Lihat ke Halaman Asli

Sylvia Leimanda

Mahasiswa Fakultas Hukum Univesitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Menilik Antusiasme Masyarakat dalam Pelaksanaan PILKADA Jawa Timur 2024

Diperbarui: 30 November 2024   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelaksanaan pemungutan suara dalam PILKADA Jawa Timur 2024 di TPS 38, Kelurahan Ploso, Surabaya.

Surabaya, 27 November 2024 - Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak kembali digelar dalam rangka mewujudkan kegiatan rutin lima tahunan masyarakat Indonesia. Untuk Pilgub kali ini Jawa Timur kembali hadir dengan paslon Khofifah-Emil sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan 15 partai pengusung yang menempati nomor urut 2, ditemani dengan paslon nomor urut 3, Tri Rismaharani-Gus Hans, dengan 2 partai pengusung, serta nomor urut 1 ditempati oleh paslon Luluk-Lukman, dengan 1  partai pengusung. Namun untuk Pilwali kali ini hanya diikuti oleh paslon nomor urut 1, Eri Cahyadi-Armudji.

Pilkada tahun ini cukup menarik. Terlihat antusiasme masyarakat Jawa Timur, khususnya Surabaya, dikarenakan paslon nomor urut 3, Tri Rismaharini yang dianggap telah "pulang" untuk kembali memimpin arek-arek Suroboyo. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa tidak semua warga Surabaya memiliki antusiasme yang sama tingginya pada Pilkada tahun ini. Seperti yang terlihat di TPS 38, Kelurahan Ploso, banyak petugas Pilkada yang berjaga, namun tidak begitu banyak warga yang hadir untuk ikut memberikan suaranya,

Salah satu warga yang ikut hadir di TPS 38, VA (20), mengaku bahwa ia merasa tidak begitu mengetahui profil dari para paslon, terlebih visi misinya karena tidak terlalu mengikuti politik. Sementara itu, seorang partisipan yang lain, EN (51), menuturkan bahwa siapapun yang akan menjadi pemimpin nanti belum tentu akan membawa masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera, sehingga ia memberikan suaranya hanya untuk kepentingan formalitas semata. 

Hal ini disebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap integritas para pejabat negara, sehingga banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa mengetahui siapa calon yang akan memimpin negara kita tidak terlalu penting. Tentunya polemik ini cukup mengkhawatirkan, karena dapat menyebabkan terhambatnya pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Terhambatnya pelaksanaan demokrasi akan menyebabkan terjadinya kesewenang-wenangan, yang memungkinkan suara masyarakat perlahan-lahan akan tergusur dengan permainan politik pada pemungutan suara di tahun-tahun mendatang.

Dalam hal ini, kita sebagai warga negara harus lebih peka terhadap bentuk-bentuk pelaksanaan demokrasi di Indonesia, demi kesejahteraan sesama warga negara. Kita tidak harus terjun ke dalam dunia politik, namun dengan tidak menjadi golput dan memberikan suara kita dalam pelaksanaan Pilkada/Pillpres sudah membuat kita turut serta dalam rangka mempertahankan demokrasi di Indonesia. Walaupun memiliki perbedaan dan pandangan dalam dunia politik, kita sebagai warga negara Indonesia harus tetap mempertahankan semangat Pancasila. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline