Lihat ke Halaman Asli

Sylvia Rizky

Founder @Balla'ta Kec. Marioriawa

Cinta Kiran

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kebisingan bukan lagi hal yang biasa bahkan sudah tidak dipermasahkan dalam dunia masyarakat awam. Resah, mungkin itulah yang sangat membebani pikiran sejumlah masyarakat. Hari itu tampak cerah, secercah sinar pun terus menerus berkilau di dalam kamar di mana Kirani membuang semua resah gundanya. Kamar yang tidak begitu besar bagai ruang inspirasi untuk Kirani seorang wanita yang dengan kepiawaiannya menyanyi bahkan hal yang berbau seni membawa namanya dikenal hingga ke kota-kota besar. Lahir di Magelang, 17 November 1989 dengan kehidupan serba sederhana. Tak begitu banyak yang mengenal sosok pribadinya, hanya senyum khas yang selalu ditawarkan kala pagi mulain nampak hingga matahari kembali ke peraduan.

Di sekolah terkenal dia pandai, namun jauh dari kisah asmara. Namun yang mengherankan puisi-puisi, lagu-lagu dan syair-syair yang diciptakannya benar-benar menghentak naluro jadi tidak karuan. Singkat, padat dan menggetar jiwa ciri khas syair-syair yang ia ciptakan.

Aku salah satu sahabat dari Kirani. Aku sering dipanggil Aya,,, yaa…. Aku Cahaya. Kuibaratkan diriku mentari yang selalu menyinari seluruh jagad alam, kuingin seperti itu cahaya yang menerangi hati setiap insan yang tahu akan diriku. Aku tahu Kirani, aku bersahabat dengannya enam tahun sudah, bagiku dia tetap misterius bahkan terkadang aku takut berada di dekat Kirani.

Waktu itu, 15 Juni 2006, Kiran menangis, dia pun menarik tubuhku dan memeluk aku dengan erat tak ketinggalan pula air mataku yang tidak dapat terbendung hingga aku mencoba untuk menghibur agar ia pun senantiasa menjelaskan padaku apa yang sebenarnya. Pada akhirnya semua rasa penasaran yang menghinggapiku terjawab sudah. Tangis Kirani yang benar-benar memecah keheningan malam itu, membuat aku mengerti akan posisi dirinya.

Tanggal 14 Juni 2006, kecelakaan maut merenggut nyawa seseorang yang dicintainya. Orang itu adalah Rizky. Kagetnya aku bukan main, tak pernah kusangka sebelumnya Kiran yang selama ini kukira tidak mengenal akan cinta ternyata justru sebaliknya. Semua itu sudah berlangsung tiga tahun lamanya tanpa sepengetahuan siapa pun. Awalnya aku mara, wajar kekecewaan aku rasakan. Namun aku terlalu iba pada Kirani, setelah tangisnya mulai reda aku pun menyuruh Kiran menceritakan semua kejadian itu dari awal hingga akhirnya berujung pahit.

Aku mulai mengerti betapa Kiran piawai bersyair tentang cinta, ternyata kisah cintanyalah yang ia suguhkan ke dalam syair yang sungguh menggetarkan hati dan perasaan. Terjamah begitu indahnya kisah cinta mereka alau hanya kisah yang ditutupi oleh keadaan keduanya namun begitu terlukiskana dengan indah. Kiran benar-benar tidak dapat menghalau airmatanya, aku sadar aku salah mengingatkannya kembali kepada Rizky yang sebebnarnya saudara sepupuku sendiri.

Awalnya aku aku tidak begitu percaya palagi kabar tentang Rizky yang telah berpulang selama-lamanya namun bunda langsung memberi kabar. Aku pun tidak henti-henetinya menangis hingga petang mulai beranjak rombongan keluarga serta Kiran pun menuju ke kediaman Rizky. Dalam perjalanan Kiran tak henti-hentinya menangis, sedang aku, bunda dan ayah dengan  kemampuan terbatas hanya bisa menghibur Kiran dan memberikan nasihat-nasihat.

Mobil pun mulai memasuki lorong jalan menuju rumah Rizky. Secarik kain warna kuning pun dikibarkan di depan rumahnya. Banyak orang yang datang melayat dengan baju serba hitam. Tangis duka pun dari kami tidak terbendung lagi. Satu persatu dari kami keluar dari mobil hingga giliran Kiran. Tak ubahnya posisi dia, kubujuk dia untuk turun dari mobil namun perasaan takut pun agak mendera jiwaku, tatapan mata Kiran yang kosong dan beriring air mata yang mengalir begitu deras di pipinya hingga wajahnya yang ayu nan rupawan itu seakan terus terselimuti duka.

Berusaha aku membujuknya, akhirnya ia pun turun dari tempat duduknya di dalam mobil milik  keluargaku. Tangisnya pun terus menjadi-jadi. Aku begitu tahu betapa hatinya terkoyak-koyak kehilangan orang yang dicintainya. Kulangkahkan kakiku memasuki kediaman Rizky. Tak lupa salam mengiringi kedatangan, tampak begitu banyak orang yang datang namun tidak untuk Kiran. Rambutnya yang lurus terurai panjang ditutupi oleh kerudung hitam itu hanya bisa berdiri di depan jasad Rizky yang sudah terbujur kaku tak bernyawa lagi. Aku  mendekat ke sebelah kanan kak Rizky, yah.. itulah panggilan akrabku padanya. Aku mencoba membuka kain yang menutup jasad saudara sepupuku itu, betapa airmataku tak tertahankan. Kulihat sesosok kakak yang telah tiada, tertidur selama-lamanya, tiada lagi senyum tawa membahana darinya.

“Riz…Riz….Rizky……”. Aku mendengar suara itu, aku yakin Kiran yang menyebut nama itu. Aku pun melihat ke belakang justru kenyataan pahit lagi harus alu lihat siang itu. Kiran jatuh pingsan, orang-orang pun menolongnya, tubuhnya lemah tak berdaya. Aku pun hanya bisa menangis melihat semua yang terjadi di depan mataku. Betapa cinta tak sepenuhnya harus memiliki untuk selamanya.

Kiran pun digotong masuk ke dalam kamar tante Ani, ibunda dari kak Rizky. Aku pun beranjak ke kamar kak Rizky, entah kenapa batinku terus bergejolak seakan-akan kak Rizky memanggilku. Bergegas aku masuk ke kamar tersebut yang penuh dengan sejuta kenangan bahkan mungkin adalah kenangan yang teristimewa saat ia masih bersama Kiran, yang pastinya tak pernah aku ketahui sebelumnya.

Kubuka pelan pintu kamaar kak Rizky, aroma magis pun tak ketinggalan aku rasakan, bulu kudukku pun merinding, hatiku deg-degan, takut merasuki batinku, ketika pintu sudah terbuka lebar, “Prakkkkk….” “Suara apa itu?”tanyaku dalam hati. Ketakutanku semakin menjadi-jadi, adrenalinku spontan memuncak. Namun aku masih mengarah pada objek yang aku dengar tadi. Aku pun memasuki kamar kak Rizky lebih dalam lagi. Kutemukan bingkai foto pecah berhamburan di lantai keramik dalam kamar tersebut.

Aku mendekat dan mendekat, tapi tiba-tiba saja seekor kucing melompat di jendela kamar kak Rizky. Ketegangan pun mulai terkuak, aku menoleh ke jendela, ada foto kak Rizky terpajang sungguh besar foto itu. Aku semakin ketakutan, seakan-akan kak Rizky memperhatikan gerak gerikku. Namun aku tidak menghiraukan, kupungut pecahan bingkai kaca itu dan kutegakkan bingkai yang kini sudah tak berbentuk. Betapa kagetnya aku, tangisku pun tak kuasa kubendung, aku semakin mengerti perjalanan cinta mereka yang sesungguhnya. Terlihat rona kebahagiaan tersirat di wajah keduanya di foto itu. Kak Rizky merangkul Kirani dari belakang di sebuah tempat di pinggir pantai. Dapat kurasakan romantisme keduanya. Kirani tampak cantik dan ayu kala itu. Rambutnya yang indah terurai dihempas hembusan angin laut hingga menutupi sebagian wajah kak Rizky. Sungguh indah dipandang mata.

Selang beberapa menit aku di dalam  kamar kak Rizky, tiba-tiba dari luar ada seorang yang memanggilku, ternyata dia Kirani. Kurapikan segera bingkai foto itu namun sialnya lagi pecahan kacanya mengenai jari telunjukku sehingga tanpa sadar aku berteriak menahan sakit. Suaraku pun akhirnya terdengar oleh Kirani. Aku memukul diriku, aku bodoh, bodoh dan bodoh. Padahal aku ingin cepat-cepat keluar dari kamar itu. Aku tak ingin Kirani masuk ke kamar yang penuh kisah indah ini. Baru berselang beberapa detik, Kirani pun datang dan menolongku. “Kamu tidak apa-apa kan?”tanya Kirani padaku. Baru saja aku mencoba mengalihkan perhatiannya, namun ia telah mengenal kamar tersebut.

Kirani pun langsung memelukku, menangis tak karuan. Aku pun iba kepadanya, aku terus berpikir ironis sekali kisah sahabarku ini, tak tahan aku melihatnya. Aku pun membawanya keluar karena sebentar lagi akan diadakan pemakaman.

Kami pun keluar meninggalkan kamar kak Rizky. Berharap semuanya kan baik-baik saja tapi ternyata tidak. Kirani berlari dan lompat merangkul jasad kak Rizky, berteriak menyebut namanya, merontah bak oranag yang mengalami gangguan mental. Tiap mata memandang hanya bisa membiarkan dan ikut menangis melihat semua itu dan sadar betapa kuatnya sebuah cinta. Aku hanya bisa melihat semua itu dengan sebuah harapan yang begitu besar semoga semuanya akan baik-baik saja.

Para tamu yang melayat pun bergegas mengantar jenasah kak Rizky ke pemakaman umum. Kirani semakin tidak rela  melepas sosok yang begitu sempurna di matanya itu. Ia berkali-kali jatuh pingsan dan dia ditolong oleh ibu-ibu yang datang melayat ke rumah duka. Sedang kau ditarik oleh tante Ani sepertinya ada sesuatu yang ingin dibicarakannya kepadaku. Lekas aku mengikuti tante Ani. Di ruang tengah, beliau memberikanku sebuah kotak kecil layaknya sebuah kado. Aku pun menerimanya, “Apa ini tante?” tanyaku heran. “Bukalah, nak”, kata tante Ani dengan wajah yang semakin sedih.

Dengan tenang aku mulai membuka kotak kecil itu dan isinya sepasang cincin emas putih dengan bentuk yang begitu indah.

bersambung.....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline