Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan memiliki tempat istimewa di hati setiap muslim. Perayaan bulan suci ini dirayakan dengan penuh semangat melalui ibadah, silaturahmi, dan berbagai tradisi yang mendalam. Namun, ketika seseorang beranjak dari kehidupan di rumah sebagai anak sekolah ke dunia kampus sebagai mahasiswa, ada beberapa aspek yang cenderung berubah atau bahkan hilang. Bagi mahasiswa yang merantau mungkin akan sangat terasa perbedaan suasananya namun bagi yang tidak merantau tidak begitu banyak perubahan, karena perbedaan umur dari anak sekolah menjadi seorang mahasiswa mungkin yang membedakan adalah bagaimana kita menghabiskan waktu saat Ramadhan tersebut. Jika dulu kita bermain dan mengaji di masjid sekarang berubah sebagai pengajarnya itu aadalah salah satu perubahannya.
1. Kehangatan Berkumpul Bersama Keluarga
Salah satu hal yang paling dirindukan oleh mahasiswa merantau adalah momen berbuka puasa bersama keluarga. Di rumah, seluruh anggota keluarga biasanya berkumpul untuk menikmati hidangan berbuka yang telah disiapkan bersama atau oleh orang tua. Kehangatan dan kebersamaan ini seringkali sulit untuk direplikasi ketika seseorang berada jauh dari rumah, terutama bagi mereka yang belajar di kota atau negara lain. Saya tidak merantau namun intensitas berkumpul dengan keluarga sangat kurang dibanding tahun tahun sebelumnya dikarenakan berbeda tempat tinggal dengan orang tua dan lebih memilih untuk berbuka bersama diluar karena memiliki teman-teman baru dari perkuliahan.
2. Tradisi dan Ritual Keluarga
Setiap keluarga pasti memiliki tradisi tertentu selama Ramadhan, seperti sahur bersama, tadarus Al-Qur'an keluarga, atau mengunjungi sanak saudara untuk berbuka bersama. Ketika menjadi mahasiswa, khususnya yang merantau, banyak dari tradisi ini tidak lagi terjadi. Mahasiswa harus menyesuaikan diri untuk melaksanakan ibadah dan kegiatan Ramadhan sendiri atau dengan teman-teman baru yang ditemui di lingkungan kampus. Namun saya masih melakukan hal yang sama di tahun-tahun sebelumnya yakni mengaji quran dan mengaji kitab di pondok pesantren sehabis tarawih, di keluarga saya tidak ada tradisi khusus di bulan ramadahan.
3. Suasana Ramadhan di Lingkungan Tempat Tinggal
Di banyak daerah, suasana Ramadhan sangat kental dengan dekorasi, lampu-lampu, serta aktivitas keagamaan di masjid dan sekitar lingkungan. Di kampus atau di kota besar, suasana spiritual bisa jadi lebih redup dan tidak seintens yang biasa dirasakan di kampung halaman. Ini dapat membuat beberapa mahasiswa merasa kurang semangat karena suasana yang kurang mendukung. Di desa saya sendiri Ramadhan tahun ini terlihat kurang meriah, tidak ada lampu-lampu cantik yang menghiasi jalanan, namun tradisi petasan yang berada di desa Mlangi masih ada dan sangat menarik minat orang-orang luar desa, namun sangat menganggu penduduk asli karena sangat berisik. Suara tadarusan dan sholawat senantiasa terdengar di masjid-masjid disini
4. Makanan Khas Ramadhan
Di rumah, biasanya ada makanan khas yang selalu hadir saat Ramadhan. Entah itu kolak, es buah, atau hidangan spesial lainnya yang dibuat oleh anggota keluarga. Sebagai mahasiswa, terutama yang tinggal di asrama atau kost, seringkali harus berpuasa dengan menu yang lebih sederhana atau makanan yang dibeli dari luar, yang mungkin tidak selalu memiliki cita rasa 'rumah'. Yang saya rasakan walau dirumah sendiri juga berbeda, tidak seperti rumah pada umumnya, saya juga tidak bias merasakan masakan rumah, biasanya saya hanya membeli makanan dari luar saja tidak memasak.
5. Dukungan Moral dan Motivasi
Berpuasa di bulan Ramadhan sambil menjalani rutinitas sebagai mahasiswa bukanlah hal yang mudah, dikarenakan harus tetap melaksanakan jadwal kuliah ditengah lapar dan hausnya berpuasa. Dukunga keluarga sangat berpengaruh dalam menghadapi tekanan ini namun saya sendiri tidak memerlukan dukungan tersebut karena saya sudah terbiasa mandiri walau dirumah sendiri.