Jam Gadang terletak di jantung kota Bukittinggi yang merupakan hadiah dari ratu Belanda kepada sekretaris kota Bukittinggi saat itu yakni Rook Maker . Jam gadang di design oleh Yazid Rajo Mangkuto dan peletakan batu pertamanya oleh putra sulung pertama dari Rook Maker yang pada saat itu berusia 6 tahun.
Dana untuk pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3000 Gulden yang pada masa saat itu merupakan angka yang cukup fantastis, dalam pengerjaanya pun menghabiskan waktu yang cukup lama sehingga terkenal dikalangan masyarakat dan Jam Gadang pun menjadi Ikon di kota Bukittinggi. Jam Gadang mempunyai tinggi 26 meter dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen campurannya hanya berupa kapur pasir dan putih telur sebagai perekat.
Tingkat pertama pada Jam Gadang menjadi ruangan petugas, untuk tingkat kedua menjadi tempat mekanik jam berupa dua bandul yang berfungsi sebagai pemberat jam, pada tingkat ketiga menjadi tempat dari mesin jam. Mesin pada Jam Gadang dibuat secara eksklusif yang hanya ada 2 unit saja di dunia yang pertama ada di Jam Gadang dan yang kedua digunakan pada Jam Besar Big Ben di London Inggris. Pada tingkat keempat merupakan puncak menara sekaligus lonceng Jam ditempatkan.
Sejak didirikan atap pada Jam Gadang telah berganti sebanyak tiga kali perubahan yang pertama adalah pada masa pemerintahan Hindia Belanda atapnya berbentuk Bulat dengan patung Ayam Jantan di atasnya yang menghadap ke sebelah Timur. Selanjutnya atap tersebut berganti lagi pada masa kependudukan Jepang di Indonesia yang berganti menjadi Klenteng . Lalu setelah Indonesia merdeka atap Jam Gadang berganti lagi berbentuk Gonjong seperti atap dari rumah adat Minangkabau yakni Rumah Gadang .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H