Lihat ke Halaman Asli

Syofyan el Comandante

Sekretaris Jenderal SP.SAKTI

Dilema Penetapan Upah Minumum Awak Kapal Indonesia: antara Mandat dan Realita

Diperbarui: 19 Juni 2024   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image :Pixabay

24 Tahun Tanpa Perlindungan Upah Minimum, Kesejahteraan Awak Kapal Terancam

Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 2000 tentang 'Kepelautan' jelas mengamanatkan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menetapkan upah minimum terendah awak kapal. Namun, ironisnya, hingga saat ini, hampir 24 tahun berlalu, regulasi tersebut belum terwujud. Akibatnya, awak kapal Indonesia terancam terjebak dalam skema pembayaran gaji sesuka hati perusahaan.

Di satu sisi, regulasi terkait kompetensi awak kapal terus diperbarui. Di sisi lain, penetapan standar upah minimum justru terabaikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada keraguan dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk melindungi hak-hak awak kapal?

Beberapa faktor yang disinyalir menjadi penghambat penetapan upah minimum awak kapal antara lain:

  • Belum adanya tripartit di sektor maritim: Forum yang mempertemukan unsur pemerintah, pengusaha, dan buruh ini belum terbentuk di sektor maritim, sehingga menyulitkan perumusan kebijakan yang adil dan berimbang.
  • Ketiadaan serikat pekerja pelaut di dewan pengupahan: Suara awak kapal sebagai buruh belum terwakili secara resmi dalam proses penetapan upah minimum.
  • Perdebatan status awak kapal: Masih terjadi pro-kontra terkait apakah awak kapal dikategorikan sebagai buruh atau pekerja profesi. Hal ini merujuk pada KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008.

Meskipun UU Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 pasal 337 telah menyatakan dengan jelas bahwa ketenagakerjaan di bidang pelayaran diatur menurut Kementerian Ketenagakerjaan, pelaksanaan di lapangan masih simpang siur.

Dampak Keterlambatan Penetapan Upah Minimum Awak Kapal:

  • Eksploitasi awak kapal: Perusahaan nakal dapat memanfaatkan situasi ini untuk menekan upah awak kapal seminimal mungkin.
  • Kesejahteraan awak kapal terancam: Penghasilan yang tidak layak dapat berakibat pada penurunan kualitas hidup dan kesehatan awak kapal.
  • Menurunnya daya saing maritim Indonesia: Keterlambatan dalam melindungi hak-hak awak kapal dapat merusak citra maritim Indonesia di mata internasional.

Langkah Nyata yang Diperlukan:

  • Pembentukan tripartit maritim: Segera inisiasi pembentukan forum tripartit yang melibatkan unsur pemerintah, pengusaha, dan awak kapal untuk merumuskan regulasi upah minimum yang adil.
  • Penguatan peran serikat pekerja pelaut: Dorong partisipasi aktif serikat pekerja pelaut dalam proses pengambilan keputusan terkait ketenagakerjaan di sektor maritim.
  • Klarifikasi status awak kapal: Lakukan kajian mendalam dan rumuskan definisi yang jelas mengenai status awak kapal, apakah buruh atau pekerja profesi, dengan mempertimbangkan regulasi yang berlaku.

Penutup:

Sudah 24 tahun berlalu sejak mandat penetapan upah minimum awak kapal Indonesia tercantum dalam peraturan pemerintah No 07. Ketidakjelasan regulasi ini telah mengorbankan kesejahteraan para pahlawan maritim yang bekerja keras menjaga kelancaran arus logistik dan perdagangan.

Pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja pelaut harus bahu membahu untuk segera menyelesaikan dilema ini. Penetapan upah minimum awak kapal yang adil dan layak adalah kunci untuk mewujudkan sektor maritim Indonesia yang sejahtera dan berdaya saing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline