Lihat ke Halaman Asli

Syifa Nurbaeti Solihin

Writer Enthusiast

Himpitan Ekonomi Tak Melemahkan Prinsip Kemanusiaan

Diperbarui: 24 Juni 2022   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbok Sri menjalankan perannya sebagai asisten rumah tangga sekaligus menjaga warung milik sang majikan. (Dok. Pribadi)

Sejak menjalani pernikahan di tengah kota Yogyakarta dengan seorang suami yang hari ini sudah berusia lebih dari setengah abad, serta dua orang anak membuat mbok Sri (nama samaran) yang berusia 65 tahun memutuskan untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. 

Keputusan mbok Sri cukup dilematis karena bukan sekedar sebagai jalan untuk mengais rezeki, melainkan karena rasa peduli dan empati pada anak-anak sang majikan yang ditinggal bekerja setiap hari.

saya itu kasihan sama anak-anaknya ibu, masih bayi tuh udah ditinggal. Majikan saya kan kerjanya dari pagi sampe sore, kadang baru pulang malem. Itu anak-anaknya saya yang urus dari bayi sampai sekarang,” tutur mbok Sri saat diwawancarai, Minggu (12/6/22).

Ungkapan mbok Sri menggambarkan rasa peduli dan sayang layaknya seorang ibu kepada anak. Sorot matanya pun menggambarkan betapa bahagianya ia mampu menjaga dan mengurus kedua anak sang majikan. Namun tak bisa dinafikan, sorot mata dan raut wajahnya terlihat redup ketika mengungkap jumlah upah yang didapatnya. Upah mbok Sri terbilang rendah, setiap bulan ia hanya menerima gaji Rp700.000.-.

sekarang saya sudah bekerja sekitar 15 tahun jadi pembantu di keluargaya ibu Elit (bukan nama asli). Dua tahun ini, alhamdulillah saya dapat gaji Rp700.000. nah kalo sebelumnya itu cuma Rp200.000-Rp300.000,” ujar mbok Sri.

Bekerja sebagai asisten rumah tangga, banyak pengalaman pahit yang ia rasakan. Helaan nafasnya ketika beristirahat sejenak di depan warung sang majikan memperlihatkan betapa ia merenungi nasibnya. 

Mbok Sri menuturkan bahwa majikannya mengharuskan ia untuk bekerja dalam banyak hal. Tubuhnya yang kurus dan ringkih serta kondisi kaki kirinya yang pincang harus berjalan terseret-seret untuk menyelesaikan tugasnya mengurus tiga rumah sekaligus beserta kebutuhannya, menjaga warung sang majikan dan mengurus anak-anak serta kucing sang majikan. Tak ayal, tenaganya kerap terkuras lantaran harus bekerja dari pagi hingga malam hari.

Baru-baru ini, mbok Sri memikul sedih lantaran hampir dipecat oleh majikannya. “saya tuh sekarang capek, mbak. Kemarin saya nengok anak saya yang sedang hamil di Kulonprogo, saya baru pulang kesini dan buka warung jam 8 an. Abis itu saya dipanggil, dimarahi sambil dibentak-bentak. Kata Ibunya, saya ini gak bener kerjanya dan gak boleh izin kerja termasuk nengok anak saya,” tutur mbok Sri dengan lirih dengan mata yang berkaca-kaca.

Meski cukup sering dimarahi majikannya, ia tetap kembali berlapang dada dan memaafkan. Terlepas dari pekerjaan utamanya, Ia harus menyambung hidup untuk mencukupi kebutuhan lainnya dengan membuka usaha laundry. 

Di usianya yang senja dan saat orang lain mulai menikmati hidup, mbok Sri dan suaminya harus tetap banting tulang. Mbok Sri dan suami saling berbagi tugas menjalankan usaha laundry nya. Setiap hari, suami mbok Sri berkeliling desa guna mencari pelanggan. Sementara mbok Sri mencuci dan menyetrika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline