Lihat ke Halaman Asli

Niat Adu Jotos El vs Farhat, Sekali Lagi Pukulan Bagi Dunia Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Meskipun baru merupakan niat, cara penyelesaian masalah antara public figure Farhat Abbas (Farhat) dengan keluarga musisi Ahmad Dhani melalui adu tinju antara El Jalaluddin Rumi (El) dengan Farhat sudah merupakan “bogem mentah” (pukulan) bagi dunia pendidikan di Indonesia. Mengapa? Niat penyelesaian masalah dengan cara kekerasan, bukan melalui jalur hukum, apalagi jalur damai, adalah salah satu bukti konkrit gagalnya pendidikan karakter di negeri ini.

Bukan film Kungfu

Bagi yang senang menonton film Kungfu atau film Silat, penyelesaian masalah dengan cara perang tanding atau duel sudah biasa. Tapi itu adalah film! Bagi masyarakat yang hidup di Negara hukum seperti Indonesia, dengan adat ketimuran yang masih kental, kekerasan bukanlah pilihan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Sekalipun alasannya untuk membela nama baik keluarga.

Ring tinju resmi yang dipilih untuk penyelesaian perseteruan hanyalah sebuah tempat. Tempat tidak membenarkan tindakan dan juga tidak menegasi motivasi.Motivasi yang ada dibelakang adu tinju El vs Farhat tersebut adalah sebuah kebencian yang muncul dari sebuah perseteruan. Sama sekali berbeda dengan kaidah-kaidah adu tinju yang sebenarnya. Sekalipun tanding tinju itu dilaksanakan di ring tinju resmi, tidak ada jaminan bahwa kebencian akan berakhir. Malah mempertontonkan kekerasan antar publik figur akan berdampak buruk bagi penonton, terutama para remaja. Oleh karena itu pilihan penyelesaian masalah di ring tinju resmi ala El vs Farhat dari kacamata oleh raga juga tidak bisa diterima.

Pendidikan Karakter

Dari kacamata pendidikan, pemilihan cara kekerasan untuk menyelesaikan masalah merupakan salah satu bukti masih besarnya masalah pendidikan karakter di Indonesia. Berbicara masalah pendidikan karakter, tentu saja tidak hanya pendidikan di sekolah. Tatapi juga di keluarga. Keinginan menyelesaikan perseteruan dengan kekerasan menunjukkan kuatnya dorongan penggunaan „hukum rimba“ di dalam diri orang tersebut. Jika seseorang mengedepankan hukum rimba yang tampak adalah bahwa karakter „kerimbaan“ lebih berpengaruh di dalam diri orang itu dari pada „human character“. Maka jika hal itu terjadi, berarti pendidikan karakter masih gagal di negeri ini.

Karena El masih anak-anak, kita dapat memaklumi bahwa dia masih belum mempu mengambil keputusan sendiri. Di sinilah peran orang tua diperlukan. Peran orang tua dalam menanamkan pendidikan karakter dan mendampingi anak-anak dalam pengambilan keputusan untuk hidupnya sangat penting. Maia Estianty, ibu El, yang tidak mengijinkan El bertanding tinju melawan Farhat adalah figur orang tua yang baik dalam mendampingi perkembangan karakter anak.

Dampak buruk bagi remaja

Meskipun pertandingan tinju antara El vs Farhat belum atau mungkin tidak akan pernah dilaksanakan, keinginan El untuk bertanding tinju dengan Farhat bisa jadi sudah memberi pengaruh buruk pada remaja. El adalah public figure. El adalah idola remaja Indonesia. Ia dicintai oleh remaja Indonesia. Oleh karena itu, mau tidak mau, sikap dan keinginan El akan berpengaruh pada sikap dan cara pandang remaja lainnya, terutama para penggemarnya. Pengaruh itu antara lain akan tercermin dalam peng-imitasian, peniruan, baik gaya hidup, sikap maupun cara pikirnya dalam menyelesaikan perseteruan. Ketika El menyatakan kepada public mengenai keinginannya bertanding tinju melawan Farhat untuk menyelesaikan perseteruan, kita tidak bisa menjamin bahwa penggemar EL tidak ada yang terpengaruh. Dan jika ada yang terpengaruh, itu  jadi sebuah pengaruh buruk bagi remaja.

Maka kita beri apresiasi kepada Pertina yang menolak permohonan tanding tinju antara El dan Farhat. Sepakat dengan dengan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, bahwa membela nama baik keluarga bukanlah dengan cara mempertontonkan kekerasan dan kebencian di depan orang banyak melalui pertandingan tinju. Dan kita dorong serta dukung insan pendidikan Indonesia untuk lebih keras lagi meningkatkan kualitas pendidikan karakter bagi anak-anak bangsa.

Stephanus Mulyadi

Direktur Merangat Foundation

Pegiat Personal and Capacity Building, Pembinaan dan Pendampingan Kaum Muda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline