Lihat ke Halaman Asli

Konflik Papua: Terindikasi Konspirasi Internasional

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Kepala Badan Intelelijen Negara(BIN),Marchiano Norman belum sempat menarik nafas lega karena diangkat oleh SBY menjadi kepala intelijen negara sudah menghadapi ujian yang sangat berat di tanah Papua.Memang untuk membebankan dirinya bisa mengentaskan masalah  -masalah konflik sosial di Papua memang rasanya tidak adil ,karena konflik tersebut sudah ada sejak Freeport itu didirikan bulan April tahun 1967 ,namun terkesan dibiarkan saja oleh rejim-rejim sebelumnya.Bahkan kontrak kerjanya saja di perpanjang  lagi oleh Menteri Pertambangan,Ginanjar Kartasasmita. Sementara berbagai masalah sosial yang timbul karenanya justeru terkesan diabaikan,selain hanya dilakukan dengan pendekatan -pendekatan keamanan yang represif.

Karena mengedepankan  pendekatan keamanan yang identik dengan kekerasan yang acapkali terjadi pelanggaran Hak asasi manusia ,yang mengundang  perhatian internasional dan tidak mustahil pula disinyalir terdapat suatu konspirasi campur tangan unsur-unsur asing dalam masalah Papua. Indikasi tersebut semakin kuat  berdasarkan beberapa bukti yang ada,terutama nyaris bersamaan dengan penembakan di Nafri,jalur Koja-Adipura,kerusuhan Puncak jaya dengan pertemuan International Lowers West Papua(ILWP)di Oxford  University,London.Dalam seminar itu di bicarakan mengenai konflik Papua,diantaranya bertajuk"Teh Road Freedom Of West Papua".

Konspirasi tersebut semakin kuat ketika sudah sebulan terjadi pemogokan ribuan karyawan Freeport ,serta ketika sedang berlangsung perundingan antara pihak managemen Freeport dan para wakil karyawan untuk mengentastaskan konflik tersebut justeru terjadi kekacauan yang mengakibatkan korban jiwa.Dalam konstalasi itu selanjutnya ribuan karyawan terus memblokir akses jalan ke Freeprt,dan membakas tiga kontiner milik perusahaan terbesar di dunia milik Paman sam itu.. Ketika masalah tersebut sudah mulai mereda,lalu terjadi penembakan terhadapa karyawan Freeport yang juga menelan korban jiwa.

Kemudian bersamaan  pemogakan ribuan karyawan Freeport juga diadakan KOngres Rakyat Papua yang ke 3  di lapangan sepak bola Zakeus ,di kampus Sekolah Tinggi Teologi Tunas Harapan(STTTH)yang di hadiri sekitar 2000 peserta dari berbagai unsur masyarakat warga Papua. Anehnya pada saat pembukaan Kongres rakyat Papua ke 3  itu tidak ada tindakan-tindakan apapun  dari aparat keamanan,meskipun dalam acara pembukaan yang relatif meriah itu justeru dikibarkan bendera bintang kejora dan juga bendera Zionis Israel. Padahal hal ini sudah cukup alasan bagi aparat keamanan untuk  membubarkannya karena sudah bisa dianggap"makar", sebagaimana terjadi  sebelumnya juga pengibaran bendera bintang kejora itu segera di hentikan oleh aparat keamanan.Tetapi hal itu tidak dilakukan ,ada apa sebenarnya di balik itu semua ?

Disamping pengibaran bendera bintang kejora (bintang Fajar) dibiarkan saja,juga keberadaan bendera Zionis Israel dalam acara pembukaan Kongres Rakyat Papua ke 3  itu juga perlu di pertanyakan dan di usut secara tuntas apa motivasinya . Kemungkinan penyelenggaraan Kongres Rakyat papua  ke 3 itu mendapat dukungan dari Zionis Israel atau memang agen-agen Yahudi ikut bermain di Papua ?  sesuatu yang perlu di cari jawabannya ,ataupun hal ini juga berkaitan dengan pidato SBY yang menghendaki peninjauan ulang kontrak kerja yang sudah puluhan tahun itu dengan perusahan-perusahaan asing  yang beroperasi di Indonesia.

Pidato SBY didepan kabinet hasil kocok ulang tersebut meskipun tidak dengan khusus nama perusahaan asing tersebut,tetapi  jelas perusahan tersebut juga termasuik Freeport didalamnya yang sudah berdiri sejak tahun 1967  sampai sekarang,yang sangat merugikan bangsa Indonesia.Apalagi sudah diperpanjang kontrak kerjanya lagi sehingga puluhan tahun kedepan,Freeport masih menguras perut bumi Papua dengan hanya meninggalkan polusi kerusakan lingkungan alam Papua yang amat besar ditengah-tengah penderitaan warga masyarakat Papua disekitarnya.

Baru pada hari terakhir Kongres Rakyat Papua ke 3  yang kemudian para peserta yang datang dari berbagai pelosok Papua itu  mendeklarasikan ,bahwa Ketua Dewan Adat Papua Forcorus Yoboisembut sebagai presiden Papua Barat .Aparat keamanan bertindak tegas sehingga menimbulkan korban jiwa juga,yang segera mendapat kecaman dari Forum Internasional Papua di Melbourne ,Australia.Dalam konteks ini,Jubir Amatius Dauw menyebutkan,bahwa aparat keamanan Indonesia sudah melakukan kekerasan terhadap peserta Kongres Rakyat Papua ,padahal mereka hanya menyuarakan aspirasinya dan hak-haknya sebagai manusia.Demikian juga disebutkan oleh Forcorus Yaboisembut,bahwa Kongres Rakyat Papua ke 3 itu sebagai upaya rakyat Papua menuntut hak-haknya sebagai manusia.

Kejadian tersebut semoiga bisa menjadi suatu pembelajaran bagi aparat keamanan Indonesia,terutama badan intelijen negara perlu lebih sigap dan waspadai terhadap berbagai masalah Papua.Masalah Papua perlu segera bisa di tuntaskan dengan cara-cara damai,serta sebenarnya pemerintah sudah lama membentuk Badan Percepatan Pembangunan Papua ,tetapi anehnya sampai sekarangpun belum ada kejelasannya entah sudah beroperasi atgau belum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline