Pelaut merupakan elemen penting dalam industri maritim global. Namun, status mereka sebagai pekerja migran masih menjadi perdebatan dengan konsekuensi hukum yang signifikan.
Artikel ini mengkaji status pelaut sebagai pekerja migran berdasarkan konvensi ILO dan realitas lapangan, dengan fokus pada pengecualian dan perlindungan hukum yang tersedia.
Konvensi ILO dan Pengecualian Pelaut
Konvensi ILO terkait pekerja migran, yaitu K-97 (1949) dan K-143 (1975), secara eksplisit mengecualikan pelaut dari cakupan konvensi. Alasannya, pelaut dianggap memiliki karakteristik pekerjaan yang berbeda dan diatur oleh peraturan khusus maritim.
Namun, Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (PKPM) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia menjadi UU No 06 tahun 2012, menunjukkan pergeseran. Konvensi ini tidak mengecualikan pelaut secara keseluruhan, melainkan hanya pelaut yang belum memperoleh izin tinggal dan melakukan aktivitas di negara tujuan kerja.
Pergeseran ini mencerminkan realitas bahwa di era modern, banyak pelaut bekerja menetap di negara lain dan mendapatkan izin tinggal, seperti pada sektor Bunker Service, Harbour Tug Service, dan Crews Boat Service.
MLC dan K-188: Perlindungan Hukum Pelaut
Menyadari keragaman status pelaut, ILO menerbitkan dua instrumen penting:
- Maritime Labour Convention (MLC) 2006: Mengatur standar kerja minimum bagi pelaut di kapal niaga.
- Convention No. 188 on Work in Fishing (K-188) 2007: Mengatur standar kerja minimum bagi pelaut di kapal ikan.
Instrumen-instrumen ini memberikan perlindungan hukum yang komprehensif bagi pelaut, termasuk hak-hak fundamental seperti jam kerja, upah minimum, cuti, dan keselamatan kerja.
Kesimpulan
Status pelaut sebagai pekerja migran kompleks dan dinamis. Konvensi ILO dan realitas lapangan menunjukkan bahwa tidak semua pelaut dikategorikan sebagai pekerja migran. Pelaut yang bekerja menetap di negara lain dan mendapatkan izin tinggal berhak atas perlindungan hukum sebagai pekerja migran. MLC dan K-188 merupakan instrumen penting untuk memastikan perlindungan hak-hak pelaut di seluruh dunia.