Lihat ke Halaman Asli

Syukur Umar

Dosen, peneliti/penulis, dan penikmat musik dan perjalanan wisata

Lingkungan Rusak, Pandemi Datang

Diperbarui: 7 Desember 2021   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di awal penyebaran Covid-19, berbagai berita tentang pandemi tersebut tiba di telinga kita dan dengan cepat dibahas oleh berbagai kalangan lewat media, termasuk media sosial. Bahkan berbagai kalangan membahasnya melalui webinar dengan menggunakan berbagai platform yanga tersedia, zoom misalnya. 

Penulis ketika itu bahkan menyumbangkan tulisan tentang C-19 dalam hubungannya dengan kelestarian hutan untuk sebuah bookchapter yang diinisiasi oleh sekelompok kawan seprofesi. 

Kendatipun pandemi merupakan sesuatu yang baru, terutama bagi penulis dan banyak kawan-kawan ketika itu, namun membuat tulisan tentang pandemi yang dihubungkan dengan bidang ilmu yang ditekuni masing-masing, menjadi sesuatu yang menantang dan menarik.

Topik yang banyak diperbincangkan di awal pandemi oleh berbagai kalangan adalah asal muasal C-19. Ada perbincangan yang mengemukakan bahwa asal mula pandemi memiliki dimensi politik di mana diissukan bahwa virus Corona bersumber  dari sebuah laboratorium penelitian virus di Kota Wuhan. 

Issu tersebut memiliki perspektif pengembangan senjata biologi. Dimensi lingkungan sebagai faktor yang bertanggungjawab atas munculnya pandemi C-19 lebih diterima oleh berbagai kalangan di mana satwa liarlah yang disinyalemen sebagai sumber virus kasat mata tersebut yang memiliki ukuran yang sangat kecil, yaitu berkisar 120 hingga 160 nanometer (1 m = 1 milyar nanometer). 

Alhasil para pecinta lingkungan menggunakan issu ini untuk melakukan kampanye pelestarian lingkungan, terutama pelestarian hutan dan perlindungan satwa liar.

Satwa liar yang disinyalemen sebagai sumber virus C-19 adalah burung kelelawar. Hewan ini banyak diburu dan dikonsumsi oleh manusia, termasuk di Indonesia. Jumlah jenis kelelawar sangat banyak, yaitu 977 jenis. 

Dari jumlah tersebut ada dua jenis yang dikategorikan sebagai hasil hutan bukan kayu oleh kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu kalong hitam dan kalong Sulawesi. 

Kita seharusnya berhati-hati mengkonsumsi hewan liar, terutama kelelawar mengingat hewan liar bisa saja mengandung virus yang membahayakan kesehatan manusia. 

Kelelawar merupakan hewan liar yang paling potensial menyebarkan virus yang berbahaya. Sehingga sebaiknya mengurangi intensitas berinteraksi dengan kelelawar agar dapat mengurangi resiko terinveksi zoonosis, yaitu penyakit menular dari hewan ke manusia. 

Hal lain yang perlu perhatian kita adalah bahwa bisa saja virus yang ada di kelelawar tertular ke manusia melalui hewan lain. Hal ini telah diteliti oleh salah seorang peneliti Tiongkok yang menjelaskan bahwa kelelawar tidak menularkan virus secara langsung kepada manusia, melainkan melalui hewan lain sebagai perantara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline