Lihat ke Halaman Asli

Syifa Ann

TERVERIFIKASI

Write read sleep

Fenomena #JurnalismeAngeline

Diperbarui: 17 Juni 2015   05:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Publik disentak dengan berita Angeline yang ditemukan tewas, bocah asal Bali berumur 8 tahun yang sebelumnya dinyatakan menghilang selama ÷ 3 Pekan ternyata ditemukan tewas terkubur di bawah kandang ayam di rumah ibu angkatnya di Bali pada 10 Juni 2015 silam. Sejumlah dugaan kekerasan baik fisik maupun seksual sontak mengemuka seiring tewasnya Angeline.

Tak ketinggalan sejumlah media baik cetak, online ataupun media elektronik turut ambil bagian dalam 'meramaikan' kasus Angeline, beberapa hari belakangan, berita tentang Angeline ramai menjadi sorotan di sejumlah media. Berbagai isu seputar keseharianan hingga tewasnya Angeline dikemukakan baik berita yang sudah terverivikasi kebenarannya ataupun belum. Media seolah beramai-ramai menggalang‪ #‎JurnalismeAngeline

Bahkan beberapa media menyediakan slot lebih untuk membahas soal Angeline. Kompas Grup dan MI Grup, dapat dikatakan 2 media inilah yang paling menaruh perhatian pada kasus Angeline, bahkan Kompas TV sampai membuat Breaking News meliput kedatangan Jenazah Angeline, meski beberapa media lain juga tak kalah hebohnya terkait kasus ini.

Jurnalisme Angeline; Antara Jurnalisme Empati Atau Sensasi


Beberapa hari belakangan publik tak henti disuguhi berita seputar Angeline, Kisah pilu bocah cantik itu seolah membahana ke seantero Indonesia berkat jasa media Tapi seperti itukah jurnalisme empati? ::

Ketika suara tangis histeris ibu kandung Angeline terus-terusan menjadi bumper paket berita terkait Angeline di salah satu stasiun TV, ketika gambar jasad Angeline tersebar secara utuh tanpa sensor di salah satu media online, ketika spekulasi mengemuka, ketika berita-berita simpang siur tentang kematian sang bocah sampai isu persekongkolan jahat dan perebutan harta warisan terus-menerus digali, dicari bahkan diada-adakan oleh sejumlah media. Padahal untuk mengusut tuntas kasus tewasnya Angeline butuh proses penyelidikan dari polisi Bukan penghakiman media! Miris. Itukah Jurnalisme empati? Rasanya yang lebih mengemuka justru Jurnalisme sensasi yang mengambil momentum kematian tragis sang bocah.

Jurnalisme Firasat

Jurnalisme firasat pun mengemuka, cerita tentang mimpi-mimpi ibu kandung Angeline jelang kematian sang anak tak luput turut jadi berita. Padahal jurnalisme adalah perkara kebenaran verivikasi: Tidak bisa mengandalkan firasat! 

Sensasi. Satu kata itu mengemuka dari #JurnalismeAngeline, sejak ditemukan tewas pada 10 Juni silam, berita-berita yang disiarkan sejumlah media tentang Angeline seolah menggiring opini publik untuk bersedih dan kasiahan pada Angeline. Memang, kematian tragis Angeline merupakan sebuah tragedi yang menampar sistem perlindungan anak di Indonesia wajar jika publik geram. Tetapi media denganbeberapa pemberitaannya, media justru memanfaatkan momentum tragis ini. Soal persekongkolan jahat dan dugaan keterlibatan ibu angkat, seharusnya biarlah hal itu menjadi urusan polisi. Biar hukum yang membuktikan, bukan penghakiman media. yang sedikit banyak, pasti akan mempengaruhi publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline