Saat kudeta PKI (1965) gagal, para jenderal yang konservatif di masa orde baru membabat semua organisasi kiri, anggota hingga simpatisannya, dengan cara-cara brutal. Sumber kekuatan PKI kebanyakan adalah para petani miskin dan muslim nominal yang berdomisili dari daerah jawa. Operasi pembabatan ini melibatkan 500.000 orang indonesia yang dianggap berpihak kepada komunis, meski akhirnya tidak semuanya terbukti.
Pembabatan dilakukan dalam berbagai macam bentuk, seperti dibunuh, ditangkap, bahkan dipenjara. Tidak hanya itu, semua ideologi dan kalangan intelektual yang bersebrangan dengan kebijakan pemerintah di orde baru ini akhirnya menghadapi kecemasan yang sama.
Rezim orde baru dibawah pimpinan suharto, bercorak militeristik. Sekalipun pemerintah masih mengizinkan oposisi dalam ruang demokrasi, namun kaum marxis tidak diberi ruang gerak sama sekali.
Pada 1980, sistem parlemen multi partai berlaku. Tapi partai golkar pada saat itu justru bertindak sebagai satu partai yang hegemonik. Hal ini terjadi karena didalamnya terdapat koalisi yang kuat antara kelompok militer dan birokrasi.
Pada masa itu, militer adalah algojo kekuasaan. Masih pada masa orde baru berkuasa, pembatasan independensi media massa juga dilakukan. Pengawasan terhadap oposan dan pihak-pihak yang bersebrang jalan dengan pemerintah semakin diperketat. Maka dalam hal ini, kooptasi media sangat rentan dan mudah sekali disusupi kepentingan-kepentingan penguasa demi langgengnya marwah kekuasaan yang sedang berlaku.
Kebebasan publik sangat dipersempit ruang geraknya, khsusnya para pekerja pers yang secara tidak langsung tertuntut untuk menghindari isu-isu keluarga suharto, kritik soalan hukum, isu politik, isu agama, gerakan separatis dll.
Meski demikian, Suharto pada pahun-tahun itu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan itu berhasil. Namun di sisi yang lain konflik publik dan politik semakin memanas. Antara tahun 1982 hingga 1993 beberapa surat kabar ditutup karena dianggap membahas konten-konten sensitif yang dilarang pemerintah.
Sebagaimana diketahui, rezim orde baru menganut birokrasi yang condong kapitalistik. Hal ini terbukti dengan keterlibatan aktif para pejabat pemerintah dalam kegiatan ekonomi nasional.
Birokrasi kapitalisme ini dicampuri oleh tangan barat, sehingga memang pembangunan ekonomi sangat besar peningkatannya. Namun kemajuan dan pertumbuhan ekonomi itu tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan, pemerataan penduduk dan korupsi justru merajarela.
Jika pada era rezim sukarno berkuasa, Indonesia memiliki kedekatan dengan komunnis blok soviet. Maka era rezim Suharto, pemerintahan cenderung lebih pro terhadap barat. Akibatnya, gerbang investasi barat terhadap indonesia terbangun massif seiring berjalannya waktu, termasuk dalam perubahan corak nilai budaya nasional di Indonesia yang akhirnya cenderung dimediasi oleh kebudayaan barat.