Lihat ke Halaman Asli

Syifa Adilla Afifah

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Hiperrealitas Sosial Media Ditinjau dari Pemikiran Jean Baudrillard

Diperbarui: 13 November 2022   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jean Braudrillard lahir di Reims, Prancis pada tahun 1929. Ia menjadi guru sekolah menengah pada tahun 1956-1966. Braudrillard dianggap sebagai seorang teroris, filsuf, provokatif, bahkan nabi postmodernis. 

Tulisan-tulisan yang disusunnya memiliki gaya khas deklaratif, fatalis, aforistik, skeptic, nihilis, dan di saat yang besamaan mengandung ketajaman dan kecerdasan pemikiran. Pada tahun 1962 tulisan-tulisan di Les Temps Moderne termasuk esai Italo Calvino diulas oleh Braudrillard, bahkan ia melakukan penerjemahan naskah-naskah Jerman ke dalam bahasa Prancis. 

Braudrillard juga berperan aktif pada demonstrasi mahasiswa di Paris sebagai seorang intelektual. Pada tahun 1970-1976 Braudrillard menjadi assistten di Nanterre, hingga akhirnya pada tahun 1978 merilis esai yang bernada provokatif tentang antiprostrukturialis dan antisosialis. Esainya dirilis dengan bentuk yang atraktif dengan gaya pamphlet yang mengakhiri karir sebagai pengamat politik dan akademisi.

Beberapa tokoh yang menginspirasi pemikiran Braudrillard termasuk Karl Marx, Jacques Lacan, sampai Marshall McLuhan. Selain itu pemikirannya juga banyak terpengaruhi oleh filsuf lain yang berkecimpung dalam objectivity dan linguistic-sociological Interface, bahkan psikoanalisis dan Freud. 

Berdasarkan pemikiran Braudrillard manusia postmodern lebih banyak hidup di dalam dunia simulacra yang mencakup mulai dari gambar, citra, dan segala sesuatu yang digunakan sebagai penanda peristiwa. 

Braudrillard memaparkan bahwasanya manusia postmodern lebih banyak hidup dalam simulasi dan tidak ada yang asli yang dapat ditiru. Menurut pemikiran Braudrillard juga pada zaman ini masyarakat sudah sirna dan digantikan dengan mass atau massa yang tidak memiliki atribut, predikat, reference, bahkan kualitas.

Berkaitan dengan fenomena merebaknya media sosial, hal ini dapat dipandang dari pemikiran Braudrillard tentang Simulacra, dimana manusia zaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya tidak di dunia nyata tapi di dunia maya. 

Nyatanya masyarakat Indonesia saja menghabiskan waktu rata-rata delapan jam dalam sehari untuk membuka media sosialnya. Media sosial sendiri beragam dan banyak berisikan gambar-gambar, citra, dan segala sesuatu yang digunakan untuk menandai peristiwa, sehingga akhirnya menggantikan pengalaman. 

Media sosial tidak lagi menjadi media untuk berkomunikasi saja, tetapi juga menjadi media transoformasi untuk berbagai bentuk kritik, kekecewaan, dan protes yang ada di dunia nyata. Realitas media sosial dengan banyaknya berita tanpa kredibilitas jelas menjadi manifestasi tidak adanya masyarakat dan digantikan oleh massa yang bahkan juga tidak memiliki kualitas.

Pandangan Braudrillard tumbuh berdasarkan pengamatannya pada kondisi masyarakat di masa hidupnya dulu dengan perkembangan teknologi yang belum semasif sekarang. Apabila kondisi masyarakat sekarang dipandang juga berdasarkan perkembangan teknologi informasi maka keadaan masyarakat seperti sekarang tidak akan terelakkan tanpa adanya pendidikan yang baik mengenai media sosial yang merupakan dunia kedua setelah dunia nyata.

Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline