Lihat ke Halaman Asli

Sylvia Rizky

Founder @Balla'ta Kec. Marioriawa

Aku = Kau

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DI SEBUAH RUANGAN SEDERHANA TERDAPAT SEBUAH KURSI PANJANG DENGAN SEBUAH MEJA. TAMPAK SEPASANG SUAMI ISTRI SEDANG DUDUK DENGAN TATAPAN KOSONG, SESEKALI SALING MEMANDANG PENUH AMARAH.

Suami : (Sinis) Aku tidak sama dengan kau!!!

Istri: (Tertawa sinis) Aku sama dengan kau!!!

Suami: Kau tidak sama dengan aku!!!

Istri: Kau sama dengan aku!!!

Suami: (Membentak) Tidak!!!

Istri: Sama!!!

Suami: Tidak sama sekali!!!

Istri: Sungguh sama!!!

Suami: Tidak kataku!!!

Istri: Sama kataku!!!

Suami: Arggggggg……

Istri: (Tertawa) Aku sama dengan kau!!!

Suami: (Memandang penuh emosi)

Istri: (Tertawa terbahak-bahak)

Suami: Diam!!!

Istri: (Marah) Mengapa kau menyuruhku diam?

Suami: Sebab aku suamimu yang menyuruhmu diam!

Istri: Dan aku istrimu yang tidak ingin diam!

Suami: Kurang Ajar!!!

Istri: Siapa yang kau katai kurang ajar, brengsek!!!!

Suami: Siapa yang kau katai brengsek, ha?

TIBA-TIBA HENING SEJENAK. TAMPAK KEDUANYA SALING MENGHELA NAFAS. MEMULAI PERCAKAPAN DENGAN TENANG.

Istri: Aku tidak ingin berdebat lagi denganmu.

Suami: Tapi aku mau!

Istri : Kau memang keras kepala.

Suami: Yah, sebab aku lelaki.

Istri: Mengapa jika kau lelaki?

Suami: Aku wajar seperti ini sebab kau perempuan dan kau adalah istriku!

Istri: Yah, aku istrimu. Namun mengapa kau selalu saja ingin bertengkar denganku?

Suami: Sebab, aku tidak akan pernah sama denganmu!

Istri: (Sinis) Untuk apa kau ulang-ulang masalah itu? Jelas aku sama denganmu. Aku manusia, kau manusia. Kecuali jika kau adalah binatang.

Suami: Sampah…..!!! Aku manusia bukan binatang!! Dan aku suamimu. Mengerti?

Istri: Yah, aku tahu kau suamiku. Orang-orang pun tahu. Namun aku sama dengan kau. Yah, sama.

Suami: Jangan pernah kau bermimpi untuk itu, Subaedah!

Istri: Apa yang salah denganku, Karim? Tidak ada yang membedakan kita. Derajat kita sama!. Aku dan kau sama. Apalagi yang perlu kau tanyakan? Usahlah membahas masalah kecil ini. Kau tahu, aku rindu pelukanmu, bukan teriakanmu!!!

Suami: Subaedah, Subaedah. Aku juga rindu kehangatanmu, bukan pembangkanganmu! Hiduplah dengan normal. Kau seorang perempuan. Kau seorang istri yang berkewajiban atas segala perintahku!!!

Istri: Aku sudah bosan dengan lelucon macam itu, Karim! Hiduplah yang normal. Aku bukan boneka yang leluasa kau mainkan di setiap detik kehidupanmu!

Suami: Ah…. Hentikan omong kosong darimu itu! Kau jangan pernah bermimpi setara denganku.

Istri: Dan kau jangan pernah bermimpi menghentikan mimpiku itu, Karim.

SUBAEDAH LALU MENINGGALKAN SUAMINYA SENDIRI. TINGGAL KARIM DALAM RUANGAN TERSEBUT GELISAH MELIHAT KELAKUAN ISTRINYA.

Suami: Dia seperti itu sekarang. Merasa hebat. Dia lupa bahwa dia hanyalah seorang perempuan yang lemah. Dia bermimpi menjadi orang hebat sedang dia tidak tahu apa-apa. Dia hanyalah seorang perempuan lemah, manja, cengeng, dan bodoh. Dia selalu bermimpi, bermimpi memakai dasi dengan stelan rok mini serta tas mahal dijinjingnya. Dia bermimpi sedang memimpin rapat. Padahal dia hanya tahu mengurus anak. Hahahahahha. Terkadang aku kasihan padanya. Ia berusaha menjadi tegar di balik urai air matanya.

SUBAEDAH LALU MASUK RUANGAN.

Istri: Aku akan ke kantor sekarang.

Suami: Silahkan.

Istri: Jaga Fahmi dan Fani. Jangan sampai mereka terbangun.

Suami: Yah, jika aku sempat menjaganya.

Istri: Apa maksudmu?

Suami: Maksudku jelas dan tak butuh jawaban. Silahkan pergi!

Istri: Kau jangan pernah bertindak ceroboh!

Suami: Apa maksudmu?

Istri: Jadilah suami yang benar!

Suami: Sekali lagi, apa maksudmu?

Istri: Sekali-kali rasakan apa yang aku rasakan!

Suami: Rasakan? Aku rasakan apa yang kau rasakan? Hahahaha jangan mimpi. Sudah aku katakan, aku tidak akan sama dengan kau!

Istri: Sampai kapan adat kolotmu itu kau pertahankan?

Suami: Adat kolot?

Istri: Yah…

Suami: Rupanya kau semakin menentang! Aku punya batas kesabaran!

Istri: Kau pikir seorang perempuan tidak punya!!

Suami: Hey, Subaedah! Lihatlah dirimu, kau tak lihat jelas sepasang karunia Tuhan yang ada di atas perutmu itu? Dua gumpalan yang mengharuskan kau menjadi perempuan, istri, dan seorang ibu!!!

Istri: Jangan terlalu lancang!

Suami: Lancang? Hahahaha Harusnya kau gunakan kedua gumpalan itu untuk menyusui kedua anakmu! Dan harusnya setiap sisi kulitmu itu kujamah setiap saat aku membutuhkannya. Tidak dijamah oleh orang lain dengan mata nakal mereka!!

Istri: Sungguh lancang!!! Kau begitu menganggap aku perempuan hina!

Suami: Yah, perempuan hina yang ingin merdeka! Ingat kodratmu, Subaedah!!

Istri: Kodrat? Mengapa kau selalu menyerahkan masalah ini kepada kodrat?

Suami: Sebab kodrat yang tahu. Kodrat yang menjadi ketentuan. Ketentuan di mana aku adalah lelaki. Kau adalah perempuan. Dan perempuan tidak memimpin, perempuan harus patuh terhadap suami dan perempuan harus melayani dengan baik.

Istri: (Tepuk tangan) Luar biasa. Jangan pernah kau bermimpi seperti itu, Karim. Kau pikir perempuan dibesarkan untuk menjadi mainan laki-laki, yang menari seirama dengan kemauan laki-laki dan harus bisa menghibur laki-laki kapan pun dikehendakinya.? Hahahaha tidak!!!

Suami: Yah, sebab itu sudah menjadi ketentuan. Ketentuan!!! Tertulis atau tidak, kau tidak akan bisa lepas dari aturan itu. Mengerti?

Istri: Kau tidak akan bisa membuat aku mengerti hal itu. Sebab aku dan kau hidup di Negara yang menjunjung persamaan hak antara kaum perempuan dan kaum laki-laki. Dan hingga detik ini telah banyak perempuan-perempuan yang hidup dengan kebebasan mereka, tanpa diskriminasi dari kalian kaum lelaki!!!

Suami: Hahahahaha dan seketika itu kau sudah menjadi bangga? Lalu ketika kebebasan itu menjadi milikmu, kau lupakan tugasmu yang sesungguhnya. Kau lalu melimpahkan segala urusan rumah tangga di tangan suamimu? Dan sungguh aku bukan lelaki bodoh yang bebas kau tekan seperti itu, Subedah!!!

Istri: Sekali lagi aku katakan, kita punya hak yang sama. Aku berhak menjadi perempuan yang tangguh, perempuan yanghebat dan bukan perempuan yang selalu tunduk di bawah ketiak para lelaki sepertimu!

Suami: Lalu untuk apa kau menjadi seorang istri, jika tidak ingin diperintah oleh suamimu? Lalu untuk apa kau menjadi seorang ibu, jika tidak ingin mengasuh anak-anakmu? Dan itu yang kau katakan perempuan hebat, tangguh, dan mandiri? Melupakan keluarga demi obsesi yang keterlaluan?

Istri: Keterlaluan? Siapa yang keterlaluan? Aku tetap seorang istri dan seorang ibu. Hanya saja aku tidak pernah sanggup untuk hidup dalam jeratan aturan-aturan yang membuatku merasa dikucilkan.

Suami: Kau tidak akan pernah bisa untuk itu, Subaedah. Sebab bagaimana pun tingginya angan dan citamu untuk menjadi perempuan sukses dan mandiri, kau akan tetap terikat dengan kodrat bahwa kau seorang perempuan. Dan tempat yang layak untuk seorang perempuan hanyalah dapur bukan kantor!!!

Istri: Tidak!!! Aku bisa melakukan keduanya. Aku bisa sukses dengan karir dan rumah tangga. Dan kau tahu itu!!!

Suami: Aku tidak tahu dan tidak akan pernah mau tahu.

KARIM LALU MENINGGALKAN ISTRINYA MASUK KE DALAM KAMAR.

Istri: (Berteriak) Aku tahu, karim. Kau tahu maksudku. (menghela nafas dan mengendalikan emosi) Dia tahu, dia tahu bahwa aku ingin menjadi perempuan yang hebat. Makanya, aku menerima lamarannya. Dia mengerti kemauanku. Dia mendukung keinginanku. Namun, mengapa di tengah perjalanan rumah tangga ini, dia begitu mengekangku. Dia berubah menjadi monster yang menakutkan. (Sedih) Aku selalu dibuat menangis. Dan jika aku menangis, dia akan mengatakan “Lihatlah bukti kelemahan seorang perempuan, dan lelaki tak punya itu. Airmata itu bentuk kelemahan.” Lalu dia akan tertawa dengan bahagianya.

DIAM SEJENAK LALU SUBAEDAH BERGEGAS KE KANTOR.

Istri: Ah, sudahlah aku segera ke kantor.

SUASANA RUANGAN PUN GELAP. BEBERAPA DETIK KEMUDIAN LAMPU PERLAHAN MENYALA, KARIM DUDUK DI KURSI DENGAN PENUH KEBENCIAN. TAK LAMA BERSELANG, SUBAEDAH TIBA DARI KANTOR.

Suami: Jadi seperti ini yang kau harapkan? Kau mencari nafkah dan aku mengurus anak-anak?

Istri: Sesungguhnya tidak sampai seperti itu, aku hanya menginginkan kau membantuku mengurus mereka dan aku membantumu mengurus kantor. Sederhana.

Suami: Apa? Kau katakan itu sederhana?

Istri: Yah, sederhana jika kau ingin mengerti keadaanku. Dan kuharap kau mengerti agar tidak ada lagi perselisihan di antara kita.

Suami: (Geram) Lalu ketika aku mengerti keadaanmu, kau akan mengerti keadaanku juga? Tidak!!! Kau tidak akan pernah bisa menyederhanakan seperti itu sebab masalah ini memang tidak dapat disederhanakan oleh logika dan perasaanku, Subaedah!

Istri: (Diam sejenak)

Suami: Mengapa kau diam? Kau sudah menyadarinya kan?

Istri: (Diam)

Suami: Hey, bicaralah.

Istri: (Bicara dengan pelan) Aku hanya tidak habis pikir, mengapa kau membiarkanku seperti ini? Hidup dalam keadaan yang tidak pernah menguntungkanku! Padahal kau tahu, aku ingin menjadi istri yang hebat, ibu yang hebat dan itu tidak hanya kulakukan di dalam rumah tapi juga di luar rumah. Tapi kau tidak pernah mengerti, Karim!

Suami: Kau yang tidak mengerti akan dirimu, Subaedah!

Istri: Mengerti akan diriku? Lalu aku harus mengerti bahwa perempuan harus tinggal di rumah, memasak, merawat anak dan mengatur rumah tangga. Kodratkah itu? Tidak, itu tradisi!!!

Suami: Lihatlah betapa emosionalnya kau! Apakah dengan jalan seperti itu kau yakin bisa setara dengan laki-laki? Ingat Subaedah, Fahmi dan Fani masih membutuhkan kehangatan seorang ibu. Dan apakah itu salah?

Istri: (menangis)

Suami: Kau tidak akan pernah sama dengan aku, Subaedah. Tidak akan.

Istri: Jika aku tahu akan seperti ini jadinya, aku tidak akan pernah menerimamu!

Suami: Lalu kau menyesal?

Istri: Menurutmu? Perempuan mana yang tidak akan menyesal diperlakukan seperti ini.

Suami: Lalu, kau akan bercerai denganku?

Istri: Apakah aku mengatakan seperti itu? Apakah setiap penyesalan harus berujung pada perceraian? Tapi jika itu maumu, tidakkah lebih baik? Daripada kau menanggung beban hidup dengan perempuan sepertiku!

Suami: Apakah kau pikir aku akan melakukannya? Apakah kau pikir aku seorang perempuan yang menyelesaikan masalah dengan penuh emosional seperti ini?

Istri: Bisa jadi, tampak seperti kau semakin menyudutkanku sebagai seorang perempuan. Di matamu, perempuan hanya sosok lemah dan tak berdaya. Perempuan hanyalah mahkluk bodoh yang diciptakan untuk melengkapi lelaki. Lalu, kau akan tertawa dan mengatakan bahwa itu benar.

Suami: Hahahahahha yah itu benar. Dan aku lakukan seperti katamu. Sebab memang benar.

Istri: Lihatlah, lihatlah betapa kau ingin memperlihatkan kekuasaanmu yang lebih tinggi dibandingkan denganku. Kau selalu mengucilkanku dalam setiap pendapat yang kuutarakan. Lalu, seperti inikah hidup bahagia bagimu? Tentu saja bagiku tidak!

Suami: Tidak bagimu. Sebab kau tidak pernah berusaha mengindahkan segala perintahku sebagai suamimu.

Istri: (Menangis) Lalu, apakah aku harus selalu bersikap bodoh dengan membiarkanmu mendiskriminasi hidupku? Apakah aku harus membiarkan tanganmu yang bejat itu leluasa memukuliku setiap saat? Apakah aku harus membiarkan tubuhku menjadi boneka seksmu bahkan ketika aku sedang sakit kau leluasa memainkannya? Apakah aku harus bertahan dengan setiap kelakuanmu yang tidak pernah menganggapku ada di hidupmu? Apakah aku akan terus menjadi perempuan yang mengemis di depan suaminya sendiri meminta rupiah? Dan apakah aku harus bertahan tidur denganmu namun hatimu menjadi milik pelacur-pelacur di luar sana???

Suami: Berhenti kau mengarang cerita!!!

Istri: Lihat, Lihatlah!!! Apakah aku harus tetap diam ketika kau menganggap semua perkataanku hanya omong kosong belaka? Aku hanya meminta sedikit darimu, Karim. Hanya sedikit, pengertianmu.

Suami: (Diam dan menunduk)

Istri: Harusnya kau tahu mengapa aku ingin bekerja. Harusnya kau tahu mengapa aku membangkang. Harusnya kau tahu itu, Karim!!! Jika saja, jika saja dalam rumah tangga ini, kau menjadi laki-laki yang sesungguhnya suami sekaligus ayah. Kita tidak akan pernah berdebat mengenai persamaan aku dengan kau.

Suami: ( Diam semakin menunduk)

Istri: Menangislah, Karim. Menangislah jika kau ingin. Tidak ada yang melarang. Sebab aku dengan kau sama. Kau manusia, aku manusia, kecuali jika kau memang tak punya hati. Laki-laki pun patut berurai air mata.

Suami: Dan ketika aku menangis, kau akan menertawakanku!!!

Istri: Kali ini, aku tidak sama dengan kau. Aku punya hati untuk menghargaimu.

Suami: (Menangis meski tidak ingin ditampakkan)

Istri: (Diam)

KEDUANYA LALU DIAM, MEREKA MENATAP KE DEPAN DENGAN TATAPAN KOSONG. LAMPU MULAI REDUP PERLAHAN.

Suami: Aku sama dengan kau.

Istri: Kau tidak sama dengan aku!

Suami: Aku sama dengan kau!!

Istri: Kau tidak akan pernah sama dengan aku!

Suami: Sama!

Istri: Tidak!

Suami: Sama kataku!

Istri: Tidak kataku!

DIAM SEJENAK.

Suami dan Istri: Kita tidak akan pernah sama!!!

LAMPU MATI. SELESAI.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline