Sebagai individu, kita senantiasa berusaha untuk memahami orang lain. Hal ini dilakukan misalnya dengan mencoba menginterpretasikan perilaku orang tersebut. Boleh dikatakan, kenyataan inilah yang mendasari pengembangan beberapa teori-teori psikologi sosial, termasuk diantaranya teori atribusi.
Teori atribusi berfokus pada bagaimana manusia biasa menjelaskan penyebab perilaku atau kejadian. Contohnya, apakah seseorang menunjukkan marah karena dia memiliki temperamen yang buruk atau karena sesuatu yang buruk telah terjadi?
Heider (1958), pengembang awal teori atribusi, percaya bahwa orang-orang seperti seorang psikolog yang naif. Mereka berusaha untuk memahami dunia sosial dengan melihat hubungan sebab dan akibat, bahkan ketika dua hal memang tidak memiliki hubungan.
Saat ini, manusia dari berbagai belahan dunia tengah melalui suatu peristiwa kehidupan bersejarah. COVID-19 yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019 ditetapkan sebagai suatu pandemik.
Situasi pandemik ini telah memberikan dampak pada skala makro hingga mikro, yaitu perilaku individu. Berbagai bentuk perilaku individu dapat kita lihat selama masa pandemik ini, seperti panic buying, isolasi diri, rajin mencuci tangan, menjadi ahli dan pengamat dadakan, dan lain-lain.
Berbagai pihak juga menunjukkan perilakunya masing-masing sebagai individu yang tentunya memiliki naluri untuk bertahan hidup di tengah krisis, mulai dari presiden, menteri, petugas kesehatan, polisi, pengusaha, hingga masyarakat biasa. Di antara semua pihak itu, petugas kesehatan dianggap sebagai pejuang garis depan selama perjuangan melalui pandemik ini. Tidak sedikit rasa takut, pengorbanan harta dan nyawa, hingga stigma yang melekat padanya. Sebagai individu, bagaimana dinamika perilaku para petugas kesehatan dijelaskan dari teori atribusi Weiner?
"Salut Atas Perjuangan Petugas Kesehatan di Tengah Pandemi Virus Corona, Dirjen WHO: Kalian Melakukan Pekerjaan yang Heroik", "Anies Tulis Surat Ucapan Terima Kasih ke Tenaga Medis di Tengah Pandemi Corona" Dua judul berita ini setidaknya menggambarkan apresiasi yang diberikan kepada tenaga kesehatan atas pencapaiannya selama masa pandemik. Suatu prestasi di tengah krisis.
Namun di balik pretasi tersebut, sebuah kepahitan tersendiri terkadang harus diterima tenaga kesehatan. "BPBD Sleman Ungkap Ada Tenaga Kesehatan Ditolak Warga", "Tragedi Sang Pahlawan Medis, Jenazahnya Ditolak Warga", "Kisah Tenaga Medis selama Pandemi: Ditampar Pasien hingga Jenazah Ditolak". Upaya mencapai prestasi diri di tengah penolakan dan stigma serta kemungkinan keputusan perilaku tenaga medis adalah penjabaran kasus yang akan dianalisis.
Konsep Utama Teori
Menurut Fiske and Taylor (1991), teori atribusi berkaitan dengan bagaimana social perceiver, dalam hal ini orang-orang/masyarakat, menggunakan informasi untuk sampai pada penjelasan sebab-akibat suatu peristiwa. Mereka mengkaji informasi yang telah dikumpulkan dan menggabungkan informasi-informasi tersebut untuk membentuk suatu penilaian kausal.
Teori Atribusi banyak dikembangkan di kemudian hari, seperti Jones dan Davis dengan Teori Inferensi Koresponden (1965) dan yang dikenal luas adalah Teori Atribusi Kelley's Covariation Model. Bernard Weiner (1974) juga dikenal sebagai pengembang teori atribusi yang berbasis motivasi yang dikenal dengan Three-Dimensional Model.