Pendidikan merupakan kebutuhan paling mendasar yang diyakini sebagai ujung tombak dalam mendorong potensi siswa sebagai calon sumber daya manusia yang handal serta memiliki sikap kritis, logis, dan inovatif. Sebab tak bisa dipungkiri bahwa dunia saat ini sudah semakin berkembang dengan teknologi-teknologi yang semakin canggih, sehingga manusia juga harus segera ikut berkembang khususnya pada kemampuan matematika agar bisa beradaptasi dengan dunia.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang menjadi fondasi dari segala ilmu dalam perkembangan IPTEK. Namun belajar matematika tidak bisa dilakukan dalam sekejap, tetapi dibutuhkan suatu proses dan tahapan yang telah ditentukan. Karena ilmu matematika tersusun secara sistematis serta memiliki objek dasar yang terdiri dari fakta, konsep, definisi, operasi, dan prinsip yang kemudian berkembang menjadi objek lain. Tetapi kebanyakan dari siswa memandang pelajaran matematika itu sulit dipelajari, membosankan, tidak menyenangkan, dan rumit dalam menghafal rumus-rumus matematika. Sehingga siswa sudah menyerah sebelum bertempur. Oleh karena itu, kita harus mengubah paradigma pemikiran siswa dimana siswa mendeskripskan matematika adalah pelajaran yang sulit dan dapat menjadi pelajaran yang digemari oleh semua siswa.
Kita bisa menerapkan gaya hidup 3R, yaitu: Reuse (menggunakan kembali barang untuk manfaat lain), Reduce (Mengurangi barang yang berpotensi menjadi sampah), dan Recycle (daur ulang) untuk mengubah paradigma matematika "sulit". Ayo siapa yang masih cuek nih sama barang-barang bekas yang ada di rumah? Apalagi yang senang belanja di e-commerce. Daripada barang-barang bekasnya hanya diam saja di gudang dan ditinggalkan bersama laba-laba, lebih baik kita manfaatkan barang bekas tersebut dengan mengolahnya menjadi bahan yang berguna bahkan bisa membuat matematika menjadi menyenangkan dengan media pembelajaran yang unik.
Karena salah satu penyebab siswa memandang matematika itu sulit, yaitu: penggunaan media pembelajaran yang masih monoton contohnya hanya dengan menggunakan media papan tulis dan spidol tanpa media pendukung lainnya. Hal tersebut membuat siswa sudah merasa bosan sebelum menerima materi sehingga mengakibatkan materi yang diajarkan tidak akan masuk dan siswa menjadi tidak mengerti. Oleh karena itu, guru pada saat ingin merancang pembelajaran harus punya inovasi dan kreasi pada media pembelajaran yang akan digunakan contohnya dengan membuat alat peraga.
Alat peraga pada matematika merupakan suatu benda buatan manusia yang dibuat secara visual dan konkret dengan tujuan membantu pemahaman siswa dalam proses pembelajaran matematika. Alat peraga bisa dibuat tanpa harus mengeluarkan biaya mahal. Caranya adalah kita membuat alat peraga yang menerapkan 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang ada di rumah. Barang bekas seperti kardus, botol plastik, kaleng makanan, dan lain-lain bisa kita jadikan sebagai bahan utama untuk membuat alat peraga. Alat peraga dapat dibuat sekreatif mungkin yang bisa menarik perhatian siswa, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran matematika secara menyenangkan.
Penggunaan alat peraga dengan menerapkan 3R diharapkan bisa menjadi salah satu media yang dapat diinovasikan atau dikembangkan secara luas oleh Bapak/Ibu guru atau pendidik lainnya. Dan membawa pengaruh besar dengan mematahkan paradigma matematika "sulit". Di sisi lain dengan diterapkannya 3R pada proses pembuatan alat peraga, kita semua dapat lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H