Lihat ke Halaman Asli

Syifa Akifah

Mahasiswi Program Studi Komunikasi

Perempuan dan Keluhannya terhadap Kesetaraan Gender

Diperbarui: 23 Maret 2021   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : https://www.nytimes.com/2020/03/07/opinion/melinda-gates-gender-equality.html

Kesetaraan gender akan terjadi apabila semua orang menganggap bahwa tidak adanya batasan gender. Laki - laki maupun perempuan bebas melakukan pilihan hidupnya karena memiliki hak terhadap pilihannya tersebut tanpa batasan. Bebas melakukan pilihan yang masih sesuai dengan norma - norma yang berlaku di masyarakat dan tidak menyimpang. Sayangnya, sampai saat ini perempuan lebih sering dianggap tidak mampu melakukan sesuatu dan hanya laki - laki yang dapat melakukannya.

Di Indonesia sendiri kesetaraan gender belum berlaku seutuhnya. Meski RA Kartini sebagai tokoh emansipasi wanita telah memperjuangkan derajat wanita agar setara dengan laki - laki. Saat itu Ia memperjuangkan perempuan agar mendapatkan hak pendidikan yang sama. Terlebih lagi, tidak asing tentunya terdengar di telinga kita tentang opini masyarakat yang menganggap bahwa perempuan kodratnya sebagai istri. Nantinya seorang perempuan hanya sebatas di dapur, mengurus anak, dan tidak penting bagi seorang perempuan memiliki pendidikan yang tinggi. Opini tersebut sering keluar di masyarakat dan selalu terbayang - bayang.

Tidak hanya dalam dunia pendidikan, bahkan dalam dunia pekerjaan pun masih bisa kita temui tidak terjadinya kesetaraan gender. Banyak perusahaan dalam praktiknya memberikan segmentasi jenis kelamin dalam penerimaan karyawan. Jarang sekali seorang perempuan dijadikan pemimpin dalam perusahaan, meski ada namun pastinya lelaki lebih diandalkan untuk hal tersebut.

Anggapan masyarakat yang selalu menilai rendah tingkatan perempuan  dibanding laki - laki membuat perempuan merasa takut untuk berkarir. Mereka selalu terbayang akan tuntutan mereka sebagai ibu rumah tangga dan juga seorang istri. Padahal jika kita lihat banyak perempuan yang sukses dalam bidang pendidikan, karir, sekaligus dapat menyeimbangkan perannya dalam keluarga, baik sebagai istri maupun seorang ibu bagi anak - anaknya.

Pola pikir masyarakat yang masih beranggapan bahwa perempuan itu lemah masih terus terbayang - bayang bahkan mendoktrin sebagian orang dan berpikir hal yang sama akan permasalahan tersebut. Sehingga opini tersebut selalu melekat dan tak pernah hilang. Bahkan sampai saat ini kesetaraan gender pun sulit terjadi karena factor - factor tersebut.

Banyak dari perempuan Indonesia mengalami hal yang sama, dimana sebagian dari mereka menjadi korban dari catcalling. "Kalau lagi di tempat umum terus jalan sendiri sering banget digoda atau disiul sama laki - laki, padahal kalau dipikir - pikir  saya menggunakan hijab dan cukup tertutup", ungkap Aurel. Pelecehan di jalan ataupun pelecehan di ruang public yang merujuk pada seksual, gender, dan termotivasi oleh bias. 

Hal tersebut masih sering terjadi di berbagai tempat keramaian sekalipun. Jika kita amati, perempuan yang menjadi korban catcalling tersebut sebenarnya tidak melakukan kesalahan yang memancing para pelaku untuk melakukan hal tersebut. Bahkan perempuan yang menjadi korban pun memakai pakaian yang tertutup sebagaimana perempuan yang memakai hijab. Lantas apa yang membuat para kaum laki - laki selalu melakukan hal tersebut yang tentunya bukan alasan karena keisengan.

Kaum laki - laki yang menganggap hal tersebut mungkin hanya sebuah keisengan saja. Perlakuan tersebut tentunya membuat banyak perempuan merasa tidak nyaman. Bahkan banyak dari mereka timbul rasa ketakutan terhadap peristiwa tersebut. Ketika hal itu terjadi, perempuan pun seringkali merasa bingung harus menanggapi seperti apa. Jika melakukan perlawanan ataupun pemberontakan para perempuan pastinya terbayang - bayang akan rasa takut dan tidak bisa memungkiri hal tersebut.

Sebenarnya perempuan pun membutuhkan kebebasan dalam menentukan pilihan hidupnya dan bebas mengekspresikan pilihannya tersebut. Jika banyak masyarakat yang beropini bahwa perempuan tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi maka itu salah. Menjadi ibu rumah tangga dan seorang ibu tentunya harus mempunyai bekal wawasan yang cukup. Terutama dalam mendidik anak, jika orang tua memiliki pemahaman yang rendah pun apa yang akan Ia ajarkan kepada anaknya nanti jika tidak mempunyai bekal wawasan yang mendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline