Untunglah aku selalu terbangun tepat waktu jam 04 SUBUH! Padahal semalam tak bisa tidur nyenyak memikirkan WC 19 yang merupakan negeri jirannya WC 20. WC 19 yang harus aku bersihkan pagi nanti karena hukuman dari Mahkamah Bahasa.
Pada saat melantunkan azan subuh pada kali ini, ada dua hal besar yang menari-nari di dalam kepalaku. Dua hal besar tersebut adalah hal baik dan hal buruk.
Mau yang baik dulu atau yang buruk dulu? Baiklah yang buruknya, aku harus membersihkan WC 19 yang bertetangga dengan WC 20 tempat yang paling angker dan keramat di pondok ini, dan hal baiknya adalah rumah Eda Subaedah searah jalan menuju WC 19.
Lihatlah! Rasa takut dan rasa kasmaran jika dicampur menjadi satu outputnya sangat di luar dugaan. Ketika aku baru saja selesai mengumandangkan azan subuh, semua santri bersikap tidak seperti lazimnya, mereka menatap kepadaku dengan tatapan yang mengisyaratkan ada sesuatu yang salah, something wrong just happened.
Ustaz Hasnawi yang duduk di tempat imam memanggil dan menepuk-nepuk pundakku seraya mengatakan, “Ahmad, Kamu lupa melantunkan Asshalaatu khaerum minannaum! Ini azan shalat Subuh, Ahmad!”
Ya Allah, aku gagal menunaikan tugas azan subuh dengan sempurna. Ini semua karena Eda Subaedah atau WC 19?
Satu lagi pelajaran penting yang kudapatkan subuh ini, kalau melakukan sesuatu untuk ibadah dan maslahat umum maka aku harus fokus, fokus, fokus.
Selepas shalat Subuh, aku berlari kembali ke asrama. Sambil mematuk-matuk diri di depan cermin dengan mematte’ (menarik dengan sekali tarik menggunakan sela-sela jemari) ujung-ujung rambutku bagian atas aku membaca doa bercermin, Allahumma Kamaa Hassanta Khalqiy, Fahassin Khuluqiy. Doa yang tidak pernah aku praktekkan lama sebelumnya. Setelah mulai melihat Eda Subaedah kemarin siang, mengapa doa ini menjadi karib denganku.
Ide brilian yang aku rencanakan semalam lewat sudah siap aku jalankan, ini misi sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Rencananya aku akan ke rumah pak Idris dan menemui Eda Subaedah. Aku harus bertemu dia sebelum ayam Pak Yusuf berkokok. Sebab kalau ayam itu sudah berkokok pertanda inspektor Mahkamah Bahasa sudah melakukan inspeksi ke WC 19, apakah tugasku sudah dijalankan atau belum.
Untuk urusan kokok ayam Pak Yusuf dan waktu inspeksi Mahkamah Bahasa aku kira-kira saja sendiri.
Perasaaanku tidak karuan ketika menaiki tangga rumah Pak Idris yang berderik-derik, di balik pintu rumahnya yang terbuka aku menjumpai beliau sedang bersiap-siap berangkat melaksanakan kewajibannya membersihkan pondok.