Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Dia hingga Kita

Diperbarui: 6 Maret 2020   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto busy.org

Aku pergi dari rumah kali ini, lelah menurut pada semua tuntutan yang ada. Aku pergi dari rumah dengan segala kemarahan yang membara. Dia bersamaku tetap bersamaku. Aku pergi dari rumah sekarang, berjalan menjauh dari nyata yang membuat penat.

Dia masih bersamaku, bahkan tak sedikitpun melepas pandangannya walau sedetik. Ditempat sepi tiada perabotan apapun kini aku tinggal, kesa kemari mencari hidup baru. Dia masih bersamaku, bahkan saat keluarga tak lagi disisi. Aku butuh makan, aku harus hidup untuk menanti mati. Aku harus hidup, karna takut bunuh diri.

Kini disini aku termenung, tiada alas tiada selimut, tangisanku menjadi jadi, berontak membenci. Aku telah pergi, aku telah jauh dari mereka yang menuntut kehidupanku, mengapa kita tetap bersama?! Mengapa dia tak juga pergi meninggalkanku? Harus sejauh apa, harus kemana, harus bersembunyi dimana, agar dia tak lagi bersamaku.

Ditengah berlangsungnya kehancuran hidupku dia tak sedikitpun menjauh dariku. Dia tetap bersamaku, tak membiarkan aku sendiri, tak membiarkan aku bersama yang lain. Dia, kesedihan yang selalu bersamaku hingga kemarahan ini membuatnya mengundang penyesalan, kini kita semua bersama.

Bumi, 06 Maret 2020
#imajinasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline