Lihat ke Halaman Asli

Silivester Kiik

Founder Sahabat Pena Likurai

Penyelenggara Pendidikan Harus Bekerja Ekstra

Diperbarui: 3 Januari 2017   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Diawal tahun 2017 Pendidikan Nasional menghadapi suatu pekerjaan yang besar. Penyelenggara pendidikan harus bekerja ekstra agar mencapai suatu target keberhasilan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional pada tahun 2017 dengan lancar dan sukses. Hal tersebut karena moratorium Ujian Nasional (UN) yang diajukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy ditolak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden Jokowi memutuskan Ujian Nasional (UN) tetap akan diadakan, dijalankan dengan berbagai penyempurnaan dan perbaikan. Penyempurnaan dilakukan dalam hal ujian sekolah melalui kisi-kisi nasional, dan perbaikan mencakup peningkatan kompetensi guru yang telah disertifikasi dari waktu ke waktu. Artinya, akan ada evaluasi terkait kinerja guru.

Penolakan moratorium UN menjadi kabar baik, atau pun sebaliknya. Berbagai pandangan pro dan kontra menjadi polemik dan bahan perdebatan para civitas akademika bahkan masyarakat pada umumnya. Hal tersebut merupakan suatu dinamika yang hidup dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran bersama berbagai elemen untuk penentuan sebuah kebijakan. Kilas balik pemikiran UN dan perkembangannya layak sebagai buah hasil dari pemikiran bersama dalam penentuanya. Jika terkesan sistem buka tutup, maka akan membawa dampak negatif bagi Sistem Pendidikan Nasional.

Terkait waktu penyelenggaraan UN semakin dekat, hal ini sangat mempengaruhi berbagai kesiapan baik guru, orang tua, masyarakat, maupun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tiap-tiap daerah. Kerja ekstra pun dilakukan agar mencapai kesuksesan dalam penyelenggaraan UN. Dibutuhkan kesadaran bersama dalam proses persiapan, sehingga tidak ditemukan sistem kebut dalam proses pembelajaran mata pelajaran UN dan tidak ditemukan kecenderungan sekolah mengesampingkan mata pelajaran lainnya, karena semua mata pelajaran memiliki porsi yang sama dalam proses penilaian tiga domain utama yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif.

UN dalam beberapa dekade terakhir memang telah mengalami beberapa perubahan dalam format pelaksanaannya. Namun perubahan tersebut sebagai salah satu upaya penyempurnaan guna meningkatkan kompetensi lulusan baik kognitif, psikomotorik, dan afektif setiap siswa. Dengan gagalnya moratorium UN dan adanya usulan USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) bisa menjawab kegelisahan, agar menyamakan standar semua mata pelajaran yang ada di jenjang pendidikan. Dengan mengkolaborasikannya maka berharap dalam proses pembelajaran guru tetap mendorong siswa dalam belajar secara kritis, analitis, dan aktif serta konstruktif. Guru diharapkan mendesain berbagai media dan menerapkan model-model pembelajaran dalam proses pembelajarannya agar siswa termotivasi untuk dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi, rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa.

Jika proses pembelajaran didesain sedemikian rupa dengan media dan model pembelajaran yang relevan dengan materinya, maka dapat membangun nilai-nilai karakter siswa yang berpengetahuan, cerdas dan kreatif, tanggung jawab dan arif, peduli lingkungan, sosial dan budaya, berpikir terbuka dan toleran, pro aktif perubahan, dan berkomunikasi baik. Nilai-nilai tersebut sesuai dengan perkembangan zaman dan tugas pendidikan ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline