Lihat ke Halaman Asli

BEYOURMOON

fangirl'

Bintang á Lyon

Diperbarui: 1 Maret 2020   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PROLOG

Mentari pagi terbit, pohon- pohon menari bersamaan, suasana kota saat itu bising oleh kendaraan dan suara para pasien di rumah sakit. Tiga suara tangisan bayi terdengar bersamaan di suatu kamar bersalin di lantai dua rumah sakit itu. Itu kami! Kami bersahabat sejak lahir. Lahir bersama di rumah sakit yang sama dengan tanggal dan pukul yang sama, yaitu tiga puluh Juli tahun dua ribu tepat pada pukul tujuh pagi. Ketiga orang tua kami juga bersahabat sejak kecil, waktu di Jogja. Hingga dewasa mereka bersama-sama merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan sampai mempunyai kami seperti sekarang ini.


Namaku, Bintang Asmara Alauna. Perempuan yang paling cantik, karena kedua sahabatku dua-duanya laki-laki. Aku suka sekali coklat. Apapun yang rasanya coklat, akan aku makan. Aku berbakat dalam musik, terutama piano. Ayah yang mengajarkannya kepadaku sejak usiaku empat tahun, sebab dulu ayah seorang pianis ternama. Ayah dan bunda ku baik sekali. Aku sangat menyayanginya.


Bima Davino Teddy Adrian. Pria tinggi, jenius, dan yang paling perhatian kepadaku dibanding sahabatku yang satu lagi. Aku sering memanggilnya "Teddy Bear". Walaupun faktanya, dia tidak segemuk boneka Teddy. Hanya namanya saja yang sama. Dia sangat senang melukis. Aku iri padanya, sebab dia sering tour keliling dunia untuk memamerkan beberapa lukisannya.  Tetapi, aku bangga padanya.


Bastian Mischa Alvaro. Pria tampan dan mempunyai tubuh yang atletis. Walaupun dia tak seperhatian dan tak sejenius seperti Si Teddy Bear, tetapi dia jago bermain segala macam permainan olahraga, seperti sepakbola dan basket. Aku pernah menyukainya saat SMP, mungkin sampai sekarang.


                                               ***


Waktu itu, ketika konser piano pertamaku akan dimulai. Aku menunggu kedua sahabatku datang untuk menonton pertunjukanku. Tetapi, Bima tidak bisa hadir karena dia harus ke Singapura untuk mengantar neneknya yang akan di operasi. Aku menelepon Bastian, tetapi dia tidak mengangkat teleponku sama sekali. Aku kesal padanya. Dia sama sekali tidak datang sampai konserku berakhir.

Aku pergi ke luar studio untuk mencari udara segar. Sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depanku. Dua pria bertubuh besar keluar dari mobil itu datang menghampiriku dan menyodorkan sebuah pistol tepat di kepalaku. Aku terkejut saat itu. Ketika aku akan berteriak untuk meminta tolong, sebuah kain membungkam mulutku dan aku mencium wewangian dari kain itu. Mataku tertutup, dan aku sudah tak sadarkan kembali sejak saat itu.


Tak lama, aku bangun. Penglihatanku ketika itu buram. Aku duduk dibangku di tengah-tengah gedung kosong yang menyeramkan. Tangan dan kaki ku diikat. Darah mengucur di keningku. Gaun konser pianoku lusuh. Aku melihat di sekelilingku dua pria yang menyodorkan pistol itu tergeletak di lantai. 

Di depanku, berdiri seorang pria memakai jas berwarna hitam. Itu Bastian! Dia membukakan tali yang mengikat tangan dan kakiku. Dia menggendong dan membawaku ke mobilnya. Dia membersihkan luka dikeningku dan menempelkan sebuah plester.
"Bas, terimakasih", kataku. Dia tersenyum lalu memeluk erat tubuhku. Dia berbisik dengan berakata aku bersyukur kamu baik-baik saja. Jantungku tiba-tiba berdebar. Dan saat itu sepertinya, aku mulai menyukai Bastian.


                                               ***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline