. Ia mulai belajar mufrodat dengan memahami dan menghafal nya bahkan ia menggunakan nya dalam kebiasaan sehari-harinya untuk kebiasaan dalam berbicara, meski hanya sedikit demi sedikit.
Dari hal tersebut akan membentuk kebiasaan yang baik dan melatih daya ingat nya dalam memahami bahasa arab. Dan juga jika terdapat sebuah event dia mengikuti sebagai ajang untuk memgembangkannya meski sedikit ragu tetapi dia tetap yakin dengan apa yang sudah dia usahakan.
Dari contoh diatas dapat dipetik bahwa jika kita mempunyai kemauan tapi kemampuan kita tidak digunakan maka kemauan yang kita inginkan tak akan tercapai. Dan juga ketika kita mampu tetapi tidak mau melakukan.
Maka kemampuan itu lama kelamaan akan memudar dengan sendirinya, seperti halnya ilmu apabila diamalkan maka semakin terus bertambah dan bertambah.
Tidak ada kata bahwa orang yang berilmu ketika mengamalkannya, ilmunya akan berkurang. Pengetahuannya semakin berkurang karena habis diamalkan, justru sebaliknya akan terus bertambah dan bertambah karena kita belajar dari sebuah kesalahan-kesalahan tersebut dari apa yang kita sampaikan dan dibuat sebuah pelajaran. Maka dari kesalahan tersebut akan bertambah ilmu dan pengetahuan kita.
Imam syafi' memberikan enam nasehat dalam sebuah syair nya terhadap orang yang mencari ilmu. Syair tersebut yaitu" ingatlah kamu tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat yaitu kecerdasan, kemauan(haus akan ilmu), sabar, biaya(waktu dan pengorbanan), dan waktu yang lama dalam berpendidikan".
Setiap manusia pasti memiliki potensi dan kecerdasan masing-masing. Dan kecerdasan anak satu dengan anak yang lain berbeda-beda. Kecerdasan tersebut bisa dikembangkan dan diusahakan tergantung dari pribadi anak itu masing-masing, mau belajar atau tidak, mau berubah atau tidak. Dengan belajar bersungguh-sungguh maka kecerdasan anak akan bertambah. Seperti halnya pisau, pada awalnya tajam akan tetapi bila pisau tersebut tidak digunakan atau pun diasah maka lama-kelamaan pisau tersebut akan tumpul dan berkarat. Dan pada akhirnya pisau tersebut tidak bisa digunakan dan menjadi barang yang kurang bermanfaat. Tetapi Jika sebaliknya, walaupun pada awalnya pisau tersebut tumpul dan berkarat, kalau sering diasah dan dipakai maka lama-kelamaan pisau tersebut akan menjadi tajam dan bermanfaat. Kecerdasan bukanlah dari keturunan dari orang tua, memang terkadang kecerdasan tersebut terlahir dari orang tua yang cerdas juga, tetapi tidak selalu orang tua yang cerdas memiliki keturunan yang cerdas terus-menerus. Melainkan kecerdasan itu sesuatu yang dapat kita usahakan. Dan semua memiliki kecerdasan sesuai dengan apa yang kita usahakan dengan sungguh-sungguh dalam mencapainya.
Peran terbesarnya dalam sebuah proses menuntut ilmu adalah sebuah kemauan. Seperti kisahnya Ibnu Hajar seorang ulama termasyhur yang mendapatkan sebuah hikmah dari sebuah tetesan air hujan yang dapat melubangi batu. Batu yang keras saja bisa berlubang dengan tetesan air sedikit demi sedikit. Begitu juga dengan belajar, ada proses yang kita lalui dan semua itu berproses dimulai dari hal yang kecil. Teringat sebuah pepatah yang mengatakan bahwa sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi bukit. Untuk mencapai sebuah puncak yang tinggi maka kita harus memulai anak tangga yang paling bawah terlebih dajulu. Kekurangan bukanlah menjadi penghalang ketika masih ada kemauan pada diri sendiri. Kemauanlah yang dapat mengalahkan kekurangan dan segala macam keterbatasan. Seperti halnya pepatah mengatakan bahawa dimana ada kemauan disitu pasti ada jalannya.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H