Lihat ke Halaman Asli

Tidak Ada Persaudaraan Dalam Kejahatan

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak Ada Persaudaraan Dalam Kejahatan

Kejahatan di belahan bumi manapun tidak pernah mengenal kata “persaudaraan”. Nggak percaya? Tengok saja, jika ada lima orang kawanan copet dalam sebuah bus, mereka bekerja sama dalam beraksi, tetapi nahas, salah seorang dari mereka kepergok lalu digebuki oleh penumpang satu bus, apakah teman-temannya akan membantu? Pasti tidak, malah ikut teriak copet!, mampusin aja!, lantas mereka kabur.

Nah, ngga jauh beda dengan politikus yang korup. Di awal meretas jalan mencapai sebuah kepentingan (korupsi) mereka satu padu bekerja sama. Jika belum tertangkap atau terungkap mereka bekerjasama saling melindungi. Namun, jika nasib sial sudah menimpa, dan salah satunya terkena kasus pasti yang lain akan berbalik sok suci dan berlomba-lomba bersuara keras saling membantah. Dulu ketika masih menjadi kawan, sering menyambangi rumah, menegur sekedar berbasa-basi, bertanya segala hal mulai dari kabar anak, pendidikan dan kesehatan. Namun, jika sang kawan sudah terjerat? Apa daya, jurus cari selamat sendiri pun dimainkan, termasuk saling fitnah satu sama lain. Tidak ada bedanya dengan penjahat jalanan yang tertangkap ketika beraksi.

Drama seperti ini kini tengah bergulir di tubuh Partai Demokrat, demikian pula di PKS, namun prahara Partai Demokrat terdengar lebih keras dan terasa goncangannya, ini karena sang pendiri yang kebetulan seorang Presiden panik luar biasa. Berita tentang prahara partai ini mengalahkan kehebohan berita lain, dalam posisi ini tentu saja PKS yang sedikit diuntungkan karena berita kasus suap impor daging sapi yang melibatkanmantan presiden PKS LHIterbenam dan hampir tidak kebagian slot. Tidak hanya di dalam negeri, prahara Partai Demokrat juga menjadi perhatian media asing. Tidak salah jika pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai Partai Demokrat seperti partai teater. Diatas panggung mereka cantik memainkan perannya masing-masing, tapi di belakang panggung terlihatlah karakter aslinya. Demokrasi yang dipertontonkan saat kongres di Bandung ternyata demokrasi semu, Anas merasa seperti ‘bayi’ yang tidak diharapkan kelahirannya. Maka menurut mereka yang sudah jijik dengan kelakuan sang ‘bayi’ ini maka harus dibuang. Caranya tentu tidak dengan tangan sendiri seperti Anas bilang, “nabok nyilih tangan”. Maka tersingkirlah Anas ketika statusnya menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

Sejak SBY menggelar jumpa pers di Cikeas dan mempreteli kekuasaan Anas semakin tegaslah faksionalisasi di tubuh Partai Demokrat. Siapa saja yang berdiri di belakang SBY dan siapa yang berdiri di belakang Anas. Belakangan, faksi-faksi di tubuh Demokrat menampakkan batang hidungnya. Secara umum bisa dipetakan di tubuh Partai Demokrat ini sedang terjadi pertempuran antara kelompok muda (Anas cs) di Duren Sawit dan Kelompok Tua(SBY Cs) di Cikeas.

Anas dan sejumlah kawannya di daerah menggalang kekuatan melawan Cikeas. Dalam jumpa pers saat menyatakan berhenti, banyak kata-kata bersayap yang dilontarkan Anas yang tentu saja menimbulkan banyak penafsiran. Anas dengan tenang melontarkan bola-bola api liar yang bisa membakar siapapun yang merasa terpojok. Seperti yang Anas bilang, kasusnya bukanlah akhir tapi sebuah permulaan, kisahnya ini barulah halaman pertama, masih ada halaman lain yang lebih seru. Ternyata memang semakin seru, sebuah dokumen tentang mengalirnya sejumlah uang yang diduga tidak halal mengalir ke sejumlah orang, termasuk ke kantong Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, anak Presiden dan Mantu Menkoperekonomian telah beredar di tengah masyarakat. Seperti biasa, saling bantah pun terjadi. Benar-benar seperti teater bukan? Sekarang tugas KPK lah membuktikan kepada masyarakat siapa yang benar dan siapa penjahatnya. KPK jangan ikut-ikutan sedih atau marah seperti penonton lainnya, KPK harus berdiri paling atas dan memelototi setiap maneuver-manuver yang akan muncul.

Dulu Sahabat, Sekarang Saling Babat

Semua kader Demokrat pasti tahu, seperti apa dulu hubungan Anas dengan Nazaruddin sebelum anak muda ini menginap di hotel prodeo. Keduanya menjalin pertemanan sejak lama. Berkat dukungan dari Nazar Anas sukses merebut kursi Ketua Umum dalam Kongres Bandung, maka Anas pun mengganjar Nazar dengan mendudukkannya sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Meskipun menurut Marzuki Alie, langkah Anas ini tak direstui SBY tapi karena Anas pemenang kongres, apa boleh buat. Keputusan ada di tangan Anas.

Seperti dilansir vivanews.com, hubungan Anas dan Nazaruddin mulai terjalin sejak 2005, ketika keduanya sama-sama bergabung dengan Partai Demokrat. Waktu itu Anas duduk sebagai Ketua DPP Demokrat Bidang Politik, sedangkan Nazaruddin menjadi wakil bendaharanya. Sebelumnya, pada tahun 2004 Nazar mencoba peruntungan politiknya di PPP namun gagal, sementara pada tahun yang sama Anas duduk sebagai anggota KPU. Bagaimana Hubungan Anas dengan Nazaruddin selanjutnya? Simak berita yang saya kutip langsung dari vivanews.com edisi Rabu, 20 Juli 2011.

“Hubungan Anas dan Nazaruddin 'terjalin lebih erat' saat Anas membeli 30 persen saham Nazar di PT Anugerah Nusantara. Berdasarkan dokumen yang diperoleh VIVAnews, pembelian saham itu dilakukan pada 1 Maret 2007. Nota jual beli saham itu ditandatangani Notaris H Asman Yunus pada 2 Mei 2007 di Pekanbaru. Kemudian pada 2008, Anas juga disebut memiliki saham di salah satu perusahaan Nazaruddin, PT Panahatan. Berdasarkan dokumen PT Panahatan yang diperoleh VIVAnews.com, pada 2008, Anas dan Nazaruddin memiliki saham sejumlah 35.000 lembar. Sisanya, saham dimiliki oleh sepupu Nazaruddin, M Nasir, yakni 30 ribu lembar saham. Dengan nilai satu lembar saham Rp1 juta, berarti Anas Urbaningrum memegang saham di PT Panahatan senilai Rp35 miliar, Muhammad Nazaruddin Rp35 miliar, dan M Nasir Rp30 miliar.

Saat itu susunan pengurus di PT Panahatan adalah Nasir sebagai direktur, sedangkan Nazaruddin sebagai Komisaris Utama, serta Anas sebagai komisaris. Mengenai kepemilikan saham ini, Nazaruddin mengakuinya. "Itu perusahaan Anas dan PT Anak Negeri adalah anak perusahaan PT Anugerah. Saya anak buah Anas," kata Nazaruddin dalam pesan BlackBerry Messenger yang diterima VIVAnews.com beberapa waktu lalu. Anas pun sudah membantah mengenai keterangan Nazaruddin itu. "Ya BBM (BlackBerry Messenger) yang keliru semua kok. Kan sudah saya bantah," kata Anas pekan lalu. Saat ini, Anas pun dikabarkan sudah tidak lagi menjadi komisaris di 2 perusahaan tersebut.
'Kedekatan' Anas dan Nazaruddin kembali tercipta. Pada Mei 2010, Anas yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat kemudian mengangkat Nazaruddin sebagai bendahara umum. 'Perpecahan' Nazaruddin dan Anas mulai tampak saat Nazar disebut-sebut terlibat dalam kasus suap wisma atlet. Nazaruddin melalui pesan BBM berulang kali menyerang Anas. Nazar menyebut, ada dana yang mengalir ke Anas dari proyek wisma atlet saat kongres Demokrat 2010.

"Kalau soal wisma atlet yang nilai proyek Rp200 miliar, sudah dialokasikan Rp16 miliar, Rp9 miliar untuk DPR lewat Paul, dan Rp7 miliar dialokasikan untuk tim kongres pemenangan Anas.

Untuk pro Ambalan Rp1,2 triliun dana yang sudah dialokasikan Rp100 miliar. Dengan rician ke DPR lebih kurang Rp30 miliar lewat pengusaha teman Anas namanya Mahfud, Rp50 miliar untuk pemenangan Anas waktu kongres dan ke tim konsultan Anas calon presiden Ipang konsultan Rp20 miliar."

Nazar juga menyatakan Anas yang menyuruhnya pergi ke Singapura. "Dari awal saya tidak mau ke Singapura, tetapi disuruh menghindar dulu 3 tahun ke Singapura. Saya benar-benar terjebak. Makanya saya akan buka semua dokumen yang ada. Saya disuruh menghindar dan menenangkan diri. Ternyata di Indonesia dia mengatur skenario saya lari," beber Nazar.

Anas sudah membantah keras tudingan Nazar itu. Anas juga membantah kemenangan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat lantaran karena dia menggelontorkan dana kepada para pemegang suara. "Tanya saja pendukung saya, yang memilih saya," kata Anas.

Anas pun membantah dirinya menyuruh Nazaruddin pergi ke Singapura. "Sampeyan ini ada-ada saja," kata Anas. Posisi Nazaruddin sebagai bendahara Demokrat pun sudah dicopot. Bahkan Anas juga memecat Nazaruddin dari Demokrat dan me-recall Nazar dari DPR. Nazaruddin enggan berkomentar mengenai serangan bertubi-tubi ke Anas itu. "Yang saya sampaikan adalah fakta hukum dan yang benar," tutur Nazar dalam pesan BBM-nya. (sj)”

Saling babat antarsahabat, tidak hanya terjadi antara Anas dan Nazar saja, sekarang babak baru ‘perseteruan’ antara Anas dan Cikeas mulai terbuka. Entah atas inisiatif siapa dokumen sejumlah penyelenggara negara menerima duit tersebar di tengah masyarakat. Orang yang dibidik, dan ini yang paling lemah jaringan politiknya adalah Ibas, disamping Andi Mallarangeng yang sudah duluan menjadi tersangka. Bila ingin jujur, Ibas kuat karena dia anak pendiri partai yang masih sangat disegani para kader Partai Demokrat. SBY memang tidak pernah memaksakan Ibas jadi Sekjen Partai, seandainya bukan Anas yang terpilihpun, Ibas kemungkinan besar akan tetap mendapat jatah kursi Sekjen. Sebuah jabatan strategis yang sejatinya tidak mudah diemban oleh orang yang belum memiliki pengalaman politik. Bisa jadi, diam-diam Anas meragukan kemampuan Ibas sehingga dia terpaksa membuat susunan kabinetnya terlampau gemuk agar bahtera Partai Demokrat tetap berjalan seimbang ditengah lautan politik meski terlalu sarat beban.

Ibas, Amir Syamsuddin, Hatta Rajasa (mertua Ibas) langsung membantah isi dokumen tersebut. Amir Syamsuddin yang berpolemik dengan Anas soal ini menyebutnya sebagai “omong kosong”. Jika dokumen itu fitnah, mereka seharusnya tidak hanya membantah tetapi mengusut siapa pennyebar dokumen tersebut dan melaporkannya kepada polisi. Apakah itu sudah dilakukan?

Nah, dua sekuen persahabatan yang retak ini sekali lagi menunjukkan, “Dalam kejahatan tidak ada persaudaraan”. Kejahatan hanya akan menimbulkan kejahatan-kejahatan berikutnya. Lambat laun, pasti akan ketahuan berapa banyak penjahat yang terlibat kasus ini karena mereka yang sudah terbelenggu jeruji KPK pasti akan mencari-cari ‘saudara’ nya lagi untuk menemani mereka dibalik jeruji. Bagaimana kisah selanjutnya? Siapa membabat siapa? Kita lihat saja halaman-halaman selanjutnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline