Lihat ke Halaman Asli

Debat Capres(2): Jokowi Masih di Atas Angin?

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Euforia sepak bola sepertinya bisa sedikit menurunkan tensi suhu politik. Berita tentang partisipasi dan mobilisasi selang-seling menggerakkan dukung-mendukung ke-2 pasangan capres/cawapres rasanya sudah menyesakkan otak anak bangsa ini. Sayangnya masih ada saja yang memanfaatkan ‘hiburan’ sepak bola sebagai kampanye politik, sah-sah saja sih, toh sampai dengan sejauh ini preferensi pilihan masyarakat atas ke-2 pasanganan sudah 85% ‘padat’ tidak lagi ‘cair’, sulit untuk dirubah secara signifikan, kecuali dengan serangan fajar. Atau memanipulasi data pilpres via IT KPU.

Demikian juga dengan debat ke-2 pasangan capres/cawapres Prabowo-Hata vs Jokowi-JK yang akan diselenggarakan besok malam (15/6/2014) yang akan disiarkan Metro TV dan Bloomberg TV dengan tema “Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial”. Apapun hasilnya kayaknya sudah tidak banyak berpengaruh, preferensi pilihan para swing voters sudah tidak lagi merubah peta elektabilitas capres/cawapres dukungan rakyat secara signifikan.

Sebagaimana yang penulis prediksi pada debat perdana sebelumnya, pasangan nomer urut 2 Jokowi-JK berada di atas angin, saat mana orang-orang merasa gamang untuk menjagokan ke-2 pasangan tersebut akan ‘memenangkan’ debat. Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan pasangan nomert urut 2 tersebut menang telak, baik dalam hal penguasaan panggung, body language maupun materi debat. Kekalahan pada debat perdana sedikit banyak akan mempengaruhi mental Prabowo pada debat ke-2 nanti, bukan karena kekalahan itu sendiri, tetapi karena blunder materi debat yang menbuktikan bahwa Prabowo-Hatta hanya melempar wacana normatif, orasi penuh janji, jauh panggang daripada api.

Walaupun kubu Prabowo-hatta dan pendukungnya membantah kekalahan tersebut, tentunya wajar-wajar saja, politikus sekelas mereka, memiliki prototype sama seperti Sutan Batughana, apapun ‘sikon’nya tetep saja ngotot merasa benar sok innocent,dan selalu mempropagandakan ‘kemenangan’, semata-mata untuk menjaga dan mengobarkan semangat bagi pendukung-pendukungnya. Toh, memang belum game over, kalau pun sudah pun masih berharap dapat menciptakan 'blessing' pada injury time di masa tenang sebelum waktu pencoblosan tanggal 9 Juli.

Nah, bagaimana dengan duel debat head to head ke-2 capres Prabowo vs Jokowi tgl. 15 Juni nanti?

Yang jelas timses ke-2 capres sudah semakin memoles dan mematutkan ke-2nya agar bisa mengontrol dan piawai dalam penguasaan panggung dan body language sehingga semakin ‘president-like’. Pengalaman debat perdana tentunya akan membuat Prabowo tidak lagi under-estimated menilai kemampuan Jokowi yang dianggapnya underdog. Tidak lagi kepedean karena merasa memiliki IQ yang di atas rata-rata. Hal itu juga semakin membuktikan bahwa EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient) lebih merupakan faktor sukses seseorang dalam kehidupannya, terlebih lagi untuk menjadi pemimpin nasional.

Materi debat yang ke-2, yaitu “Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial” sebenarnya juga lebih menempatkan capres nomer urut 2, Jokowi di atas-angin. Pengalamannya di birokrasi selama 15 tahun, baik sebagai walikota dan gubernur menjadikannya menguasai, bahkan memberikan bukti komitmennya dalam pembangunan ekonomi kerakyatan menuju kesejahteraan sosial, tinggal ditingkatkan dalam setting nasional, baik makro maupoun mikro yang lebih kompleks. Hal itu tentunya lebih baik daripada tidak punya pengalaman sama sekali, sebagaimana Prabowo.

Pada debat perdana, sebetulnya Prabowo sudah menciptakan blunder dengan statemennya yang menyatakan pembangunan ekonomi pemerintahan sebelumnya kurang menggembirakan, karena justru ‘arsitek’ perekonomian SBY adalah Hatta Rajasa, yang digandengnya jadi cawapres, lho?

Sebagai catatan, saat itu Hatta juga membuat blunder dengan pernyataannya masalah kepastian hukum, yang menyatakan hukum jangan sampai "tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah". Sementara kasus tabrak-mati anaknya, justru membuktikan dirinya membuat ketidakpastian hukum yang tumpul ke atas! Meradangi rasa keadilkan masyarakat.

Belum lagi masalah HAM yang diangkat Prabowo-Hatta sendiri, langsung di’ambil’ oleh Jusuf Kalla untuk mempertanyakan komitmen Prabowo dalam masalah HAM. Walau pun hal itu dikatakan oleh pendukung ‘lips service’-nya justru mernguntungkan, namun masyarakat tahu pasti kegerahan yang menerpa kubu Prabowo, bahkan semakin membuka pintu polemik tentang dokumen DKP yang semakin menyulitkan posisi Prabowo.

Masalah krusial yang melekat pada diri Prabowo adalah image yang dibangunnya sendiri, sebagai seorang yang berkiblat ke barat, western, yang dalam kontek pembangunan ekonomi berarti neo-liberalis, klop dengan orientasi ekonomi Hatta Rajasa pada era SBY. Demikian juga sebagai anak kandung Soemitro sang boss Mafia-Barkeley yang sangat kapitalistik-liberalis. Soeharto yang diidolakan juga begitu. Nah loe..

Prabowo tentunya akan ‘berkampanye’ ekonomi kerakyatan sebagaimana yang didengung-dengungkan selama ini, untuk menutupi ideologi neo-libnya, namun bisakah trik itu akan mengalahkan Jokowi yang lebih pengalaman di lapangan? Akankah Prabowo menciptakan blunder baru? Apakah akan tersulut lagi emosinya untuk ke-2 kalinya?

Akankah debat kali ini, merupakan pertarungan 2 ideologi besar di Indomnesia, yaitu ‘ideologi Soeharto’ (Prabowo) vs ‘ideologi Soekarno’ (Jokowi)? Kita lihat nanti ke-2 capres kita berdebat-ria..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline