Lihat ke Halaman Asli

Mengeja Waktu

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Waktu

belum dapat aku mengeja satu satu

waktu yang meliliti buruh tani disamping kiriku

serta para nelayan disisi kananku

tentang mereka yang meniduri kemiskinan sepanjang usia

dan menjadi sebuah alat warisan untuk anak cucu

tapi aku harus mengeja waktu dari sebuah perjalanan kecil

tentang kekejaman kota menggorok secara bengis kehidupan

belum sempat aku mengeja tentang derita hidup

yang diarungi para nelayan tatkala tangan raksasa

mengangkat rompong mereka dari laut

serta petani yang tak putus putusnya dicengkram kering panen

sebab kemarau panjang tidak hanya disuguhkan rotasi bumi

tapi subsidi pupuk jauh lebih mencekik

ini yang belum kueja lantaran aku dihadapkan

pada satu sikap hidup membatu dimana serentak kusaksikan

puluhan anak usia tekamenyerbu terminal

setelah lelah jajakan botol aqua bersegera tenadakan tangan

persis pengemis ompong di gang gang pasar

belum juga sempat kueja secara tuntas

rakitan etalase kebudayaan diMandar

serta rapuhnya susunan kesenian dihadapan penyantet kreatifitas

sebab ada saja tangan gemar merayap

menyerbu bangunan roti penguasa

lantas aku kembali disuguhi fenomena kerdil yang dipajang

sekelompok pengemis bengis penghuni pojok terminal

aku rasanya ingin tidur saja tanpa igau

lalu merajut mimpi manis

menanggalkan perhelatan jiwa dalam kejujuran

tapi bagaimana mungkin aku bisa lelap dan diam

sementara belantara masa datang harus dikembarai

perjalanan jaga sekalipun berarti sebuah tidur panjang

sementara mimpi adalah peristiwa yang direkam oleh jiwa.

Makassar, 29 Oktober 2009.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline