Penangkapan rektor Unila karena dugaan penerimaan suap oleh calon mahasiswa telah menambah daftar panjang masalah sistem seleksi masuk perguruan tinggi di Indonesia. Kasus ini semakin mengotori sistem pendidikan tinggi di Indonesia beriringan dengan permasalahan lain yang belum usai pula, yaitu adanya perjokian.
Pada tahun 2022 ini, skandal joki ujian SBMPTN ramai menjadi perbincangan warganet di Twitter hingga menimbulkan kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan pada calon mahasiswa yang mengikuti ujian dengan jujur. Masalah perjokian SBMPTN ini bukanlah yang pertama kali terendus ke permukaan, bahkan terus mengakar bertahun-tahun dan dengan mudahnya lolos dari sanksi.
Luapan kekecewaan calon mahasiswa tampak pada tulisan-tulisan mereka di media sosial. Tuntutan untuk mengatasi berbagai problem dalam sistem seleksi masuk perguruan tinggi disuarakan, semua semata-mata demi mewujudkan sistem yang bersih bebas korup.
Perjuangan calon mahasiswa jujur yang tidak kenal letih berusaha untuk masuk ke perguruan tinggi dambaannya seakan sia-sia dengan adanya kasus suap dan kecurangan dalam ujian. Mereka yang belajar siang malam mati-matian pantas untuk marah dan kecewa atas kasus yang menimpa dunia pendidikan Indonesia ini.
Kecurangan dalam bentuk apapun dalam lingkup pendidikan menodai ajaran budi pekerti yang esensinya terkandung dalam pendidikan itu sendiri. Semakin miris dan memalukannya lagi, kecurangan itu justru difasilitasi oleh pejabat dalam institusi pendidikan, seolah-olah ia ikut membantu lahirnya bibit-bibit orang korup di Indonesia.
Sama saja, orang jujur telah kalah dari pembohong yang berduit. Kebaikan kalah dari kejahatan, mirisnya dalam dunia pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H