Semenjak bongkahan sedihku mulai luntur dari sisi lainku, aku mulai sadar bahwa menjadi diri sendiri aku butuh orang lain. Banyak hal yang tak terduga setelah aku mulai membaca kehidupan baru yang belum pernah aku alami, bahkan orang lainpun juga belum pernah merasakannya. Bahwa benar aku merasakan keanehan yang luar biasa.
Setelah aku mencetak judul bukuku yang ke 100, kini aku mulai mengisi seminar dan pelatihan tidak hanya dalam negeri tapi dunia. Kemarin baru saja aku mengisi seminar di Turki tentang perdamaian dunia abad ke-20 dengan mengkolaborasikan sejarah Rosulullah dengan keberagaman kehidupan sekarang.
Dan baru hari ini aku rehat di rumah sambil mempersiapkan perlengkapan suami untuk memimpin jamaah umrohnya, karena besok bebarengan dengan suami berangkat, aku juga akan terbang ke Jepang untuk diskusi terkait penemuan baru dengan ilmuwan-ilmuwan muslim yang ada disana. Dan pada akhirnya setelah suamiku selesai menjalankan tugasnya, dia juga menyusulku ke Jepang. Selain menjemput dan menemaniku, dia juga menjadi kordinator imam masjid di Jepang.
Jadwal yang semakin padat, telah menghilangkan diriku jauh dari kata lelah. Sembari menikmati hidup yang penuh dengan masalah. Aku mencoba menjadi sahabat terdekat masalahku sendiri, dengan begitu banyak yang mengira bahwa diriku tak sepatutnya berada di posisi seperti sekarang ini, karena mengingat 10 tahun yang lalu, aku menjadi mahasiswa tolol yang tak berpendirian.
Mengais ilmu dengan terseok-seok, bahkan aku paling gagap berbicara di depan banyak orang jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasku. Tapi hal itu tak membuatku berkecil hati, karena memang itu adanya aku yang tak tahu diri.
Dengan begitu aku tahu porsi, seberapa besar kemampuanku dalam mengenai diriku sendiri, mengenali diri dengan terus belajar dan belajar. Dalam kamus kehidupanku juga lebih banyak motivasi diri untuk berkembang menjadi diri yang berarti. Meskipun dalam pengamalannya banyak uji dan coba. Tapi cobalah memahami diri, jadikan masalah sebagai sahabat karibmu.
Agar tidak lebih dirimu menjadi tambah kuat dan berani dalam menghadapi masalah. Berharaplah untuk tetap menjadi orang yang haus ilmu, sehingga perolehan hasil akhir bukan akhir dari segalanya. Karena yang terpenting dari belajar memahami hidup adalah menjadi tahu kelemahan diri dan kemudian memperbaikinya.
Menjadi diri sendiri jauh lebih baik dari pada harus berpura-pura menjadi orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H